kejadian
bencana alam yang kerap muncul akhir-akhir ini, seperti gempa, banjir, tanah longsor, dan sebagainya itu
menandakan Indonesia sebagai negara yang rentan terhadap bencana. Ya, dari
tahun ke tahun bencana di atas selalu bermunculan diberbagai daerah dengan
membawa kerugian yang tidak sedikit, bahkan tidak jarang nyawa melayang karena
ketidaksiapan mengadapi bencana. Dengan kata lain, kita memang kurang peduli
terhadap upaya mitigasi dalam rangka mengurangi risiko bencana.
Kini,
berbagai media massa tengah meneriakkan akan pentingnya mitigasi. Bahkan
presiden pun telah memerintahkan mendikbud untuk memasukkan materi kebencanaan
ke dalam kurikulum sekolah. Sementara berbagai komunitas relawan penanggulangan
bencana di berbagai daerah telah melakukan sosialisasi kebencanaan serta
mengadakan simulasi menghadapi bencana kepada siswa sekolah maupun masyarakat.
Mitigasi
adalah kegiatan yang dikerjakan sebelum bencana terjadi. Contoh kegiatannya
antara lain membuat peta wilayah rawan bencana, pembuatan bangunan tahan gempa,
penanaman pohon bakau, penghijauan hutan, serta memberikan penyuluhan dan
meningkatkan kesadaran masyarakat yang tinggal di wilayah rawan gempa.
Tujuannya
adalah, (1) Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya
bagi penduduk, seperti korban jiwa, kerugian ekonomi, dan kerusakan sumber daya
alam, (2) Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan. (3)
Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi serta mengurangi dampak
bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman dan tenang.
Kiranya,
pesan-pesan mitigasi bencana itu bisa diselipkan dalam program pendidikan
nonformal. Seperti pembelajaran dalam pendidikan kesetaraan, pendidikan
multikeaksaraan, PAUD dan program-program lain yang diselenggarakan oleh satuan
pendidikan nonformal. Karena, mayoritas sasaran didik dari pendidikan nonformal
itu masyarakat yang masih berkubang dalam lingkaran kemiskinan,
keterbelakangan, dan kebodohan. Mereka belum menganggap bencana sebagai hal
yang mengancam, mereka masih sibuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
Untuk
itu tutor dalam pembelajarannya, diharapkan bisa meningkatkan kapasitas
masyarakat marjinal untuk mengambil tindakan inisiatif dalam mengurangi dampak bencana
yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. Secara partisipatif, tutor mengajak
menyusun langkah mitigasi yang diarahkan pada pengurangan kerentanan fisik,
lingkungan, kesehatan dan sosial-ekonomi, untuk menurunkan kerentanan individu,
keluarga, dan masyarakat melalui pemberian materi tentang manajemen bencana,
kesiapsiagaan dan pengurangan risiko serta tanggap darurat bencana.
Makanya,
tutor sebagai tulang punggung pendidikan nonformal harus ‘move on’ lebih dulu untuk kemudian bersama warga belajar melakukan
pendataan dan pemetaan di wilayah kerjanya yang rawan bencana. serta pemasangan
raambu- rambu peringatan evakuasi jika terjadi bencana. Hasilnya memang belum
tampak, yang penting upaya upaya pengurangan risiko bencana telah dimulai, termasuk mengajak masyarakat
melakukan mitigasi di daerahnya. Agar masyarakat memahami karakteristik bencana
di wilayahnya agar dapat terhindar atau paling tidak masyarakat bisa mengenali
bahaya bencana yang ada di daerahnya dan mengurangi risikonya.
Wacana
yang berkembang akhir-akhir ini, setiap sekolah harus memasukkan materi
mitigasi bencana ke dalam kegiatan ekstrakurikuler. Alasannya agar siswa
benar-benar terbiasa cara mencegah bencana serta cara menyelamatkan diri dalam
keadaan darurat bencana yang ada di daerahnya. Artinya, materi mitigasi ini hendaknya
bisa membangun kesadaran siswa untuk mencegah terjadinya bencana dengan
mengubah perilaku hidup yang pro pelestarian lingkungan, bukan sebatas
pengetahuan saja.
Sesungguhnyalah upaya penyadaran membangun
masyarakat tangguh menghadapi bencana memerlukan proses panjang dan
berkesinambungan. Untuk itulah diharapkan kemendikbud mengeluarkan aturan
tentang kewajiban sekolah memberi materi mitigasi sesuai dengan potensi bencana
yang ada di daerah masing-masing. Kemudian dikerjasamakan dengan BPBD dan
komunitas relawan setempat untuk bersama melakukan simulasi kebencanaan, serta
merawat lingkungan guna mencegah kerusakan alam di wilayahnya. [eBas/jumat 4/1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar