Istilah saling
sinau yang dicetuskan sekaligus diamalkan oleh kawan-kawan Komunitas Relawan
Indonesia (K.R.I),konon tidak dibatasi
harus sinau apa, jadwalnya kapan, tempatnya juga terserah dimana saja
yang penting nyaman, dan siapa yang berkenan memimpin sinau pun tidak ada
pedomannya, siapa saja boleh. Disini yang dipentingkan adalah bersemuka untuk
mempererat tali silaturahim dan saling memotivasi.
Semua proses
saling sinau dibiarkan mengalir secara informal. Dari siapa untuk apa oleh
siapa tentang apa, semuanya dibiarkan berjalan alami, tanpa kurikulum, pun
tanpa aturan yang membatasi interaksi dan komunikasi. Semua itu bisa bertahan
sampai sekarang itu hanya dilandasi komitmen untuk saling peduli, saling
berbagi dan beradaptasi. Disitulah letak kekuatannya K.R.I.
Buktinya,
beberapa kali membuat acara latihan bersama untuk meningkatkan keterampilan dan
kapasitas anggota K.R.I (termasuk relawan lain yang berkenan gabung),
terlaksana secara spontan. Jika pun harus ada rapat persiapan yang agak serius,
biasanya terkait dengan peminjaman peralatan dan perijinan dari pihak luar.
Begitu juga
ketika akan turun saat ada bencana, kawan-kawan akan berhitung dulu. Bila
situasi dan kondisi memungkinkan, seperti punya dana yang cukup untuk mendukung
operasi selama di lokasi, dan pekerjaan utama masing-masing personil bisa
dikompromikan, maka mereka akan turun berpartisipasi bergabung dengan relawan
lain di lapangan, bersama melakukan upaya penanggulangan bencana.
Ini sangat
manusiawi sekali. Karena, bagaimanapun juga, relawan harus mengutamakan
keberlangsungan kehidupan keluarganya, pun sebagai anggota masyarakat dimana dia
tinggal.
Saling sinau,
boleh saja diterjemahkan sebagai kegiatan ngobrol pintar (ngopi), baik antar
anggota K.R.I maupun lintas organisasi relawan, dengan mengedepankan kesetaraan dan paseduluran. Biasanya,
yang menjadi tema ‘ngopi’ adalah informasi dari anggota yang berkesempatan
mengikuti diklat atau seminar. Materi itulah yang dijadikan acara saling sinau.
Tidak menutup kemungkinan, acara 'ngopi' juga digunakan untuk menggagas kegiatan
ekonomi produktif, rencana pengadaan peralatan maupun seragam anggota, dan
lainnya. Itu sah saja walaupun tidak selalu terwujud. Namanya juga gagasan
spontan, guyon parikeno, kata orang Jawa.
Tentu, agar
lebih gayeng, maka nyruput kopi lah yang menjadi salah satu pendampinya yang
menyemangati obrolan sinambi guyonan. Tempatnya pun bisa di warung kopi, atau
dimana saja yang disepakati, tanpa durasi waktu yang ditentukan.
Kayaknya
kelakuan ngopi bareng tipis-tipis ini juga menjadi kebiasaan relawan
penanggulangan bencana dimana pun berada, mungkin yang berbeda adalah aturan
mainnya saja. Versi K.R.I, ngopi bareng ini, diharapkan dalam rangka membangun kapasitas
dan menigkatkan keterampilan sekaligus sebagai media menularkan ilmu kepada
yunior pada khususnya, dan kepada khalayak ramai pada umumnya.
Hal ini sesuai
dengan wejangan Gus Rois Al-Hakim, sebagai sesepuh sekaligus pelindung K.R.I,
bahwa melalui acara ‘ngopi’ dan latihan untuk mengasah keterampilan itu,
diharapkan terjadi peningkatan kapasitas sekaligus memperluas jarring kemitraan
antar relawan pegiat kemanusiaan dan penanggulangan bencana, sehingga
keberadaannya bisa memberi manfaat bagi sesama. Salam kemanusiaan. [eBas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar