Jumat, 22 April 2016

PERJALANAN CINTA SUKRASANA

memang aku kebalikan dari kakanda Sumantri:
kakanda tampan rupawan, idaman semua putri kerajaan
badanku cebol menakutkan, perutku jemblung memuakkan
parasku pun serupa hewan, bikin orang kocar-kacir berlarian
suara kakanda merdu menawan, suaraku cedal menggelikan
kakanda dikejar-kejar putri jelita berhias purnama rembulan
diriku dijauhi semua orang, juga ditakuti semua perempuan

tetapi kakanda Sumantri juga kebalikan dari aku:
aku lebih sakti dalam segala, kakanda Sumantri lebih pandai berkata
aku punya ilmu luar biasa, kakanda Sumantri punya ilmu tak seberapa
dia juga pandai meminta meski aku terima karena dia sangat kucinta

tetapi kakanda Sumantri jelas kebalikan dari aku:
aku telah melampaui badanku hingga menemukan rahasia baka
aku sudah melampaui badanku hingga leluasa mengabdi di surga
kakanda Sumantri masih terpenjara tubuh yang semu dan fana
kakanda Sumantri terperangkap paras dan rias yang sementara
kendati tampak gemerlap memesona, memukau mata manusia
tetapi tak kuasa mendedah lelapis langit, raih bakti sempurna

maka, bagiku dunia tak adil karena lebih memuja tubuh ketimbang sukma
lebih menghargai yang kasat mata ketimbang yang di kepala
lebih memuliakan rias ketampanan ketimbang kecendekiaan
lebih menyembah paras kebendaan ketimbang keruhanian
maka, bagiku, dunia telah terpenjara kewadagan
mengimani kehebatan, memuja-muja keunggulan
mengimani kemegahan, memuja-muja keanggunan
bersimpuh pada kekuasaan, bersuka suapi kekerasan
hingga tak sanggup membubung menemu kemuliaan
hingga tak kuasa mencapai makrifat kehidupan
hingga tak mampu menciptakan jalan keabadian
maka, bagiku, dunia telah terperosok ke jurang kesesatan
hingga berbalut kegelapan, dan bersekutu kesemuan
maka, simpulku, dunia amat bengis bagi makhluk sepertiku
cuma untungkan dan bahagiakan manusia seperti kakakku

tetapi, aku dan kakanda Sumantri adalah satu
tak boleh terpisahkan oleh dunia yang telah sesat tuju
karena kakanda Sumantri janin perkasa di kokoh rahim ibu
dan aku ari-ari yang setia memberi makan rahim ibu setiap waktu
karena kakanda Sumantri dan aku pemilik bersama teduh rahim ibu
maka, aku cintai kakanda Sumantri sepenuh jiwa, seluruh napas dada
maka, kubaktikan sepanjang hidupku bagi kejayaan Sumantri nan perwira
dengan keikhlasan, ketulusan, dan ketanpapamrihan mengagetkan surge

maka, kemanapun Sumantri pergi, mengembara, mengelana, dan mengabdi
aku pasti mencari, selalu mengikuti, senantiasa membayangi dengan cinta suci
dan siap membantu saat ketangkasan dan kesaktian Sumantri tak mencukupi
[kakanda Sumantri menganggukkan kepala, tanda bakal istiqamah pada janji]

tetapi, apa harus dikata, sesat hakikat kian menerungku dunia juga manusia
setelah Taman Sriwedari kupindah ke Maespati, kureguk tuba, kubopong celaka
karena cengkerama bahagia permaisuri, putri raja dan dayang-dayang istana
berantakan seketika saat mereka temukan aku berada Taman Sriwedari juga

dan mahapatih Maespati sekejab tiba, mengusirku pergi dengan nada murka
tentu aku tak bersedia karena dia kakanda Sumantri, manusia paling kucinta
dan telah mengizinkan aku untuk selalu bersamanya, dalam suka dalam duka

kakanda Sumantri makin murka, merentang busur panah tepat terarah dada
dan mengirim maut ke jantungku saat puncak kemelut jiwa gagal dia kelola
aku terkesiap sesaat, tapi maut meringkus nyawa lebih cepat, tumbanglah aku
Sumantri terperanjat, tapi remuk jiwa merambat cepat, dia pun berwajah sendu

“tega nian kau ingkari janji wahai Sumantri, tega nian kau rebahkan adik sendiri
tapi, aku tak terlarai, dan tetap mengirimi harum cinta kepada kakanda Sumantri
sebab kuyakin kau tetap mencintai, dan mengakui aku tak terganti di palung hati
memang karena berada di dunia yang sesat tuju, kau kirim maut ke jantungku ini”

“aku menunggumu kakanda Sumantri karna surga hanya menerima kita bersama
di sana kita selalu bersama, tak terpisahkan lagi, sebab telah kalis dari nafsu dunia”
[Sumantri memikul pedih yang kelabu, sambil berkawan sendu terus menunggu
kedatangan Sukrasana menumpang taring Rahwana, antarkan ajal yang gaharu] …
-*Malang, 2012-

…………
sungguh rangkaian kata panjang penuh makna itu hasil karya seorang sahabat, Djoko Saryono. Ya dia memang pintar dalam segala hal hingga mencapai gelar akademik tertinggi, Prof. DR. Djoko Saryono, M.Pd sekaligus menjadi guru besar di almamaternya, IKIP Malang (sekarang UM).

Dia adalah juga salah satu penggerak awal mapala Jonggring Salaka IKIP Malang dengan nama panggilan Joko Sar,  diantara seangkatan dengan, Cak Palogo, Mas Heru Blek, Didik Dink, Eko Petruk, Sigit, Remon Tambora, Cak Soleh, Tanto, Gunawan Gembik, Agung Celeng, Cak Mul Ceret, mBah Badrusyi eGive, Anggyo Bog, Lilik, Irma, Erma, Mas Joko Set …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar