Senin, 23 Januari 2017

RELAWAN DAN ORGANISASI RELAWAN

 Berawal dari postingan di grup whatsapp Jaring Relawan, yang mengatakan bahwa organisasi relawan itu harus memiliki surat legal formal kelembagaan, NPWP dan rekening bank atas nama organisasi. Maka komentar pun muncul beragam. Ada yang bilang, relawan masih perlu punya dokumen legal formal ya?.  Relawan itu yang dibutuhkan semangat di lapangan untuk bekerja gak perlu akta notaris, dan ada yang menaungi yaitu BPBD.

Bahkan ada yang sinis mengatakan, ‘Jadi harus punya legalitas berupa akta notaries dan rekening tabungan, baru bisa diakui sebagai relawan, kalau gak punya gak bisa diakui ya?, wah ini relawan model anyar’. Atene dadi relawan kok leren aneh2 persyaratane, ngalah2i lamaran kerjo. Berarti relawan sekarangitu sudah menjadi sebuah profesi yang profit ya?.

Ada juga yang berkomentar, lebih tepatnya memberi saran, agar relawan yang berada di bawah naungan lembaga atau yang independen (perorangan), hendaknya ‘merapat’ ke BPBD setempat untuk di inventarisir sehingga mudah dimobilisasikan saat diperlukan di lapangan, melaksanakan tugas kemanusiaan menolong sesama. Artinya, masyarakat dapat berpartisipasi sebagai relawan  dalam penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana.

Ada yang mengatakan bahwa relawan adalah orang yang mempunyai kepedulian terhadap sesuatu (lingkungan, kemanusiaan, kebencanaan, dll), yang dilandasi dengan keikhlasan untuk membantu sesama tanpa mengharap bantuan. Hal ini sejalan dengan istilah sukarelawan yang mengandung pengertian orang yang dengan sukacita melakukan sesuatu tanpa rasa terpaksa. Disini, Relawan  mempunyai peran besar dalam mensosialisasikan akan pentingnya alam terhadap segala tingkatan masyarakat serta mengingatkan beberapa pihak yang lupa akan tugasnya dalam menjaga lingkungannya.

Dalam UU nomor 24 tahun 2007, dikatakan bahwa Relawan Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disebut relawan, adalah seorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan dan kepedulian untuk bekerja secara sukarela dan ikhlas dalam upaya penanggulangan bencana.

Disebutkan pula, prinsip Kerja Relawan adalah, (a). Cepat dan tepat,  (b). Prioritas, (c). Koordinasi, (d). Berdaya guna dan berhasil guna, (e). Transparansi, (f). Akuntabilitas, (g). Kemitraan, (h). Pemberdayaan, (i). Non-diskriminasi,  (j). Tidak menyebarkan agama, (k). Kesetaraan gender, (l). Menghormati kearifan lokal.

Prinsip ini hendaknya dipahami oleh semua relawan, termasuk relawan independen yang tidak bernaung dalam wadah organisasi. Mereka juga harus berusaha meningkatkan kapasitasnya secara mandiri, sesuai minatnya. Seperti aktif di cluster dapur umum, cluster psikososial, tim evakuasi, tim pencarian dan pertolongan (pentol), distribusi logistik, dan lainnya.

Bisa juga seorang relawan menguasai banyak bidang, termasuk memperluas jejaring kemitraan untuk mendukung aksi-aksi kemanusiaan yang dilakukan. Itu tidak haram, bahkan sangat dianjurkan. Sehingga tenaga dan pikirannya akan benayk bermanfaat bagi sesama, baik saat tanggap bencana, dan pasca bencana.

Untuk masa pra bencana, kemampuan relawan independent bisa diperbantukan untuk melakukan upaya sosialisasi pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim dalam rangka mewujudkan konsep PRBBK (Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas).

Sedangkan pengertian organisasi (relawan) merupakan sekumpulan orang-orang, yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Segaris dengan itu, James D. Mooney mengatakan bahwa organisasi itu adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.

