Selasa, 15 Desember 2015

RENKON DAN RENOP TANGGAP BENCANA PERLU KOMITMEN KUAT



Salah satu rangkaian kegiatan rapat koordinasi kesiapsiagaan erupsi gunung bromo di Probolinggo adalah mereview rencana kontijensi (renkon) untuk kemudian diaktivasi menjadi rencana operasi (renop) tanggap bencana, jika situasi memang mengharuskan, dan harus dibuat bersama-sama  sama oleh semua pihak (stakeholders) dan multi-sektor yang terlibat dan berperan dalam penanggulangan bencana, meliputi unsur pemerintah, dunia usaha, organisasi non-pemerintah (relawan), dan masyarakat .

Dalam hal menghadapi erupsi siklus lima tahunan yang kemungkinan akan besar dampaknya, maka disusunlah renkon, yaitu Suatu proses identifik asi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang belum tentu terjadi. Artinya,  Suatu rencana kontinjensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi.

Dengan kata lain, renkon bisa diartikan sebagai proses yang mengarah pada kesiapan dan kemampuan untuk memperkirakan kejadian bencana sehingga dapat: mencegah bencana, mengurangi dampak, menanggapi secara efektif, dan memulihkan diri dari dampaknya. Prinsip renkon adalah, penyusunan renkon Proses penyusunan dilakukan bersama, Skenario dan tujuan disepakati bersama, Dilakukan secara terbuka, Menetapkan peran dan tugas setiap pelaku, Menyepakati konsensus yang telah dibuat bersama, Dibuat untuk menghadapi keadaan darurat , dan Mengutamakan sumberdaya lokal termasuk sumberdaya daerah sekitar, Serta Tidak berorientasi penyusunan proyek.

Dalam kegiatan ini sudah semakin tampak siapa melakukan apa, dimana dengan menggunakan sarana dan prasarana siapa. Masing-masing stakeholder yang terlibat menginventarisir berapa personil yang akan dilibatkan, sarana prasarana apa saja yang bisa digerakkan untuk mendukung operasi tanggap darurat. Semuanya tercatat dan disepakati dalam sebuah dokumen yang disahkan oleh masing-masing pimpinan lembaga.

Terkait dengan itu, untuk menyamakan langkah dan kesepahaman dalam operasi tanggap bencana, bila sewaktu-waktu bromo erupsi, maka dalam kesempatan itu juga diadakan table top exercise (TTX), yaitu metode latihan dimana unsur pimpinan yang memiliki fungsi komando dari berbagai instansi terkait tanggap darurat bencana, melaksanakan rapat koordinasi untuk melakukan tinjauan kebijakan, strategi, prosedur, rencana dan teknis pelaksanaan dalam menghadapi situasi darurat.

Bisa juga dikatakan bahwa TTX ini sebagai upaya kesiapan menghadapi kemungkinan terjadinya situasi darurat atau bencana di suatu wilayah, dibutuhkan suatu kesiapsiagaan kedaruratan, dimana setiap pihak berkepentingan terlibat sejak awal dalam merumuskan kebijakan, strategi, prosedur, rencana dan teknis pelaksanaan dalam menghadapi situasi kedaruratan bencana tersebut.

Tujuannya adalah : (1)- Memberikan gambaran dan membangun pemahaman yang sama kepada para pimpinan dan staf instansi terkait penanggulangan bencana tentang penyelenggaraan latihan kesiapsiagaan penanggulangan bencana. (2)-Membangun komunikasi dan koordinasi terpadu lintas bidang dalam perencanaan dan pengerahan sumberdaya untuk penanganan tanggap darurat, dan (3)- Sebagai pedoman para pimpinan dan staf tentang penyelenggaraan latihan kesiapsiagaan penanggulangan bencana, sehingga dapat bertindak cepat, tepat dan efektif dalam membangun kesiapsiagaan.

Tentu, masing-masing daerah terdampak gunung bromo, memiliki gaya tersendiri dalam melihat siklus lima tahunan erupsi bromo. Karena, masing-masing penguasa otonomi daerah itu mempunyai selera sendiri dalam mensikapi permasalahan, termasuk masalah penanggulangan bencana gunung bromo.

Dibanyak kasus, ketika operasi tanggap darurat dimulai, ternyata banyak sarana prasarana yang ternyata tidak siap, atau rusak, dana pendukungnya belum cair, personilnya ada tugas lain, bahkan pimpinannya baru sehingga perlu waktu untuk mempelajari segala sesuatu yang terkait dengan kesiapsiagaan yang telah disepakati dalam renkon maupun renop. Hal-hal inilah yang perlu diwaspadai.

Untuk itulah dalam TTX, disamping membangun komitmen antar stakeholder, jika perlu dibuatkan regulasi yang mengikat, juga sekaligus mengecek keberadaan sarana prasarana yang akan digunakan itu benar-benar siap diterjunkan manakala siklus erupsi gunung bromo itu benar-benar terjadi dalam skala besar. [eBas]




1 komentar: