Kata teman saya, yang sudah lama malang melintang di dunia kerelawan,
mengatakan bahwa program kaderisasi itu untuk organisasinya, bukan untuk
relawannya. Alasannya, relawan itu adalah panggilan jiwa. Relawan atau
sukarelawan Biasa diartikan orang yang tanpa dibayar menyediakan waktunya untuk
mencapai tujuan organisasi, dengan tanggung-jawab yang besar atau terbatas,
tanpa atau dengan sedikit latihan khusus, tetapi dapat pula dengan latihan yang
sangat intensif dalam bidang tertentu, untuk bekerja sukarela membantu tenaga
profesional.
Semua orang, siapa saja mampu dan bisa menjadi relawan, namun tidak
semua mau. Masih kata teman saya, yang dianggap senior oleh teman-teman
relawan, bahwa jiwa pengabdian kepada nilia-nilai kemanusiaan yang biasa
dilakukan oleh relawan itu tidak pernah mati. Walau tidak harus turun langsung
ke medan bencana, namun sumbangan pemikirannya, saran dan masukannya tetap akan
menginspirasi relawan lainnya yang lebih yunior.
Karena, bagaimanapun juga yang namanya usia, kondisi kesehatan dan
kebutuhan hidup rumah tangga serta tanggungjawab sosial sebagai anggota
masyarakat juga memerlukan perhatian, dan itu tidak bisa dihindari. Semua pasti
akan terjadi pada setiap manusia, juga relawan. Sehingga persiapan diri dan
keluarganya harus diperhatikan dengan melakukan mitigasi kehidupan dan
penghidupannya, jika masa tuanya nanti tidak ingin dievakuasi karena tidak bisa
mandiri secara ekonomi..
Sementara, Kaderisasi merupakan hal penting guna kelanjutan eksistensi
organisasi. Dalam berbagai literature, sering dikatakan bahwa kaderisasi
merupakan suatu kebutuhan internal yang dilakukan demi kelangsungan dan
kelancaran organisasi. Seperti halnya dengan hukum alam, semua proses pasti
akan terus berulang - ulang dan terus berganti. Ada yang datang pun ada
yang pergi. Itulah hidup.
Tanpa kaderisasi, rasanya sangat sulit dibayangkan sebuah organisasi
dapat bergerak dan melakukan program keorganisasiannya dengan dinamis. Fungsi kaderisasi
adalah mempersiapkan calon penerus yang siap melanjutkan tongkat estafet
aktivitas organisasi, sesuai cita-cita berdirinya organisasi. Dimana,
masing-masing organisasi tentu berbeda dalam melakukan kaderisasi.
Pada umumnya, masing-masing organisasi melakukan kaderisasi dengan cara
merekrut anggota baru untuk kemudian di gembleng dalam subuah tradisi
pendidikan dan pelatihan (diklat) khas masing-masing organisasi, termasuk
penggunaan seragam dan bendera organisasi yang membanggakan.
Namun ada pula yang melakukan kaderisasi cukup dengan cangkruk’an di
warung kopi antara anggota senior dan yunior dalam rangka pewarisan nilai-bilai
kerelawanan. Saling sinau berbagi informasi dan pengalaman lewat obrolan ringan
sambil nyruput kopi dan bahkan main kartu untuk membangun paseduluran. Biasanya
hasil obrolan itu ditindak lanjuti dengan latihan bersama sesuai kesepakatan. Sangat
fleksibel tidak pakai ribet.
Inilah model pengimbasan pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan
dari senior kepada yunior (sistem gethok tular). Model kaderisasi semacam ini
secara organisatoris, sering dianggap lemah dan sulit berkembang. Hanya komitmenlah
yang akan membangun dedikasi dan loyalitas antar anggota. Proses ini biasanya
memakan waktu lama, sepanjang kehidupan itu sendiri.
Kegiatan pengimbasan ini seperti Proses enkulturasi atau proses
“pembudayaan”, yaitu proses seorang individu belajar menyatukan dirinya dengan
lingkungan organisasinya. Di sana, dia akan belajar sesuai pola
pikir,serta sikapnya terhadap adat istiadat, sistem norma, serta aturan-aturan yang
berlaku dalam organisasi.
Memang, masing-masing organisasi punya cara sendiri untuk
mempertahankan eksistensinya, melakukan tugas-tugas kemanusiaan, sesuai
kemampuan dan kesempatan. Karena, sesungguhnyalah dilemma yang sering
menggelayuti seorang relawan itu adalah bagaimana mengatur keseimbangan antara
ngurusi masalah kemanusiaan dan kerumahtanggaan.
Selamat melaksanakan recruitment anggota baru kepada kawan-kawan
pengurus organisasi kerelawanan, yang kini semakin banyak tumbuh dengan keunikannya
masing-masing sesuai bidang yang digeluti, yaitu mengabdi kepada nilai-nilai
kemanusiaan yang terkait dengan upaya pengurangan risiko bencana dan perubahan
iklim yang dilakukan sendiri oleh komunitas masyarakat yang hidup di kawasan
rawan bencana. [eBas].
program pengurangan risiko bencana memberikan pesan pada aspek antisipatif, preventif dan mitigatif kepada masyarakat, khususnya yg bermukim di kawasan rawan bencana. karena merekalah yg akan menikmati pertama kali saat bencana datang sebelum pihak dari luar datang memberikan pertolongan.
BalasHapussayangnya, dari berbagai pengalaman di beberapa tempat, program PRB mengalami kematiannya pelan-pelan karena tidak mampu mandiri yg disebabkan ketidakberlanjutan kegiatan pendampingan program dan proyek tersebut. sangat mustahil bisa lestari pasca proyek langsung diserahkan kpd masyarakat tanpa diikuti dengan program pendampingan dan pemandirian ....