Rabu, 25 Mei 2016

PENDIDIKAN KELUARGA UNTUK PENDIDIKAN ANAK



Akhir-akhir ini sering terdengar berita tentang perkosaan, tenyang pelecehan kepada perempuan (kebanyakan masih dibawah umur). Puncaknya adalah kematian YY, perawan Bengkulu yang masih dibawah umur, harus meregang nyawa dijadikan ‘pesta libido’ usai minum arak yang memabukkan, oleh sejumlah manusia bejat tidak bermoral.

Semua perhatian pun tertuju kepada nasib neng YY. Aneka sumpah serapah dari berbagai kalangan melalui media sosial pun akhirnya direspon oleh presiden dengan memandatangani perpu tentang hukuman kebiri. Sejalan dengan itu, masalah perkosaan pun semakin sering bermunculan dimana-mana. Menyeruak menjadi berita yang mengharukan.

Masalah lain yang rawan melanda remaja adalah peredaran narkoba, berkembangnya paham radikal, pornografi, judi online dan tindak kriminal lainnya yang pelakunya semakin muda, rata-rata masih anak usia sekolah, sehingga hukum kesulitan menjeratnya.

Konon muaranya adalah lemahnya pengawasan orang tua terhadap perkembangan anaknya ketika bermain dengan sebayanya di luar rumah, juga kurang terlibatnya dalam pendidikan anak dengan pihak sekolah dan pergaulan yang semakin bebas karena pengaruh perkembangan informasi dan tehnologi yang tidak mampu di filter oleh masing-masing individu. Sebab lain adalah godaan perilaku konsumtif meniru gaya hidup hedonis yang dipamerkan dalam media sinematografi.

Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak sangat perlu, agar tahu sejauh mana perkembangan anaknya di sekolah. Orang tua hendaknya mendampingi perkembangan anaknya, baik secara psikologis, intelektualitas  serta kemampuan bersosialisasi dengan teman sebaya dan masyarakat sekelilingnya, sesuai dengan jenjang pendidikannya.

Konon, dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah ‘Tri Pusat Pendidikan’, yaitu pemerintah, masyarakat dan keluarga. Hendaknya ke tiganya bersinergi mengawal anak menuju cita-cita masa depannya dan terhindar dari godaan kehidupan yang semakin beraneka, terkait dengan tawaran barang konsumtif, hidup pragmatis, jauh dari kepatutan norma etika dan ajaran agama. Mau tidak mau sekolah harus sering berkomunikasi dengan orang tua siswanya agar segala perkembangan bisa cepat diketahui dan diapresiasi oleh kedua pihak.

Kelihatannya, pemerintah tengah merancang konsep keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak sebagai upaya membantu sekolah dalam membentuk karakter anak yang sesuai dengan norma agama dan nilai budaya Indonesia yang adiluhung. Seperti menanamkan kreativitas, sikap inovatif, kerjasama, gotong royong, kerja keras, disiplin, rajin, ulet pantang menyerah, cinta lingkungan dan sayang sesama, berakhlak mulia, serta menghargai perbedaan dan keberagaman sesai sesanti sakti bangsa, Bhinneka Tunggal Ika.

Dalam laman Wikipedia, Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Dalam seminar tentang PAUD, sering dikatakan bahwa pendidikan yang baik sejak dini akan berdampak pada perilaku, kesehatan, kematangan emosi, mampu berkomunikasi, bekerja sama dan perkembangan pengetahuan dan keterampilan.

Untuk mengkondisikan harapan diatas, ada baiknya sekolah menyediakan waktu menggelar pertemuan dengan orang tua (semacam parenting), sebagai media pelaporan perkembangan anak kepada orang tua, sehingga mereka ikut bertanggung jawab terhadap perkembangan anak dan ikut menemani anak belajar di rumah. Sukur-sukur bisa membantu jika si anak mengalami kesulitan belajar, atau segera berkoordinasi dengan pihak sekolah, agar segera diketemukan solusinya.

BP-PAUD dan DIKMAS merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,  yang salah satu tugasnya adalah pengembangan program pendidikan nonformal, sedang menyiapkan seperangkat model pendidikan keluarga dengan harapan, orang tua bisa ikut serta membantu pihak sekolah dalam mengawasi, mendampingi dan membina putra putrinya menjalankan aktivitas belajar untuk menata masa depannya yang lebih bahagia dan ceria, sebagai generasi yang cerdas, yang siap menerima estafet kepemimpinan dalam rangka alih generasi.

Model ini hanyalah sebuah pedoman kepada orang tua dalam hal mendampingi anaknya agar tidak menyeleweng dari tujuan sekolah, dan tidak ada jaminan berhasil. Hal ini mengingat banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan seseorang, termasuk pola interaksi dengan lingkungan yang membesarkannya. Untuk itulah dalam upaya mengurangi dampak negatif yang bisa mempengaruhi anak dalam merajut masa depannya, diperlukan sinergi yang baik antara pemerintah, masyarakat dan keluarga. Mari kita tunggu model pendidikan keluarga yang sedang disusun oleh pamong belajar BP-PAUD dan DIKMAS. *[eBas]
   
  

1 komentar:

  1. YY adalah Yuyun (14) yang ditemukan tewas pada 4 april 2016, akibat kekerasan seksual dan dianiaya 14 pemuda di kampungnya yang teler karena mabuk berat usai pesta minum minuman keras jenis arak murahan. Jasad Yuyun ditemukan di jurang sedalam 15 meter dengan kondisi tangan dan kaki diikat.

    BalasHapus