Kamis, 04 November 2021

MEMBAKAR SAMPAH MENGURANGI POTENSI BANJIR

Musim penghujan telah datang. Walaupun masih sporadis dan tidak lama, namun warga perlu segera  mengantisipasi, karena dibeberapa daerah, banjir dan longsor telah muncul menyertai datangnya musim hujan. Bahkan, banjir diawal musing penghujan sudah menimbulkan kerusakan yang parah, termasuk korban meninggal.

Ramalan BMKG mengatakan bahwa antara bulan Oktober 2021 hingga Februari 2022 akan ada La Nina yang dapat menimbulkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, angin kencang dan tanah longsor. Jelas ramalan ini harus diwaspadai, termasuk meningkatkan kesiapsiagaan di daerah yang memiliki potensi bencana di atas.

Kemudian, apa yang harus dilakukan oleh warga?. Paling tidak bisa berpartisipasi untuk mengurangi terjadinya bencana (khususnya banjir) dengan menjaga kebersihan lingkungan dari tumpukan sampah, membantu membersihkan saluran air (got, sungai/kali kecil) dari sedimentasi.

Warga juga diharapkan untuk melaporkan ke petugas terkait tentang adanya tanggul sungai yang rusak, saluran box culvert yang buntu dan berbau karena sampah yang dibuang oleh oknum tertentu. Termasuk melaporkan besi penutup bak kontrol saluran air yang hilang dicuri.

Terkait dengan sampah, khususnya sampah plastik, kiranya perlu kesadaran untuk mengelolanya. Bisa menggunakan cara  Reuse, yaitu menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya. Reduce yang berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah, dan Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat. Namun tidak mudah melakukannya, perlu prasyarat tertentu.

Seperti diketahui, plastik (styrofoam) itu sangat sulit diurai oleh mikroorganisme di dalam tanah. Perlu waktu puluhan tahun. Sementara sampah plastik terus bertambah setiap hari tanpa henti. Bahkan warga semakin tergantung kepada plastik karena praktis dan murah. Sementara, tumpukan sampah warga, kadang tidak terangkut oleh tukang sampah secara ajeg karena faktor tertentu.

Senyampang hujan belum datang dengan intensitas tinggi, tidak ada salahnya jika warga bergotong royong “memusnahkan” sampah yang ada di sekitr pemukiman warga secara mandiri. Cara yang paling murah dan mudah adalah dibakar.

Namun, sebelum membakar sampah, perlu dipastikan bahwa lokasinya aman dan saat bakar sampah harus ditunggui sampai sampah habis tanpa sisa, untuk kemudian dipastikan juga, bahwa api sudah benar-benar mati tanpa ada bara yang masih menyala.

Memang, konon ada larangan membakar sampah, bahkan bisa dikenai sanksi pidana. Namun bagimana jika sampah sampai menumpuk tidak segera diangkut, sehingga dieker-eker oleh anjing, kucing, tikus dan pemulung. Belum lagi bau busuk yang ditimbulkan serta berpotensi menjadi sumber penyakit.

Mari, semua warga berpikir jernih untuk menangani masalah sampah secara bergotong royong agar tidak berpotensi banjir (genangan) yang bikin susah banyak pihak. Sungguh, tanpa partisipasi warga, jelas pemerintah akan “termehek-mehek” menangani sampah. Tanpa peran serta warga dalam menghadapi bencana, tentu potensi banjir saat hujan deras, hanya menunggu waktu. Salam Lestari. [eBas/KamisWage-04112021]

1 komentar:

  1. ketika warga sudah berperan aktif membersihkan saluran air (sungai, got) dari sampah dan endpan lumpur. namun akan sia2 jika di bagian atas (Pegunungan yang menjadi sumber mata air) digunduli oleh oknum, lahan pegunungan yang awalnya lebat oleh aneka vegetasi, lereng bebukitan digunduli untuk dialih fungsikan atas nama kebijakan (dan kepentingan), maka itulah awal manusia mengundang bahaya berupa bansor.

    begitu juga ketika relawan melalui gerakan penghijauan yg tidak didukung pemerintah (regulasi) maka ketika pepohonan itu tumbuh subur, akan rawan untuk ditebang oleh berbagai tangan yg tidak bertanggung jawab.
    kalau sudah begini, sungguh sia-sia jerih payah relawan berjibaku lelah tanpa hasil nyata,

    tabahkan hatimu wahai relawan

    BalasHapus