Organisasi relawan biasanya bersifat informal, yaitu organisasi yang terbentuk karena kesamaan minat atau hobby, dan tidak  untuk mencari keuntungan. Mereka lebih peduli untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan. Dalam hal ini, masyarakatlah yang memperoleh manfaatnya. Walau pun dalam perjalanannya, ada relawan yang pandai memanfaatkan keberadaannya untuk mendapatkan keuntungan yang signifikan.

Konon, cara mendirikan organisasi, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), termasuk organisasi relawan, gampang saja. Pendiri minimal 3 atau 5 orang. Kemudian disahkan dihadapan notaris dan dibuatkan akta pendirian organisasi. Persyaratannya fotocopy KTP para pendiri, dan semua pendiri wajib datang pada saat tanda tangan akta notaris. Akta notaris berisi tentang akta pendirian organisasi dan anggaran dasar organisasi.

Setelah akta notaris jadi, maka harus punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 
Syarat pembuatan NPWP adalah : Foto Copy KTP Ketua LSM/organisasi, NPWP Ketua, Foto copy akta notaries, Foto copy surat keterangan domosili (alamat secretariat) LSM/organisasi dari desa/kelurahan, dan Stempel organisasi. Syarat tersebut dibawa ke kantor pajak terdekat, langsung jadi dan gratis. Setelah NPWP jadi, organisasi tersebut bisa mengadakan kegiatan secara resmi dan menjalin kerjasama dengan pihak lain, baik itu kerjasama dengan pemerintah maupun swasta.

Komentar yang beraneka itu menandakan bahwa masih ada yang belum bisa  membedakan antara relawan sebagai individu dengan organisasi relawan sebagai lembaga. Jadi, syarat yang rodok akeh iku terkait keberadaan organisasinya. Begitu komen yang lainnya.  

Artinya jika organisasi relawan itu berkeinginan mengajukan proposal untuk mendapatkan dana penyelenggaraan diklat, seminar, maupun pengadaan sarana prasarana ke lembaga donor (funding), maka harus melampirkan dokumen legal formal sebagai salah satu kelengkapan yang harus disertakan dalam proposal.

Lha kalau semuanya ditangani sendiri secara mandiri, baik secara perorangan atau pun organisasi (kelompok), ya tidak harus melengkapi dengan dokumen yang aneh-aneh persyaratane. Dengan kata lain, persyaratan legal formal itu diperlukan untuk mengikuti kegiatan yang sifatnya formal, agar tidak muncul masalah di belakang. Sehebat apapun kompetensi seorang relawan, tidak akan diajak manakala tidak didukung syarat administrasi yang diminta.

Yang jelas, sebuah organisasi, betapapun sederhananya harus mempunyai aturan tertentu (seperti AD/ART) sebagai pedoman anggotanya, harus mempunyai pengurus organisasi, serta persyaratan lain yang harus dipunyai. Sehingga keberadaan organisasi (relawan) diakui secara formal. Karena di dalam kegiatan tertentu, peserta harus melengkapi diri dengan persyaratan administratif. Kalau tidak punya ya dengan terpaksa tidak diikutkan.

Dengan kata lain, peran yang bisa dimainkan oleh relawan sebagai individu yang peduli pada aksi kemanusiaan, maupun relawan sebagai bagian dari organisasi, sangatlah beragam dan bisa saling bersinergi dibawah koordinasi BPBD, termasuk memberikan masukan untuk dijadikan bahan penyusunan kebijakan BPBD yang berhubungan dengan relawan.

Ini penting, karena, di dalam praktek penanggulangan bencana, konon, banyak pihak yang sudah tahu bagaimana proses dan struktur penanggulangan bencana, tetapi tidak pernah menerapkannya, sehingga setiap bencana yang datang kita tidak pernah siap, padahal bencana tidak pernah menunggu kita siap terlebih dahulu saat datang. Inilah yang harus diubah kedepannya, dan relawan bisa memulainya dengan aksi nyata secara swadaya. Salam kemanusiaan, salam tangguh bencana. [eBas]





3 komentar:

  1. maaf ini murni dari kemampuan saya yg terbatas dlm mengartikan keberadaan relawan.
    semoga ada masukan agar apa yg saya pahami itu menjadi benar seperti yg dipahami para relawan yg sempat membaca.
    terimakasih

    BalasHapus