Berawal dari postingan di grup whatsapp Jaring Relawan, yang mengatakan
bahwa organisasi relawan itu harus memiliki surat legal formal kelembagaan,
NPWP dan rekening bank atas nama organisasi. Maka komentar pun muncul beragam.
Ada yang bilang, relawan masih perlu punya dokumen legal formal ya?. Relawan itu yang dibutuhkan semangat di
lapangan untuk bekerja gak perlu akta notaris, dan ada yang menaungi yaitu
BPBD.
Bahkan ada yang sinis mengatakan, ‘Jadi
harus punya legalitas berupa akta notaries dan rekening tabungan, baru bisa
diakui sebagai relawan, kalau gak punya gak bisa diakui ya?, wah ini relawan
model anyar’. Atene dadi relawan kok
leren aneh2 persyaratane, ngalah2i lamaran kerjo. Berarti relawan sekarangitu
sudah menjadi sebuah profesi yang profit ya?.
Ada juga yang berkomentar, lebih
tepatnya memberi saran, agar relawan yang berada di bawah naungan lembaga atau
yang independen (perorangan), hendaknya ‘merapat’
ke BPBD setempat untuk di inventarisir sehingga mudah dimobilisasikan saat
diperlukan di lapangan, melaksanakan tugas kemanusiaan menolong sesama. Artinya,
masyarakat dapat berpartisipasi sebagai relawan
dalam penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana.
Ada yang mengatakan bahwa
relawan adalah orang yang mempunyai kepedulian terhadap sesuatu (lingkungan,
kemanusiaan, kebencanaan, dll), yang dilandasi dengan keikhlasan untuk membantu
sesama tanpa mengharap bantuan. Hal ini sejalan dengan istilah sukarelawan yang mengandung pengertian orang yang dengan sukacita
melakukan sesuatu tanpa rasa terpaksa. Disini, Relawan mempunyai peran besar dalam mensosialisasikan
akan pentingnya alam terhadap segala tingkatan masyarakat serta mengingatkan
beberapa pihak yang lupa akan tugasnya dalam menjaga lingkungannya.
Dalam UU nomor 24 tahun 2007, dikatakan
bahwa Relawan Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disebut relawan, adalah
seorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan dan kepedulian untuk
bekerja secara sukarela dan ikhlas dalam upaya penanggulangan bencana.
Disebutkan pula, prinsip Kerja Relawan adalah,
(a). Cepat dan tepat, (b). Prioritas, (c).
Koordinasi, (d). Berdaya guna dan berhasil guna, (e). Transparansi, (f).
Akuntabilitas, (g). Kemitraan, (h). Pemberdayaan, (i). Non-diskriminasi, (j). Tidak menyebarkan agama, (k). Kesetaraan
gender, (l). Menghormati kearifan lokal.
Prinsip ini hendaknya
dipahami oleh semua relawan, termasuk relawan independen yang tidak bernaung
dalam wadah organisasi. Mereka juga harus berusaha meningkatkan kapasitasnya
secara mandiri, sesuai minatnya. Seperti aktif di cluster dapur umum, cluster
psikososial, tim evakuasi, tim pencarian dan pertolongan (pentol), distribusi logistik,
dan lainnya.
Bisa juga seorang relawan
menguasai banyak bidang, termasuk memperluas jejaring kemitraan untuk mendukung
aksi-aksi kemanusiaan yang dilakukan. Itu tidak haram, bahkan sangat dianjurkan.
Sehingga tenaga dan pikirannya akan benayk bermanfaat bagi sesama, baik saat
tanggap bencana, dan pasca bencana.
Untuk
masa pra bencana, kemampuan relawan independent bisa diperbantukan untuk
melakukan upaya sosialisasi pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan
iklim dalam rangka mewujudkan konsep PRBBK (Pengurangan Risiko Bencana Berbasis
Komunitas).
Sedangkan
pengertian organisasi (relawan) merupakan sekumpulan orang-orang, yang
bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Segaris dengan itu, James D. Mooney mengatakan
bahwa organisasi itu adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai
tujuan bersama.
Organisasi
relawan biasanya bersifat informal, yaitu organisasi yang terbentuk karena
kesamaan minat atau hobby, dan tidak
untuk mencari keuntungan. Mereka lebih peduli untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang membutuhkan. Dalam hal ini, masyarakatlah yang memperoleh
manfaatnya. Walau pun dalam perjalanannya, ada relawan yang pandai memanfaatkan
keberadaannya untuk mendapatkan keuntungan yang signifikan.
Konon, cara
mendirikan organisasi, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), termasuk
organisasi relawan, gampang saja. Pendiri minimal 3 atau 5 orang. Kemudian
disahkan dihadapan notaris dan
dibuatkan akta pendirian organisasi. Persyaratannya fotocopy KTP para pendiri,
dan semua pendiri wajib datang pada saat tanda tangan akta notaris. Akta notaris berisi
tentang akta pendirian organisasi dan anggaran dasar organisasi.
Setelah akta notaris jadi, maka
harus punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Syarat
pembuatan NPWP adalah : Foto Copy KTP Ketua LSM/organisasi, NPWP Ketua, Foto
copy akta notaries, Foto copy
surat keterangan domosili (alamat secretariat) LSM/organisasi dari
desa/kelurahan, dan Stempel organisasi. Syarat tersebut dibawa ke kantor
pajak terdekat, langsung jadi dan gratis. Setelah NPWP jadi, organisasi
tersebut bisa mengadakan kegiatan secara resmi dan menjalin kerjasama dengan
pihak lain, baik itu kerjasama dengan pemerintah maupun swasta.
Komentar yang beraneka itu menandakan
bahwa masih ada yang belum bisa membedakan antara relawan sebagai individu dengan
organisasi relawan sebagai lembaga. Jadi,
syarat yang rodok akeh iku terkait keberadaan organisasinya. Begitu komen
yang lainnya.
Artinya jika organisasi
relawan itu berkeinginan mengajukan proposal untuk mendapatkan dana
penyelenggaraan diklat, seminar, maupun pengadaan sarana prasarana ke lembaga
donor (funding), maka harus melampirkan dokumen legal formal sebagai salah satu
kelengkapan yang harus disertakan dalam proposal.
Lha kalau semuanya
ditangani sendiri secara mandiri, baik secara perorangan atau pun organisasi
(kelompok), ya tidak harus melengkapi dengan dokumen yang aneh-aneh persyaratane. Dengan kata lain, persyaratan legal formal
itu diperlukan untuk mengikuti kegiatan yang sifatnya formal, agar tidak muncul
masalah di belakang. Sehebat apapun kompetensi seorang relawan, tidak akan
diajak manakala tidak didukung syarat administrasi yang diminta.
Yang jelas, sebuah
organisasi, betapapun sederhananya harus mempunyai aturan tertentu (seperti
AD/ART) sebagai pedoman anggotanya, harus mempunyai pengurus organisasi, serta
persyaratan lain yang harus dipunyai. Sehingga keberadaan organisasi (relawan)
diakui secara formal. Karena di dalam kegiatan tertentu, peserta harus melengkapi
diri dengan persyaratan administratif. Kalau tidak punya ya dengan terpaksa
tidak diikutkan.
Dengan kata lain, peran yang
bisa dimainkan oleh relawan sebagai individu yang peduli pada aksi kemanusiaan,
maupun relawan sebagai bagian dari organisasi, sangatlah beragam dan bisa
saling bersinergi dibawah koordinasi BPBD, termasuk memberikan masukan untuk dijadikan bahan penyusunan kebijakan BPBD yang berhubungan dengan relawan.
Ini penting, karena, di dalam
praktek penanggulangan bencana, konon, banyak
pihak yang sudah tahu bagaimana proses dan struktur penanggulangan bencana,
tetapi tidak pernah menerapkannya, sehingga setiap bencana yang datang kita
tidak pernah siap, padahal bencana tidak pernah menunggu kita siap terlebih
dahulu saat datang. Inilah yang harus diubah kedepannya, dan relawan bisa memulainya dengan aksi nyata secara swadaya. Salam kemanusiaan,
salam tangguh bencana. [eBas]
maaf ini murni dari kemampuan saya yg terbatas dlm mengartikan keberadaan relawan.
BalasHapussemoga ada masukan agar apa yg saya pahami itu menjadi benar seperti yg dipahami para relawan yg sempat membaca.
terimakasih
semoga sukses.
BalasHapusMks infonyaa
BalasHapus