Senin, 07 Februari 2022

DESTANA ITU BUKAN DE-S-TANA

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan untuk melindungi masyarakat dari ancaman bencana. Salah satu strategi untuk mewujudkan hal ini adalah melalui pengembangan desa/kelurahan tangguh terhadap bencana dengan upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK).

Dalam PRBBK, proses pengelolaan risiko bencana melibatkan secara aktif masyarakat dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau dan mengevaluasi risiko bencana untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan kemampuannya.

Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah sebuah desa atau kelurahan yang memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana.

Kemampuan ini diwujudkan dalam perencanaan pembangunan yang mengandung upaya-upaya pencegahan, kesiapsiagaan, pengurangan risiko bencana dan peningkatan kapasitas untuk pemulihan pascabencana.

Dalam Destana, masyarakat terlibat aktif dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau, mengevaluasi dan mengurangi risiko-risiko bencana yang ada di wilayah mereka, terutama dengan memanfaatkan sumber daya lokal demi menjamin keberkelanjutan.

Adapun tujuan dari program Destana itu diantaranya adalah, Meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya kelompok rentan, dalam pengelolaan sumber daya untuk mengurangi risiko bencana.

Meningkatkan kerjasama antara para pemangku kepentingan dalam PRB, pihak pemerintah daerah, lembaga usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyakarat (LSM), organisasi masyarakat, dan kelompok-kelompok lainnya yang peduli.

Di atas adalah nukilan dari Perka BNPB Nomor 1, tahun 2012, tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana. Perka ini diharapkan juga diketahui oleh pegiat forum agar bisa turut mengawal perjalanan program Destana.

Yosua, dalam postingannya di grup whatsapp mengatakan bahwa forum bisa mengawal Destana menjadi bener-bener implementatif, bukan sekedar event, lomba yang digawe pantes-pantesan. Karena bencana itu nyata. Artinya, mereka yang diberi mandat memfasilitasi Destana mampu mewujudkan harapan yang diprogramkan.

Sehingga program ini benar-benar menghasilkan DESTANA (Desa Tangguh Bencana) sesuai Perka, bukan DE-S-TANA ( Desa "Seolah-olah" Tangguh Bencana) sekedar untuk daya serap anggaran. Istilahnya mBah Dharmo, Mung digawe menggugurkan kewajiban.

Seperti layaknya program pemerintah yang lain, program Destana juga diawali, antara lain dengan penentuan lokasi dan peserta program. Selanjutnya pelaksanaan program dan pendampingan yang kemudian diarahkan untuk mengikuti lomba Destana tahunan.

Begitulah siklusnya. Pemenang Destana tingkat pratama, tahun depan berhak diikutkan ke lomba Destana tingkat madya. Begitu seterusnya. Konon, penentuan Desa yang akan mengikuti program Destana itu, tergantung dari kebijakan pejabat setempat, yang seringkali bertentangan dengan kriteria yang ada di dalam Perka.

Kondisi yang demikian  membuat mBah Dharmo, sebagai Sekjen FPRB Jawa Timur merasa prihatin. Dia ingin mengajak ‘kabinetnya’ untuk berbenah.

“Ternyata merubah pemahaman yang kurang pas itu butuh tenaga ekstra dan hati yang sabar. Ini menjadi PR kita bersama. Semoga WAG rumah bersama kita ini bisa menjadi salah satu sarana untuk merubah Pemahaman  Destana ke arah yang sesuai dengan Perka yang ada,” Harap Mbah Dharmo. 

Alumni UPN Jogjakarta ini juga mengatakan bahwa paradigma penanganan bencana harus mulai kita geser, Dari emergency respons ke pengurangan risiko bencana (pra, saat dan pasca). Respons bencana harus menjadi investasi kedepan, karena biaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan, akan lebih murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan saat tanggap darurat.

Tentu, ajakan Sekjen forum yang “nyambi” sebagai dosen di prodi kebencanaan, Universitas Airlangga, Surabaya ini tidaklah mudah untuk diwujudkan. Banyak faktor yang berpotensi menghambatnya.

Untuk itulah, tidak ada salahnya jika pengurus forum memprogramkan kegiatan peningkatan kapasitas anggotanya. Paling tidak mengagendakan sarasehan untuk memahami 10 hal yang harus diketahui tentang FPRB. Diantaranya, FRPB adalah perwujudan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana di daerahnya.

FPRB memiliki Visi, Memastikan Pembangunan Daerah Berbasis Pengurangan Risiko Bencana. Memastikan pemberdayaan masyarakat  dilakukan di daerah dalam membangun ketangguhan terhadap bencana.

Memastikan kelembagaan penanggulangan bencana dapat bersinergi dengan baik, antara BPBD  dengan OPD, antara pemerintah daerah dengan masyarakat dan lembaga usaha. Serta memastikan anggaran penanggulangan bencana cukup digunakan dalam penanggulangann bencana sesuai dengan risiko bencana di daerahnya.

“Upaya memahami 10 hal di atas juga tidak mudah dan menjadi PR kita bersama, bahkan mungkin akan diwariskan kepada pengurus periode selanjutnya,” Kata anggota grup yang enggan disebut namanya karena takut dengan jargon “Wani Usul kudu Wani Mikul”.

Yang jelas, ketakutan Yosua tentang program Destana yang kepleset menjadi sekedar desa seolah-olah tangguh bencana, hendaknya melahirkan keprihatinan bersama. Kira-kira bentuk keprihatinan itu yang bagaimana ya ?.

Mari kita tunggu ramuan strategis yang akan ditawarkan oleh Yosua untuk memandirikan Destana dalam arti luas. Atau, menunggu dibahas dalam rakor yang sebentar lagi akan digelar. Wallaho a’lam bishowab. [eBas/SelasaKliwon-08022022]

 

 

  

1 komentar:

  1. Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, partisipasi dan kemitraan pemangku kepentingan perlu terus dibangun.
    Dalam kesempatan yang sama, Prof. Samsul Maarif menyampaikan urusan bencana itu urusan sipil, namun tetap menjadi tanggungjawab pemerintah. FPRB diminta mengajak pemerintah dalam membuat rencana operasi yang melibatkan 8 klaster, termasuk TNI/Polri untuk dibawa ke DPRD dalam Rapat Dengar Pendapat Umum.
    Untuk itulah program Sapa Destana harus menjadi ikon untuk mendampingi pengurus dam relawan desa yg tergabung dalam destana agar menjadi aktor di daerahnya manakala ada kejadian bencana. semoga

    BalasHapus