Sebenarnya, sejak tahun 2020, upaya membentuk forum pengurangan risiko bencana di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Timur telah didengungkan. Bahkan, kala itu BNPB sendiri yang memfasilitasi pertemuan di Hotel Grand Mercure Mirama, Surabaya, Jawa Timur, selama dua hari. Senin (26/10/2020) dan Selasa (27/10/2020).
Harapannya
waktu itu adalah, tahun 2021 seluruh Kabupaten/Kota di wilayah Jawa Timur sedah
terbentuk FPRB. Namun nyatanya harapan itu mbleset,
entah kenapa. Padahal seluruh pengurus forum yang ditunjuk oleh Sekjen forum
yang terpilih lewat musyawarah daring, telah bekerja keras untuk menginisiasi
terbentuknya forum.
Padahal,
konon FPRB itu merupakan wadah atau mekanisme untuk memfasilitasi kerjasama
para pihak (pentahelix) dalam upaya
pengurangan risiko bencana melalui suatu Platform/Forum.
Tahun 2021
telah lewat. Kini masuk pada tahun 2022 yang bershio macan. Sementara belum
semua Kabupaten/Kota yang masih enggan membentuk forum dengan berbagai alasan. Masih
berproses.
Mungkin,
dari situlah kemudian muncul surat dari Kalaksa BPBD Provinsi Jawa Timur nonor
360/168/208.1/2022, tanggal 27 Januari 2022, perihal pembentukan FPRB tingkat
Kabupaten/Kota.
Dengan
terbentuknya forum yang memperhatikan
keterwakilan dari berbagai unsur meliputi; pemerintah,
lembaga usaha, organisasi masyarakat, kelompok-kelompok profesi,
kategori-kategori lain, termasuk kelompok difabel, kelompok perempuan, dan
keterwakilan dari wilayah.
Merekalah
nantinya yang akan bersama-sama membangun sinergi di segala bidang untuk
menjadikan bahan masukan penyusunan kebijakan, mulai tahap pra bencana, tanggap
bencana, dan pasca bencana. Sehingga akan diperoleh regulasi dan kebijakan
kerkenaan dengan ketangguhan masyarakat menghadapi bencana.
Pertanyaannya
kemudian, apakah dengan keluarnya surat dari kalaksa BPBD Provinsi Jawa Timur
itu, kemudian secara otomatis semua BPBD yang belum membentuk forum, langsung berkenan
membentuknya ?. tentu semua tergantung pada daerah masing-masing.
Yang jelas,
tidak hanya sekedar membentuk saja dengan gebyar seremonial yang bergengsi,
untuk kemudian dibiarkan tanpa ada pembinaan dan pelibatan dalam pelaksanaan
programnya. Tindak lanjut pasca pembentukan forum itulah yang mungkin menjadi
pikiran tersendiri dari BPBD setempat.
Untuk itulah,
perlu ada dialog antar pihak untuk membangun kesepahaman, terkait pengelolaan
bencana sehingga dapat membantu menyelaraskan berbagi kebijakan, perencanaan
dan program pembangunan. Jelas ini tidak mudah, perlu proses untuk menyamakan “frekwensi” antar pihak.
Dari situlah,
forum bisa turut mensukseskan empat prioritas yang ditetapkan oleh sendai
framework for disaster risk reduktion (SFDRR), yang meliputi upaya memahami
risiko bencana, memperkuat tata kelola risiko bencana untuk mengelola risiko
bencana, investasi dalam pengurangan
risiko bencana untuk ketangguhan, dan memperkuat kesiapsiagaan bencana untuk
respon yang efektif, dan membangun kembali dengan lebih baik dalam pemulihan,
rehabilitasi dan rekonstruksi.
Sesungguhnyalah
empat prioritas Sendai itu sudah dicoba terjemahkan dalam kegiaan FPRB Jawa
Timur. Diantaranya seperti program sambang deso sinau bareng (SDSB) dan Sapa
Destana. Ke dua program ini sebagai upaya meningkatkan kapasitas komunitas relawan
setempat agar mampu tampil sebagai aktor utama ketika daerahnya “dikunjungi” bencana. Tentu tetap
dibawah koordinasi BPBD setempat.
Begitu juga
dengan pemanfaatan media sosial yang ada untuk sebar informasi pengurangan
risiko bencana kepada khalayak ramai, telah dilakukan oleh pengurus forum yang
membidangi.
Alangkah eloknya
jika BPBD mengapresiasi kiprah para aktor dibidang pengurangan risiko bencana
itu, diajak duduk bersama, ngobrol bareng untuk menyepakati pembentukan FPRB
dengan segala program dan aturan mainnya.
Sungguh,
jika BPBD bisa memfasilitasi dialog partisipatif antar semua elemen petahelix,
tentu seluruh Kabupaten/Kota di tahun 2022 yang bertepatan dengan shio macan
air ini, akan memiliki mitra kritis yang diamanatkan oleh UU nomor 24 tahun 2007,
bernama forum pengurangan risiko bencana. [eBas/SeninWage-07022022]
tetap semangat menebar manfaat untuk sosialisasi PRB membngun masyarakat tangguh bencana.
BalasHapus