Mbah Darmo
dari Perkumpulan Jangkar Kelud, bilang bahwa jika di Bojonegoro banyak forum
pertemuan yang tersedia, tapi tidak ada topik yang menarik sehingga
membosankan. Sementara di kepengurusan Forum Pengurangan Risiko Bencana Jawa
Timur ( selanjutnya disingkat F-PRB Jatim), banyak topik yang ingin dibahas
namun forum pertemuan sangat terbatas, tidak ada wadah untuk membahasnya.
Kemudian,
DR. Eko Teguh Paripurno, biasa dipanggil Kang ET, bilang bahwa kita perlu “Wadah Grenengan” sebagai tempat
bertemunya semua elemen pegiat kebencanaan, yang digelar secara berkala agar
keberadaan forum semakin tampak dan menjadi rujukan berbagai pihak, terkait
dengan program penguraangan risiko bencana dan upaya penanggulangan bencana.
Pernyataan
dari dua tokoh PRB ini kiranya perlu ditindak lanjuti dalam rangka membangun
komunikasi dan koordinasi diantara relawan kebencanaan, sehingga masing-masing
elemen bisa berkontribusi sesuai kebisaannya.
Kegiatan
yang dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat ini bertajuk “Roadshow F-PRB Jatim wilayah Surabaya, Sidoarjo, Bojonegoro dan
Mojokerto” di Kantor BPBD Jawa timur, sabtu (20/2), dalam rangka mendorong para
pegiat kebencanaan untuk membentuk Forum PRB di masing-masing Kabupaten/Kota,
baik mandiri maupun berkolaborasi dengan instansi pemerintah dan dunia usaha.
Ya,
forum ini bukanlah tandingan, apalagi tunggangan BPBD. Keberadaannya lebih
sebagai ‘Think Tank’ yang
menyumbangkan pikiran dan gagasan untuk memajukan program penanggulangan bencana
yang menjadi tupoksi BPBD. Forum bersinergi dengan BPBD melakukan edukasi dan
advokasi kepada masyarakat luas, khususnya yang berdomisili di kawasan rawan bencana,
agar paham akan potensi bencana di daerahnya.
Melalui
“Wadah Grenengan” gagasan Kang ET,
diharapkan muncul gagasan cerdas yang bisa menjadi masukan bagi pihak-pihak
terkait untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana berbasis lingkungan dan
kebutuhan masyarakat setempat sesuai potensi bencana yang muncul. Bukan berbasis
proyek semata. Termasuk, mendorong lahirnya kebijakan koordinasi antar relawan,
Forum PRB dan BPBD, sehingga masalah penanggulangan bencana di daerah bisa
segera diatasi bersama tanpa harus saling menunggu. Contoh kasus banjir di
Mojokerto beberapa minggu yang lalu, seperti yang dikeluhkan oleh Cak Anam dari
LPBI-NU Mojokerto.
Forum pun
bisa menjadi katalisator antara relawan dengan BPBD dalam rangka peningkatan
kapasitas relawan melalui pelatihan dan pembinaan berkala, terkait dengan
manajemen kebencanaan, yang ternyata tidak sesederhana anggapan masyarakat awam.
Banyak yang belum tahu, apalagi menguasai, termasuk orang BPBD sendiri, karena
berbagai hal.
Dengan
terjalinnya komunikasi yang baik, tentulah akan memudahkan mobilisasi potensi
masyarakat terlatih untuk melakukan operasi kemanusiaan manakala bencana
menebar petaka.
Dialog
yang dipimpin langsung oleh sekjen Forum PRB, berlangsung gayeng, masing-masing
peserta menceritakan pengalamannya sekaligus memberikan saran dan harapan agar
keberadaan Forum PRB terasakan hadirnya, seperti jargon yang diusung BNPB dalam
peringatan bulan PRB tahun 2015, “SELALU
HADIR DITENGAH-TENGAH MASYARAKAT”.
Eko,
dari dinas kominfo berharap, forum bisa membuat wabblog sebagai media komunikasi tebar informasi melalui ‘dunia maya’ kepada khalayak ramai,
terkait dengan masalah kebencanaan dan adaptasi perubahan iklim, serta mencoba
menterjemahkan amanat Sendai Framework
For Disaster Risk Reduction 2015-2030 ke dalam bahasa masyarakat untuk
membangun kebersamaan dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana secara mandiri
sehingga jumlah korban bencana bisa dikurangi.
Pertanyaannya
kemudian, bagaimana caranya agar relawan, akademisi, praktisi, dunia usaha dan
para pegiat kemanusiaan itu bisa bersinergi dalam sebuah Forum PRB, baik di
tingkat Kabupaten/kota maupun Provinsi untuk menumbuhkan kemandirian dalam hal
pengurangan risiko bencana, penanggulangan bencana dan adaptasi perubahan iklim.
Selanjutnya,
peran apa yang sudah dan akan dimainkan oleh BPBD dalam rangka ‘membesarkan’ Forum PRB yang katanya
sampai sekarang masih kesulitan mengumpulkan pengurusnya untuk tampil ‘full team’ dalam sebuah pertemuan
seperti ini, dikarenakan kesibukan masing-masing yang menumpuk. Moderator tidak
menyimpulkan, semua diserahkan kepada peserta untuk menindak lanjutinya. Yang jelas,
untuk membentuk Forum, perlu ada yang memfasilitasinya. Siapa?. [eBas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar