Musim penghujan telah datang.
Walaupun masih sporadis dan tidak lama, namun warga perlu segera mengantisipasi, karena dibeberapa daerah,
banjir dan longsor telah muncul menyertai datangnya musim hujan. Bahkan, banjir diawal musing penghujan
sudah menimbulkan kerusakan yang parah, termasuk korban meninggal.
Ramalan BMKG mengatakan bahwa
antara bulan Oktober 2021 hingga Februari 2022 akan ada La Nina yang dapat
menimbulkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, angin kencang dan tanah longsor. Jelas ramalan ini harus diwaspadai,
termasuk meningkatkan kesiapsiagaan di daerah yang memiliki potensi bencana di
atas.
Kemudian, apa yang harus
dilakukan oleh warga?. Paling tidak bisa berpartisipasi untuk mengurangi
terjadinya bencana (khususnya banjir) dengan menjaga kebersihan lingkungan dari
tumpukan sampah, membantu
membersihkan saluran air (got, sungai/kali kecil) dari sedimentasi.
Warga juga diharapkan untuk
melaporkan ke petugas terkait tentang adanya tanggul sungai yang rusak, saluran
box culvert yang buntu dan berbau karena sampah yang dibuang oleh oknum
tertentu. Termasuk melaporkan besi penutup bak kontrol saluran air yang hilang
dicuri.
Terkait dengan sampah, khususnya
sampah plastik, kiranya perlu kesadaran untuk mengelolanya. Bisa menggunakan
cara Reuse, yaitu menggunakan kembali
sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi
lainnya. Reduce yang berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan
sampah, dan Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang
atau produk baru yang bermanfaat. Namun tidak mudah melakukannya, perlu
prasyarat tertentu.
Seperti diketahui, plastik
(styrofoam) itu sangat sulit diurai oleh mikroorganisme di dalam tanah. Perlu
waktu puluhan tahun. Sementara sampah plastik terus bertambah setiap hari tanpa
henti. Bahkan warga semakin tergantung kepada plastik karena praktis dan murah.
Sementara, tumpukan sampah warga, kadang tidak terangkut oleh tukang sampah
secara ajeg karena faktor tertentu.
Senyampang hujan belum datang
dengan intensitas tinggi, tidak ada salahnya jika warga bergotong royong
“memusnahkan” sampah yang ada di sekitr pemukiman warga secara mandiri. Cara
yang paling murah dan mudah adalah dibakar.
Namun, sebelum membakar sampah,
perlu dipastikan bahwa lokasinya aman dan saat bakar sampah harus ditunggui
sampai sampah habis tanpa sisa, untuk kemudian dipastikan juga, bahwa api sudah
benar-benar mati tanpa ada bara yang masih menyala.
Memang, konon ada larangan
membakar sampah, bahkan bisa dikenai sanksi pidana. Namun bagimana jika sampah
sampai menumpuk tidak segera diangkut, sehingga dieker-eker oleh anjing,
kucing, tikus dan pemulung. Belum lagi bau busuk yang ditimbulkan serta berpotensi menjadi sumber penyakit.
Mari, semua warga berpikir jernih
untuk menangani masalah sampah secara bergotong royong agar tidak berpotensi
banjir (genangan) yang bikin susah banyak pihak. Sungguh, tanpa partisipasi
warga, jelas pemerintah akan “termehek-mehek”
menangani sampah. Tanpa peran serta warga
dalam menghadapi bencana, tentu potensi banjir saat hujan deras, hanya menunggu waktu. Salam
Lestari. [eBas/KamisWage-04112021]
ketika warga sudah berperan aktif membersihkan saluran air (sungai, got) dari sampah dan endpan lumpur. namun akan sia2 jika di bagian atas (Pegunungan yang menjadi sumber mata air) digunduli oleh oknum, lahan pegunungan yang awalnya lebat oleh aneka vegetasi, lereng bebukitan digunduli untuk dialih fungsikan atas nama kebijakan (dan kepentingan), maka itulah awal manusia mengundang bahaya berupa bansor.
BalasHapusbegitu juga ketika relawan melalui gerakan penghijauan yg tidak didukung pemerintah (regulasi) maka ketika pepohonan itu tumbuh subur, akan rawan untuk ditebang oleh berbagai tangan yg tidak bertanggung jawab.
kalau sudah begini, sungguh sia-sia jerih payah relawan berjibaku lelah tanpa hasil nyata,
tabahkan hatimu wahai relawan