Sabtu, 09 Januari 2016

MUSIM BANJIR TELAH TIBA.




Kayaknya sudah menjadi sabda alam, setiap musim penghujan, selalu saja diikuti oleh munculnya genangan dimana-mana, banjir. Salah satu penyebabnya adalah karena daya dukung luasan sungai yang semakin tidak layak, yang disebabkan sedimentasi dan sampah. Kenyataan di lapangan mengajarkan, banjir yang terjadi setiap tahunnya itu, sering kali kurang ditanggapi secara kritis oleh masyarakat terdampak.

Sehingga, ketika banjir benar-benar datang, masyarakat pun kalang kabut menyelamatkan apa saja yang bisa diselamatkan. Kemudian muncullah posko pengungsian, tenda darurat didirikan, dapur umum sibuk mendistribusikan konsumsi, posko kesehatan juga beraksi mengobati penyakit kulit, demam dan mencret. Dipihak lain, berbagai komunitas peduli kemanusiaan secara mandiri datang membantu dengan aneka bantuan, dan pejabat pun melakukan kunjungan membawa bingkisan sebagai sarana tebar pesona.

Biasanya puncak bencana hidrometeorologi terjadi pada bulan Desember hingga bulan Februari saat Indonesia memasuki puncak musim hujan yang ditunjukkan dengan banyaknya bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi dimana-mana. Beberapa dekade ini, banjir semakin sering dan luasannya merambah daerah-daerah yang biasanya tidak kebanjiran. Kemudian, banjir pun sekarang sering kali diikuti oleh longsor.

Ya, banjir dan longsor merupakan jenis bencana alam yang semakin sering terjadi di wilayah Indonesia. Bencana lain yang tidak bisa dihindari kemunculannya adalah gempa bumi, erupsi gunung berapi, tsunami, kebakaran hutan dan lahan, angin puting beliung dan perubahan iklim yang ekstrim. Semuanya bisa terjadi kapan saja dimana saja, tanpa atau membawa korban apa saja.

Beberapa jembatan rusak, sejumlah komoditas pertanian terpaksa puso karena areal persawahan terendam banjir, lalu lintas terputus karena jalanan longsor, perkampungan, bahkan komplek perumahan pun terendam beberapa hari karena jeleknya pematusan, adalah contoh dampak dari musim hujan, dan itu terus berulang dan berulang.

Langkah cerdas yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah merangkul beragam komunitas peduli bencana yang dibangun masyarakat secara mandiri untuk melakukan gerakan bersama. Diantaranya melakukan mitigasi bencana, yaitu usaha untuk mengurangi, bahkan meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul akibat bencana.

Banyak hal yang dapat dilakukan bersama, seperti dalam mengantisipasi banjir, pemerintah daerah dan masyarakat harus memperhatikan bangunan pengendali banjir (bendungan/dam atau sumur resapan) serta kondisi sungai. Untuk jangka pendek, dapat kita lakukan pengerukan  sungai dari endapan, serta bergotong royong membuat gerakan bersih-bersih sampah di lingkungan sungai, sebagai langkah antisipatif mengenali potensi bencana di sekitar pemukiman untuk meminimalkan dampak bencana.

Harapannya, musim penghujan kali ini, masyarakat terdampak sudah punya kiat sendiri untuk mengantisipasi sekaligus menyelamatkan diri sesuai kearifan lokal, sebelum datangnya bantuan dari pihak luar. Disisi lain, pemerintah pun (dengan melibatkan komunitas peduli bencana) tidak lelah-lelahnya melakukan sosialisasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat, sekaligus menyiapkan dan melengkapi sarana prasarana dan logistik untuk sewaktu-waktu di dorong ke daerah bencana banjir (dan bencana lainnya). Salam kemanusiaan.[eBas]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar