Sabtu, 10 September 2016

KADERISASI KOMUNITAS RELAWAN

Kata teman saya, yang sudah lama malang melintang di dunia kerelawan, mengatakan bahwa program kaderisasi itu untuk organisasinya, bukan untuk relawannya. Alasannya, relawan itu adalah panggilan jiwa. Relawan atau sukarelawan Biasa diartikan orang yang tanpa dibayar menyediakan waktunya untuk mencapai tujuan organisasi, dengan tanggung-jawab yang besar atau terbatas, tanpa atau dengan sedikit latihan khusus, tetapi dapat pula dengan latihan yang sangat intensif dalam bidang tertentu, untuk bekerja sukarela membantu tenaga profesional.

Semua orang, siapa saja mampu dan bisa menjadi relawan, namun tidak semua mau. Masih kata teman saya, yang dianggap senior oleh teman-teman relawan, bahwa jiwa pengabdian kepada nilia-nilai kemanusiaan yang biasa dilakukan oleh relawan itu tidak pernah mati. Walau tidak harus turun langsung ke medan bencana, namun sumbangan pemikirannya, saran dan masukannya tetap akan menginspirasi relawan lainnya yang lebih yunior.

Karena, bagaimanapun juga yang namanya usia, kondisi kesehatan dan kebutuhan hidup rumah tangga serta tanggungjawab sosial sebagai anggota masyarakat juga memerlukan perhatian, dan itu tidak bisa dihindari. Semua pasti akan terjadi pada setiap manusia, juga relawan. Sehingga persiapan diri dan keluarganya harus diperhatikan dengan melakukan mitigasi kehidupan dan penghidupannya, jika masa tuanya nanti tidak ingin dievakuasi karena tidak bisa mandiri secara ekonomi..

Sementara, Kaderisasi merupakan hal penting guna kelanjutan eksistensi organisasi. Dalam berbagai literature, sering dikatakan bahwa kaderisasi merupakan suatu kebutuhan internal yang  dilakukan demi kelangsungan dan kelancaran organisasi. Seperti halnya dengan hukum alam, semua proses pasti akan terus berulang - ulang  dan terus berganti. Ada yang datang pun ada yang pergi. Itulah hidup.

Tanpa kaderisasi, rasanya sangat sulit dibayangkan sebuah organisasi dapat bergerak dan melakukan program keorganisasiannya dengan dinamis. Fungsi kaderisasi adalah mempersiapkan calon penerus yang siap melanjutkan tongkat estafet aktivitas organisasi, sesuai cita-cita berdirinya organisasi. Dimana, masing-masing organisasi tentu berbeda dalam melakukan kaderisasi.

Pada umumnya, masing-masing organisasi melakukan kaderisasi dengan cara merekrut anggota baru untuk kemudian di gembleng dalam subuah tradisi pendidikan dan pelatihan (diklat) khas masing-masing organisasi, termasuk penggunaan seragam dan bendera organisasi yang membanggakan.

Namun ada pula yang melakukan kaderisasi cukup dengan cangkruk’an di warung kopi antara anggota senior dan yunior dalam rangka pewarisan nilai-bilai kerelawanan. Saling sinau berbagi informasi dan pengalaman lewat obrolan ringan sambil nyruput kopi dan bahkan main kartu untuk membangun paseduluran. Biasanya hasil obrolan itu ditindak lanjuti dengan latihan bersama sesuai kesepakatan. Sangat fleksibel tidak pakai ribet.

Inilah model pengimbasan pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan dari senior kepada yunior (sistem gethok tular). Model kaderisasi semacam ini secara organisatoris, sering dianggap lemah dan sulit berkembang. Hanya komitmenlah yang akan membangun dedikasi dan loyalitas antar anggota. Proses ini biasanya memakan waktu lama, sepanjang kehidupan itu sendiri.

Kegiatan pengimbasan ini seperti Proses enkulturasi atau proses “pembudayaan”, yaitu proses seorang individu belajar menyatukan dirinya dengan lingkungan organisasinya. Di sana, dia akan belajar sesuai pola pikir,serta sikapnya terhadap adat istiadat, sistem norma, serta aturan-aturan yang berlaku dalam organisasi.

Memang, masing-masing organisasi punya cara sendiri untuk mempertahankan eksistensinya, melakukan tugas-tugas kemanusiaan, sesuai kemampuan dan kesempatan. Karena, sesungguhnyalah dilemma yang sering menggelayuti seorang relawan itu adalah bagaimana mengatur keseimbangan antara ngurusi masalah kemanusiaan dan kerumahtanggaan.

Selamat melaksanakan recruitment anggota baru kepada kawan-kawan pengurus organisasi kerelawanan, yang kini semakin banyak tumbuh dengan keunikannya masing-masing sesuai bidang yang digeluti, yaitu mengabdi kepada nilai-nilai kemanusiaan yang terkait dengan upaya pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim yang dilakukan sendiri oleh komunitas masyarakat yang hidup di kawasan rawan bencana. [eBas].











1 komentar:

  1. program pengurangan risiko bencana memberikan pesan pada aspek antisipatif, preventif dan mitigatif kepada masyarakat, khususnya yg bermukim di kawasan rawan bencana. karena merekalah yg akan menikmati pertama kali saat bencana datang sebelum pihak dari luar datang memberikan pertolongan.
    sayangnya, dari berbagai pengalaman di beberapa tempat, program PRB mengalami kematiannya pelan-pelan karena tidak mampu mandiri yg disebabkan ketidakberlanjutan kegiatan pendampingan program dan proyek tersebut. sangat mustahil bisa lestari pasca proyek langsung diserahkan kpd masyarakat tanpa diikuti dengan program pendampingan dan pemandirian ....

    BalasHapus