Minggu, 15 Januari 2017

SALING SINAU MODEL KOMUNITAS RELAWAN

Istilah saling sinau yang dicetuskan sekaligus diamalkan oleh kawan-kawan Komunitas Relawan Indonesia (K.R.I),konon tidak dibatasi  harus sinau apa, jadwalnya kapan, tempatnya juga terserah dimana saja yang penting nyaman, dan siapa yang berkenan memimpin sinau pun tidak ada pedomannya, siapa saja boleh. Disini yang dipentingkan adalah bersemuka untuk mempererat tali silaturahim dan saling memotivasi.

Semua proses saling sinau dibiarkan mengalir secara informal. Dari siapa untuk apa oleh siapa tentang apa, semuanya dibiarkan berjalan alami, tanpa kurikulum, pun tanpa aturan yang membatasi interaksi dan komunikasi. Semua itu bisa bertahan sampai sekarang itu hanya dilandasi komitmen untuk saling peduli, saling berbagi dan beradaptasi. Disitulah letak kekuatannya K.R.I.

Buktinya, beberapa kali membuat acara latihan bersama untuk meningkatkan keterampilan dan kapasitas anggota K.R.I (termasuk relawan lain yang berkenan gabung), terlaksana secara spontan. Jika pun harus ada rapat persiapan yang agak serius, biasanya terkait dengan peminjaman peralatan dan perijinan dari pihak luar.

Begitu juga ketika akan turun saat ada bencana, kawan-kawan akan berhitung dulu. Bila situasi dan kondisi memungkinkan, seperti punya dana yang cukup untuk mendukung operasi selama di lokasi, dan pekerjaan utama masing-masing personil bisa dikompromikan, maka mereka akan turun berpartisipasi bergabung dengan relawan lain di lapangan, bersama melakukan upaya penanggulangan bencana.

Ini sangat manusiawi sekali. Karena, bagaimanapun juga, relawan harus mengutamakan keberlangsungan kehidupan keluarganya, pun sebagai anggota masyarakat dimana dia tinggal.

Saling sinau, boleh saja diterjemahkan sebagai kegiatan ngobrol pintar (ngopi), baik antar anggota K.R.I maupun lintas organisasi relawan, dengan mengedepankan kesetaraan dan paseduluran. Biasanya, yang menjadi tema ‘ngopi’ adalah informasi dari anggota yang berkesempatan mengikuti diklat atau seminar. Materi itulah yang dijadikan acara saling sinau. Tidak menutup kemungkinan, acara 'ngopi' juga digunakan untuk menggagas kegiatan ekonomi produktif, rencana pengadaan peralatan maupun seragam anggota, dan lainnya. Itu sah saja walaupun tidak selalu terwujud. Namanya juga gagasan spontan, guyon parikeno, kata orang Jawa.  

Tentu, agar lebih gayeng, maka nyruput kopi lah yang menjadi salah satu pendampinya yang menyemangati obrolan sinambi guyonan. Tempatnya pun bisa di warung kopi, atau dimana saja yang disepakati, tanpa durasi waktu yang ditentukan.

Kayaknya kelakuan ngopi bareng tipis-tipis ini juga menjadi kebiasaan relawan penanggulangan bencana dimana pun berada, mungkin yang berbeda adalah aturan mainnya saja. Versi K.R.I, ngopi bareng ini, diharapkan dalam rangka membangun kapasitas dan menigkatkan keterampilan sekaligus sebagai media menularkan ilmu kepada yunior pada khususnya, dan kepada khalayak ramai pada umumnya.

Hal ini sesuai dengan wejangan Gus Rois Al-Hakim, sebagai sesepuh sekaligus pelindung K.R.I, bahwa melalui acara ‘ngopi’ dan latihan untuk mengasah keterampilan itu, diharapkan terjadi peningkatan kapasitas sekaligus memperluas jarring kemitraan antar relawan pegiat kemanusiaan dan penanggulangan bencana, sehingga keberadaannya bisa memberi manfaat bagi sesama. Salam kemanusiaan. [eBas]   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar