Ngobrol pintar penanggulangan bencana yang digelar secara webinar kali ini, rabu (14/08/2024) malam, mengambil topik, Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) dan Tata Kelola Pemerintah Daerah.
Dalam paparannya, Cahyo dari BNPB mengatakan bahwa RPB dan dokumen PB lainnya yang harus disusun secara lengkap itu sifatnya dinamis menyesuaikan perkembangan jaman, sebagai pijakan dalam penyusunan kebijakan di bidang penanggulangan bencana.
Dikatakan pula bahwa dokumen itu juga diharapkan dapat mewadahi keinginan berbagai pihak, dan harus dapat mewarnai penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). untuk itulah saat ini sedang disusun perkuatan BPBD dan personilnya melalui beberapa regulasi yang direvisi.
Untuk itulah, masih kata Cahyo, diperlukan komitmen dari kepala daerah terhadap masalah kebencanaan beserta anggaran pendukungnya, agar dokumen PB itu benar-benar dapat menjadi acuan penyusunan kebijakan. Dengan kata lain, BPBD sebenarnya sudah mempunyai rencana menyusun dokumen, namun pihak Pemerintah daerah kurang menaruh perhatian dikarenakan kebijakan.
Belum lagi, kebijakan politik lokal biasanya sangat dominan pengaruhnya terhadap penyusunan dokumen PB, dan BPBD serta BNPB pun sering tidak berdaya menghadapinya. Walaupun sudah ada regulasi yang mengatur.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh peserta, bahwa keberhasilan RPB dalam penyelenggaraan PB di daerah, tergantung keberhasilan memadukan RPB ke dalam RPJMD. Pertanyaannya kemudian, bagaimana trik untuk mensukseskan pemaduan RPB ke dalam RPJMD. Sebab, biasanya RPJMD disusun berdasarkan isu-isu strategis dari kepala daerah.
Padahal, ada yang bilang bahwa isu kebencanaan itu masuk ke dalam isu strategis pembangunan daerah. Karena resiliensi bencana menjadi salah satu dari 17 arah pembangunan yang tertuang dalam RPJPN dan RPJPD Provinsi se Indonesia.
Mungkinkah masalah ini yang membuat banyak BPBD yang belum memiliki RPB ?. bahkan mungkin, banyak dokumen yang belum disusun sebagai korban kebijakan daerah.
Apalagi, dikatakan oleh nara sumber bahwa untuk menyusun dokumen itu perlu keterlibatan ahli, pakar, praktisi, akademisi, dan konsultan itu kapasitas dan kwalitasnya masih beragam, namun honorariumnya tidak murah. Untuk itu diusulkan ada standar minimum kompetensi untuk mereka.
Sementara itu, konon diperlukan anggaran yang tidak sedikit untuk menyusun dokumen PB. Jumlahnya sekitar 50 sampai 100 juta (bisa lebih). sungguh jumlah itu sangat sulit dipenuhi oleh daerah yang masuk kategori terpencil/tertinggal, terdepan dan terluar, dengan sumber daya manusia yang jauh dari cukup.
Dari anggaran itu, paling banyak habis untuk acara rapat-rapat dan seremonial yang dihadiri para pejabat. Sedang untuk kegiatan FGD dan konsultasi publik, biasanya didukung dana ala kadarnya saja.
Sehingga, yang sering terjadi, acara seremonial di atas hanyalah formalitas belaka. Di banyak kasus, setelah para pejabat angkat kaki pasca pembukaan, maka terciptalah suasana santai, bahkan ada juga yang ikut balik kanan, yang penting sudah absen (menyerahkan surat tugas, SPPD, dan ambil amplop jika ada).
Kalau sudah begini, maka mutu yang dihasilkan ya hanya begitulah, tidak usah mencari kambing hitam, yang penting daya serap anggaran sudah sesuai aturan.
Sementara itu ada yang menggelitik dari paparannya Didik. S. Mulyono, yang mengatakan agar masyarakat sipil hendaknya mengawal regulasi/kebijakan yang disusun, agar tetap berjalan sesuai jalurnya. Siapakah yang dimaksud dengan masyarakat sipil ?.
Kemudian, pernyataan menggelitik lainnya dari Didik adalah, banyak anggota legislatif yang berfungsi ganda. Harusnya sebagai pengawas, namun sering juga merangkap sebagai pelaksana yang bermain di belakang layar.
Demikianlah catatan yang sempat tercatat. Sebenarnya masih banyak hal yang menggelitikdari acara Ngopi PB. Sungguh semua peserta yang berjumlah sekitar 130 itu pasti punya catatan sendiri untuk bahan cerita kepada anggota komunitas lainnya dalam rangka pemerataan informasi.
Semoga catatan ini tidak menimbulkan kegaduhan, dan dipaido secara berjamaah karena dianggap berseberangan dalam hal catat mencatat materi webinar ini. [eBas/KamisWage-15082024]

Bagaimana strategi PB jangka pendek, menengah, dan panjang yang diadopsi dalam RPB untuk menghadapi berbagai jenis bencana. Apakah ada prioritas tertentu terhadap jenis bencana ?. Bagaimana RPB memastikan koordinasi antar pihak dalam PB ?
BalasHapusSejauh mana kekesiapsiagaan masyarakat dlm menghadapi bencana telah terintegrasi dlm PBbagaimana mekanisme EWS diimplementasikan dalam RPB, dan seberapa efektifkah sistem tersebut dalam mengurangi dampak bencana ?. apa saja langkah yg diambil dalam RPB untuk memastikan respon cepat terhadap bencana. terutama di daerah terpencil.
BalasHapus