Konon, kepengurusan ikatan ahli kebencanaan Indonesia (IABI)
wilayah jawa timur telah dibentuk beberapa bulan yang lalu. Bahkan sudah
dikukuhkan langsung oleh ketua umumnya, Profesor Sudibyakto, dosen senior dari
Universitas Gajah Mada (UGM). Waktu itu, pengukuhannya dibarengkan dengan
peresmian berdirinya relawan kampus di Halaman Universitas Wijaya Kusuma,
Surabaya.
Lahirnya IABI sebagai wujud untuk mendukung konsep
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Indonesia, hal ini tidak terlepas karena
Indonesia yang merupakan negara kepulauan mempunyai keunikan tersendiri. Salah
satu Keunikannya antara lain sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap
berbagai ancaman (hazards) baik bahaya alami (natural hazard)
maupun buatan (man-made/ anthropogenic hazard)
Syamsul Maarif, salah seorang penggagas IABI, mengatakan
bahwa “working group yang terbentuk melalui IABI ini telah mencerminkan
keinginan bersama bahwa persoalan kebencanaan adalah urusan bersama, termasuk
didalamnya adalah para ahli bencana yang dituntut untuk mempunyai cara pandang
dan berfikir secara holistik dan seistemik. Visi IABI juga harus dapat
membangun dan mengembangkan sebuah budaya keselamatan dan ketangguhan
menghadapi bencana”. (BNPB, 2014)
Dengan kata lain, IABI merupakan wadah koordinasi dan berbagi
antar ilmuwan dalam upaya membantu pemerintah (BNPB) mengurangi risiko bencana, sekaligus
membangun kesadaran bersama untuk berdialog antar pihak terkait. Selain itu,
kegiatan ini juga dapat menyinergikan kegiatan sektoral sehingga dapat
dijadikan ajang pembelajaran bersama bagi IABI seluruh Indonesia. Seperti
diketahui dalam penangganan bencana,
diperlukan pemikiran dan teknologi yang tepat, sehingga penangganan dan
mencegah bencana tersebut dapat dilakukan dengan tepat dan cepat serta
kerugian dapat ditekan seminal mungkin.
Dosen yang berminat menjadi anggota IABI cukup banyak, tentu
dengan motivasi yang beragam dan mempribadi sifatnya. Misalnya, memperluas
jejaring kemitraan diantara sesama dosen dari berbagai perguruan tinggi,
mencari akses agar mudah mendapatkan dana hibah penelitian, dan semacamnya.
Dosen dengan berbagai disiplin ilmu, tidak diharamkan untuk
bergabung. Yang penting mau dan mampu. Mengingat, dalam upaya penanggulangan
bencana sangat diperlukan pendekatan keilmuan yang beragam, sehingga bisa saling
mendukung dan memperkuat. Yang penting ada keterpanggilan jiwa yang kuat
terhadap kerja kerja kemanusiaan yang jauh dari profit, mengedepankan
kebersamaan dan gotong royong dalam upaya penyelamatan korban dan pengurangan
risiko bencana.
Sesuai karakteristik anggota IABI, maka kegiatan yang
dilakukan lebih banyak dalam ranah keilmuan (meningkatlan intelektualitas
civitas akademika), seperti penelitian, pengkajian, pengembangan, diskusi,
seminar, dan workshop yang berhubungan masalah kebencanaan.
Memanfaatkan ilmunya untuk merancang teknologi tepat guna
untuk penyelamatan korban, pembuatan peringatan dini (early warning system) untuk bencana banjir, longsor, bahkan tsunami.
Mengembangkan manajemen kebencanaan yang semakin efektif dan efisien, dan
lainnya. Sekali lagi, semuanya ini dalam rangka membantu BNPB dalam mengurangi
dampak bencana.
BNPB pun konon, telah mengalokasikan dana penelitian miliaran
rupiah untuk para dosen sebagai upaya menemu kenali permasalahan yang terkait
dengan pra bencana, tanggap bencana, pasca bencana dan rehab rekon.
Namun, konon hasil penelitian yang dilakukan dosen, baik yang
tergabung dalam IABI maupun yang belum mau bergabung. Namun sesungguhnyalah
hasil karya para dosen itu masih belum banyak yang layak terap, masih perlu ‘dipertajam’
lagi sehingga bisa di duplikasikan di berbagai daerah. Masih sebatas kajian
ilmiah yang sangat seksi dengan berbagai teori untuk diperdebatkan dalam
seminar ilmiah di Kampus atau diselenggarakan di Hotel berbintang, yang diikuti
oleh orang-orang yang tidak sembarangan.
Konon, hasil kajian dan penelitian yang dilakukan oleh
dosen-dosen penerima dana hibah itu
diharapkan bisa menjadi bahan penyusunan kebijakan maupun untuk melakukan mitigasi serta
pembinaan kepada relawan dan masyarakat terdampak sebagai upaya pengurangan
risiko bencana.
Disamping itu, menurut informasi, secara berkelompok membuat
kegiatan nyata yang bersentuhan dengan masalah tupoksi BNPB maupun BPBD,
semisal terlibat dalam pelatihan penanggulangan bencana, sebagai fasilitator
maupun nara sumber teknis. Termasuk secara berkelompok membuat yayasan yang
bergerak dibidang kebencanaan.
Sungguh, karya dari IABI sangat ditunggu oleh para relawan
penanggulangan bencana, dalam rangka menambah wawasan, info baru, meningkatkan
kompetensi dan keterampilan relawan, seperti rencana pengklasteran relawan,
yaitu klaster kesehatan, pencarian dan penyelamatan, logistic, pengungsian dan
perlindungan, pendidikan, ekonomi, sarpras, dan pemulihan dini (rehab rekon). Ini
penting karena, konon, relawan harus disertifikasi oleh lembaga sertifikasi
profesi penanggulangan bencana untuk bekal menghadapi MEA. [eBas]
ini nomor rekening bank milik yayasan PUSPPITA, BANK BNI 0418072450
BalasHapusdisilahkan bagi pembaca yang ingin mendonasikan sebagian rejekinya untuk kerja kerja kemanusiaan. minimal 10.000 rupiah saja
sedikit saja
yang penting ikhlas bagi anda halal bagi yayasan