“Anggota IABI harus dapat berperan melalui
tulisan, baik yang dimuat dalam media massa, termasuk jurnal ilmiah maupun
karya ilmiah hasil penelitian dan kajian yang bisa digunakan oleh pemerintah sebagai
bahan penyusunan kebijakan dalam hal
penanggulangan bencana,” Kata Syamsul maarif, kepala bdan nasional
penanggulangan bencana (BNPB), saat berbincang santai dengan beberapa akademisi
dan praktisi penanggulangan bencana di Hotel Melia, Jogjakarta, senin (25/5)
malam.
Ikatan ahli kebencanaan Indonesia (IABI)
sebagai wadah bagi akademisi, praktisi, perekayasa dan para pemerhati
kebencanaan, untuk saling berbagi pengalaman, tukar informasi dalam rangka
mengembangkan industri dan teknologi yang bisa mendukung proses penanggulangan
bencana.
Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan
Sudibyakto, Ketua IABI saat wawancara dengan wartawan media nasional, bahwa Indonesia
yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi karena berbagai bencana, harusnya
bisa memproduksi sendiri sarana dan prasarana untuk menangani bencana, sehingga
tidak selalu menggantungkan kepada bangsa lain untuk memenuhinya.
Dengan demikian perlu ada sinergi antara
peneliti, perekayasa dan akademisi serta lembaga riset, pelaku usaha dan
pemerintah untuk membuat kajian dan prototipe mengenai sarana prasarana yang
dapat mendukung saat melakukan operasi tanggap bencana di berbagai daerah
sesuai kondisi geografis Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Syamsul maarif, yang
juga seorang dosen sosiologi di fisip Universitas Negeri Jember ini, mengatakan
bahwa idealnya Indonesia mampu mengembangkan teknologi dan industri kebencanaan
secara mandiri, baik berupa peralatan deteksi dini dari berbagai bencana,
maupun berbagai peralatan dan perlengkapan kedaruratan lain yang selama ini
masih harus dibeli dari luar negeri.
Sebenarnya, produk-produk perlengkapan yang
mendukung kegiatan penanggulangan bencana itu sudah banyak dihasilkan oleh
orang Indonesia sendiri, masalahnya hanya terbentur pada harga dan lemahnya promosi,
sementara produk luar negeri sangat gencar dalam promosi dan kemasan yang
menarik, jumlah, jenis dan harganya pun berani bersaing.
“Beberapa kelompok relawan sudah ada yang
mencoba mengenbangkan produksi peralatan yang ada hubungannya dengan
kebencanaan, mutunya pun lumayan, namun, karena keterbatasan modal, maka ketika
ada pesanan dalam jumlah banyak mereka kesulitan memenuhinya. Untuk itu kiranya
perlu ada perhatian dan pembinaan dari pemerintah agar industri dan teknologi peralatan
kebencanaan yang direkayasa oleh tenaga dalam negeri bisa berkembang,” Kata
Yuli, seorang relawan senior, memberi masukan.
Artinya, BNPB sebagai pengguna utama, secara
berkala membuat acara gelar pameran peralatan pendukung penanggulangan bencana
yang diproduksi di dalam negeri seperti yang diselenggarakan di kampus UGM
berbarengan dengan acaranya IABI.
Acara ini sekaligus dijadikan media pamer prototipe
hasil kajian dari para peneliti, perekayasa dan akademisi. Seperti alat deteksi
dini, alarm gempa, alat serba guna untuk deteksi tanah longsor dan gas beracun
dan sejenisnya. Sukur-sukur jika hasil temuan akademisi dan civitas kampus ini
dilombakan sebagai upaya memotovasi tumbuhnya kajian-kajian dan penelitian yang
menghasilkan teknologi tepat guna.
Ismanto, peserta pameran dari Semarang,
mengatakan bahwa kegiatan ini sangat menarik dan perlu diagendakan secara rutin
dengan menggandeng sponsor untuk melihat perkembangan teknologi pendukung
penanggulangan bencana.
“Saya senang bisa berpartisipasi dalam
kegiatan ini, banyak informasi yang saya dapatkan dari berbagai daerah terkait
dengan upaya penanggulangan bencana dan metode sosialisasi pengurangan risiko
bencana yang mengedepankan potensi lokal,” Katanya dengan penuh antusias.
Mungkin ke depan, masih kata pria berkaca
mata ini, BNPB bisa membukukan hasil-hasil temuan teknologi tepat guna serta
pengalaman-pengalaman penanggulangan bencana yang dilakukan oleh masing-masing
komunitas dalam upaya menangani aneka bencana di berbagai daerah, sehingga bisa
menjadi bahan reverensi bagi mereka yang membutuhkan.
Banyak harapan yang mengemuka dari acara pertemuan
ilmiah tahunan riset kebencanaan yang tahun ini mengambil tema, membangun
kemandirian industri dan teknologi
berbasis riset kebencanaan. Termasuk menggunakan produk-produk dalam
negeri untuk melakukan operasi pra bencana, tanggap bencana maupun pasca
bencana, sehingga industri dalam negeri yang bergerak dibidang sarana prasarana
penunjang penanggilangan bencana bisa berkembang. [eBas]
wah sudah disiapkan seperti ini ya, semenja banyak datangnya bencana atau peristiwa anek ya...
BalasHapus