Minggu, 06 Februari 2022

UPAYA PEMBENTUKAN FPRB TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Sebenarnya, sejak tahun 2020, upaya membentuk forum pengurangan risiko bencana di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Timur telah didengungkan. Bahkan, kala itu BNPB sendiri yang memfasilitasi pertemuan di Hotel Grand Mercure Mirama, Surabaya, Jawa Timur, selama dua hari.  Senin (26/10/2020) dan Selasa (27/10/2020).

Harapannya waktu itu adalah, tahun 2021 seluruh Kabupaten/Kota di wilayah Jawa Timur sedah terbentuk FPRB. Namun nyatanya harapan itu mbleset, entah kenapa. Padahal seluruh pengurus forum yang ditunjuk oleh Sekjen forum yang terpilih lewat musyawarah daring, telah bekerja keras untuk menginisiasi terbentuknya forum.

Padahal, konon FPRB itu merupakan wadah atau mekanisme untuk memfasilitasi kerjasama para  pihak (pentahelix) dalam upaya pengurangan risiko bencana melalui suatu Platform/Forum.

Tahun 2021 telah lewat. Kini masuk pada tahun 2022 yang bershio macan. Sementara belum semua Kabupaten/Kota yang masih enggan membentuk forum dengan berbagai alasan. Masih berproses.

Mungkin, dari situlah kemudian muncul surat dari Kalaksa BPBD Provinsi Jawa Timur nonor 360/168/208.1/2022, tanggal 27 Januari 2022, perihal pembentukan FPRB tingkat Kabupaten/Kota.

Dengan terbentuknya forum  yang memperhatikan keterwakilan dari berbagai unsur meliputi; pemerintah, lembaga usaha, organisasi masyarakat, kelompok-kelompok profesi, kategori-kategori lain, termasuk kelompok difabel, kelompok perempuan, dan keterwakilan dari wilayah.

Merekalah nantinya yang akan bersama-sama membangun sinergi di segala bidang untuk menjadikan bahan masukan penyusunan kebijakan, mulai tahap pra bencana, tanggap bencana, dan pasca bencana. Sehingga akan diperoleh regulasi dan kebijakan kerkenaan dengan ketangguhan masyarakat menghadapi bencana.

Pertanyaannya kemudian, apakah dengan keluarnya surat dari kalaksa BPBD Provinsi Jawa Timur itu, kemudian secara otomatis semua BPBD yang belum membentuk forum, langsung berkenan membentuknya ?. tentu semua tergantung pada daerah masing-masing.

Yang jelas, tidak hanya sekedar membentuk saja dengan gebyar seremonial yang bergengsi, untuk kemudian dibiarkan tanpa ada pembinaan dan pelibatan dalam pelaksanaan programnya. Tindak lanjut pasca pembentukan forum itulah yang mungkin menjadi pikiran tersendiri dari BPBD setempat.

Untuk itulah, perlu ada dialog antar pihak untuk membangun kesepahaman, terkait pengelolaan bencana sehingga dapat membantu menyelaraskan berbagi kebijakan, perencanaan dan program pembangunan. Jelas ini tidak mudah, perlu proses untuk menyamakan “frekwensi” antar pihak.

Dari situlah, forum bisa turut mensukseskan empat prioritas yang ditetapkan oleh sendai framework for disaster risk reduktion (SFDRR), yang meliputi upaya memahami risiko bencana, memperkuat tata kelola risiko bencana untuk mengelola risiko bencana,  investasi dalam pengurangan risiko bencana untuk ketangguhan, dan memperkuat kesiapsiagaan bencana untuk respon yang efektif, dan membangun kembali dengan lebih baik dalam pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.

Sesungguhnyalah empat prioritas Sendai itu sudah dicoba terjemahkan dalam kegiaan FPRB Jawa Timur. Diantaranya seperti program sambang deso sinau bareng (SDSB) dan Sapa Destana. Ke dua program ini sebagai upaya meningkatkan kapasitas komunitas relawan setempat agar mampu tampil sebagai aktor utama ketika daerahnya “dikunjungi” bencana. Tentu tetap dibawah koordinasi BPBD setempat.

Begitu juga dengan pemanfaatan media sosial yang ada untuk sebar informasi pengurangan risiko bencana kepada khalayak ramai, telah dilakukan oleh pengurus forum yang membidangi.

Alangkah eloknya jika BPBD mengapresiasi kiprah para aktor dibidang pengurangan risiko bencana itu, diajak duduk bersama, ngobrol bareng untuk menyepakati pembentukan FPRB dengan segala program dan aturan mainnya.

Sungguh, jika BPBD bisa memfasilitasi dialog partisipatif antar semua elemen petahelix, tentu seluruh Kabupaten/Kota di tahun 2022 yang bertepatan dengan shio macan air ini, akan memiliki mitra kritis yang diamanatkan oleh UU nomor 24 tahun 2007, bernama forum pengurangan risiko bencana. [eBas/SeninWage-07022022]

1 komentar:

  1. tetap semangat menebar manfaat untuk sosialisasi PRB membngun masyarakat tangguh bencana.

    BalasHapus