Beberapa hari yang lalu, tepatnya
tanggal 11 Desember 2023, diperingati sebagai hari gunung internasional. Peringatan
ini merpakan upaya menyadarkan kita semua akan pentingnya menjaga pelestarian
ekosistem dan keanekaragaman hayati yang
ada di gunung (termasuk dihutan dan pantai).
Konon, tema hari gunung internasional
tahun ini adalah "Memulihkan ekosistem pegunungan", yang harus
didukung oleh kebijakan politik, penelitian ilmiah, dan dukungan dana
operasional.
Hal ini sebagai upaya mempercepat
penghijauan dan mencegah penggundulan gunung untuk usaha ekonomi dengan mengabaikan
potensi bencana (termasuk rusaknya habitat flora fauna), yang akan muncul akibat
perubahan tata guna lahan.
Dalam peringatan ini, berbagai komunitas
di seluruh dunia diharapkan berkontribusi untuk menyelamatkan gunung dengan
segala isinya. Salah satunya dengan melakukan penghijauan diawal musim penghujan.
Ya, mereka tidak hanya menghujaukan gunung saja. Namun juga menghijaukan area hutan dan lahan kosong untuk
mengurangi terjadinya kekeringan (kekurangan air) dan bahaya banjir longsor. Serta
menanami pantai dengan mangrove, cemara udang, waru, sono laut, dan tumbuhan lain
yang cocok di area pesisir,
Salah satu contoh adalah
komunitas sahabat giri wana (SGW), yang bermarkas di Surabaya barat. Di awal
musim penghujan ini, mereka telah memulai ”merawat” alam bekerja sama
dengan berbagai pihak, menanam pohon untuk ‘melestarikan’ kehidupan. Tidak lupa mereka juga
mendiskusikannya sambil nyruput kopi dan menikmati semilirnya malam di alam
terbuka.
Jika memungkinkan, mereka juga dapat
melakukan upaya memahamankan masyarakat melalui edukasi dan promosi tentang
pentingnya upaya pelestarian lingkungan hidup untuk mengurangi risiko bencana. Seperti,
upaya mengatasi deforestasi, mempromosikan praktik pertanian yang
berkelanjutan, serta mengurangi dampak aktivitas manusia yang merugikan
ekosistem gunung, hutan dan pantai.
Dengan demikian, setiap orang
dapat menjadi bagian dari upaya melindungi keanekaragaman hayati serta
ekosistem di gunung, hutan, dan pantai. Termasuk melestarikan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat di sekitarnya.
Sementara, Cak nDan dengan komunitasnya
di Kota Malang, yang telah mendedikasikan diri untuk ‘merawat’ alam
dengan caranya sendiri. Konon, hasilnya juga mulai dirasakan oleh berbagai
pihak.
Begitu juga dengan komunitas lain
yang tidak disebut disini. Mereka, dengan kemampuannya, juga berbuat untuk
pelestarian alam.
Ya, mereka adalah pekerja sunyi
yang luput dari pemberitaan media. Bahkan kelakuan mereka yang memberi manfaat bagi
kehidupan, enggan dipublikasikan. Semua itu, konon untuk menjaga keikhlasan
sebagai ladang mencari pahala-NYA.
Musim hujan telah datang di
penghujung tahun 2023, waktunya para pegiat alam dan pecinta lingkungan beraksi
dengan penuh dedikasi dan loyalitas tanpa batas, menghijaukan gunung, dan hutan
yang beberapa waktu lalu kering kerontang, meranggas dan terbakar oleh panasnya
kemarau.
Mereka juga merawat pohon bakau yang menjadi tempat hidup biota laut sekaligus
penahan ombak alami agar tidak terjadi banjir rob, abrasi serta intrusi, yang membahayakan
kehidupan. Bismillah, mari kita bersama merawat lingkungan alam sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Salam Lestari. [eBas/JumatKliwon-15122023]
tetap semangat kawan...
BalasHapusjika kita tidak dapat turut beraksi menanam pohon di hutan, gunung dan pantai, kitabisa menanam di pekarangan/lahankosong disekitar rumah kita, atau mengajak warga tetangga untuk menjaga kebersihan lingkungan dan selokan dari sampah agar tidak terjadi genangan ketika hujan deras.
sungguh banyak cara untuk berbuat baik