Kamis, 14 Juli 2022

NGOBROL ASIK TENTANG SPAB

            Seperti biasa, beberapa anggota Jamaah LC yang tidak sibuk, selalu menikmati malam dengan ngopi bareng di basecamp Keputih, Surabaya. Kali ini Kaspo datang sambil membawa sekilo gula pasir dan roti goreng. Sedang Mukidi membawa gorengan. Begitulah budaya gotong royong yang tercipta di kalangan anggota Jamaah LC. Saling berbagi tanpa paksaan, apalagi dipaksa. Semua berbasis keikhlasan.

Sambil menikmati kopi adukannya si Dhalbo, mereka ngobrol tentang program sosialisasi satuan pendidikan aman bencana (SPAB) yang akan dilaksanakan oleh Mukidi dan timnya. Ya, Mukidi memang salah satu anggota tim SPAB yang mumpuni sehingga dipercaya banyak pihak.

Dalam berbagai literatur, dikatakan bahwa konsep SPAB adalah satuan pendidikan yang menerapkan standar sarana dan prasarana serta budaya yang mampu melindungi warga satuan pendidikan dan lingkungan di sekitarnya dari bahaya bencana. Dengan tujuan, Meningkatkan kemampuan sumber daya di satuan pendidikan dalam menanggulangi dan mengurangi risiko bencana;, Melindungi investasi pada satuan pendidikan agar aman terhadap bencana,

Kemudian, meningkatkan kualitas sarana dan prasarana satuan pendidikan agar aman terhadap bencana, Memberikan perlindungan dan keselamatan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dari dampak bencana di satuan Pendidikan, Memastikan keberlangsungan layanan pendidikan pada satuan pendidikan yang terdampak bencana,

Selanjutnya, memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik risiko bencana dan kebutuhan satuan Pendidikan, Memulihkan dampak bencana di satuan Pendidikan, dan Membangun kemandirian satuan pendidikan dalam menjalankan program SPAB.

Sayangnya, harapan yang indah itu belum seindah warna aslinya. Kata Cak Kaspo, yang dari tadi sibuk dengan gawainya, bahwa praktek SPAB selama ini masih terkesan asal jalan dan seremonial belaka tanpa tindak lanjut (sangat tergantung anggaran). Sebuah anggapan pribadi dari Cak Kaspo yang perlu dipahami tanpa emosi.

 “Menurut saya, program SPAB itu diutamakan untuk sekolah yang di daerahnya ada potensi bencana,” Kata si Dhalbo, menimpali anggapan Cak Kaspo, sebagai upaya meningkatkan wawasan. Minimal mengasah kemampuan berargumentasi (ngeyelan).

Masih kata Dhalbo, yang suka ngeyel itu, dalam program SPAB, yang dipentingkan adalah, pihak sekolah paham akan adanya potensi bencana di daerahnya, dan bagaimana mengurangi risikonya, serta apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana dan harus berbuat apa setelah bencana.

“Ingat lho, pendidik itu tugasnya sudah banyak. Disamping melaksanakan kegiatan belajar mengajar, juga harus menyelesaikan urusan administrasi untuk keberlangsungan kariernya agar tidak disemprit atasannya,” Ujarnya, sambil nyakot roti goreng.

Artinya, tiga modul SPAB yang meliputi Pilar 1, tentang Fasilitas Sekolah Aman, Pilar 2, tentang Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana, serta Pilar 3, yang membahas Manajemen Bencana di Sekolah, tidak harus dikuasai oleh warga sekolah.

Untuk itu perlu ada kerjasama dengan forum pengurangan risiko bencana (F-PRB) setempat dalam melakukan pelatihan dan simulasi penanggulangan bencana, sesuai jenis potensi bencana yang ada. Termasuk membentuk tim siaga bencana sekolah dan menyusun berbagai dokumen yang diperlukan.

“Kayaknya tidak mungkin semua itu dibebankan ke pihak sekolah. Harus ada pihak ke tiga yang dilibatkan agar SPAB dapat benar-benar berkontribusi dalam upaya membangun budaya tangguh,” Tambahnya.

Semua peserta terkesima oleh ocehan si Dhalbo. Sudah mirip bicaranya nara sumber kebencanaan, yang biasa disewa oleh lembaga dan tidak tergantikan.

“Tumben omonganmu enak di denngar dan ada benarnya. Emang tadi pagi sarapan apa kok pinter,” Seloroh Mukidi, yang disambut gelak tawa lainnya. Seperti biasanya, si Dhalbo hanya nyengir kuda.

Tapi ingat, masih kata Mukidi, bahwa program SPAB itu sudah ada aturannya (dan anggarannya) yang harus dilakukan dengan baik agar tidak menjadi temuan saat ada pemeriksaan dari inspektorat, misalnya.

“Namanya program ya harus berjalan sesuai aturan dan ada laporannya sebagai bentuk pertanggungjawaban. Masalah program itu berdampak atau tidak kepada sasaran, itu urusan lain,” Ucapnya lagi.

Semakin malam, obrolanya semakin mengasyikkan. Walaupun tidak masuk dalam tataran ilmiah, namun seluruh peserta berani dengan merdeka mengemukakan pendapat bahkan saling mendebat untuk memperkuat pendapat tanpa menghujat.

Dalam kesempatan itu Mukidi juga bilang, bahwa dia pernah mendengar tentang konsep ketangguhan masyarakat dalam sebuah rapat yang digelar sambil saling merapat.

Dikatakan bahwa tanda masyarakat tangguh itu memiliki akses informasi tentang bencana sehingga bisa segera bersiap diri, kemudian memiliki daya antisipasi terhadap segala kemungkinan, lalu daya proteksi diri menghadapi bencana yang datang, memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan, sesuai konsep Living Harmony with Risk, serta memiliki daya lenting untuk segera pulih diri pasca bencana.

Semua ini tentu tidak mungkin bisa dikerjakan sendiri oleh pemerintah (dalam hal ini BPBD). Perlu menggandeng F-PRB sebagai mitra yang bisa diajak untuk melaksanakan program BPBD. Apalagi F-PRB Jawa timur memiliki program SDSB (sambang dulur sinau bareng). Itu bisa dimanfaatkan untuk menindak lanjuti program SPAB (dan destana) dalam rangka membangun budaya tangguh bencana.

Obrolan asik ngalor ngidul yang tidak ada simpulannya itu berlangsung sampai larut malam. Tanda bahwa anggota Jamaah LC senang jagongan bertukar pengalaman untuk menambah wawasan, sekaligus bergotong royong memperkuat pertemanan tanpa melemahkan, seperti yang sering disuarakan oleh banyak pihak. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/kamis Legi-14072022]

 

 

  

 

 

 

 

 

 

 

2 komentar:

  1. sesungguhnyalah berbagai lembaga telah memiliki program destana dan spab dengan nama lain sesuai dengan visi misi masing2 lembaga. tujuannya sama membangun kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat menghadapi bencana.
    tinggal bagaimana masing2 lembaga itu mengemas program sedemikian rupa untuk kemudian dipublikasikan melalui berbagai media agar diketahui oleh khalayak ramai.
    tentu semua itu ada anggaran publikasi yang memadai, atau
    jika tidak ada anggaran maka tergantung pada komitmen, militansi dan loyalitas semua elemen untuk berkenan atau tidak mempublikasikan segala kiprahnya kepada khalayak ramai.
    semua adalah pilihan

    BalasHapus
  2. foto di atas yg dijadikan pemanis tulisan itu merupakan foto terakhir kami bersama mas Aditya (ke dua dari kiri, memakai rompi) yang telah mendahului kami anggota Jamaah LC menghadap Tuhan pada senin (27/06/2022) malam karena sakit.
    mas Aditya merupakan anggota KTGD sekaligus ikut merintis berdirinya Jamaah LC.
    semoga mas Aditya tenang disisi-NYA

    BalasHapus