Selasa, 09 Juni 2015

IABI MITRA KRITIS BNPB?



Dari beberapa perbincangan dengan akademisi yang menjadi anggota ikatan ahli kebencanaan Indonesia (IABI), ada keinginan kuat untuk menjadikan organisasi ini berjalan dinamis dengan berbagai pemikiran kritis, memberikan rekomendasi kepada pemerintah (dalam hal ini BNPB) sebagai bahan masukan perumusan kebijakan penanggulangan bencana di Indonesia, dengan memperhatikan berbagai kepentingan, utamanya upaya pelestarian lingkungan. serta melibatkan berbgai pihak yang peduli terhadap alam dan kemanusiaan (LSM, dan Relawan).

Hal ini mengingat masalah kebencanaan itu (sekarang) telah menjadi kajian interdisipliner para pakar yang terhimpun dalam IABI untuk melakukan berbagai kajian dan penelitian interdisipliner tentang masalah kebencanaan. Mengingat mereka datang dari berbagai keilmuan yang berbeda, termasuk berbeda dalam menterjemahkan apa itu bencana, maka perlu ada wahana bersemuka yang terjadwal untuk menyamakan visi dan persepsi tentang persoalan kebencanaan di indonesia.

Dalam majalah Zerorisk, edisi September – Oktober, 2003, dikatakan bahwa pusta-pusat studi bencana (di berbagai kampus) dan lembaga riset yang ada, hendaknya dapat menyajikan hasil kajian dan penelitian yang bermutu, sehingga nantinya bisa berkontribusi dalam upaya pengurangan risiko bencana. Paling tidak, hasil kajian dan penelitian itu bisa dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Hal ini sejalan dengan pesan pasal 3 Undang-undang nomor 34 tahun 2007, tentang penanggulangan bencana, yang menyebutkan asas penanggulangan bencana itu salah satunya adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Artinya, upaya penanggulangan bencana di Indonesia sejauh mungkin harus mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Apa yang ditulis majalah Zerorisk di atas, jelas menyatakan betapa penting ilmu pengetahuan dan teknologi dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia, sehingga tidak terlalu salah jika IABI dituntut menampakkan perannya melalui penelitian, kajian, riset dan teknologi tepat guna yang bisa mendukung kegiatan penanggulangan bencana, mulai dari pra bencana, tanggap bencana, pasca bencana dan masa rehabilitasi dan rekonstruksi.

Ini penting, karena masih banyak BPBD Kabupaten/Kota, saat akan menjalankan kebijakan dari BNPB, harus meminta restu dan persetujuan dari perangkat penguasa otoda. Di sisi lain, maju mundurnya kegiatan BPBD pun sangat ditentukan oleh kreativitas, kepedulian dan keberanian dari pejabat BPBD itu sendiri serta dukungan dari pejabat yang menjadi atasannya langsung, khususnya terkait dengan dukungan dana APBD, baik tingkat I maupun tingkat II yang signifikan.

Seperti diketahui bersama bahwa bencana yang terjadi di berbagai daerah, tidaklah sama antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu penanganannya pun memerlukan pendekatan berbasis kajian dan penelitian yang beragam sesuai karakteristik dan potensi lokal, sekaligus sumber daya manusia yang bertugas menangani penanggulangan bencana.

IABI yang anggotanya banyak dari unsur akademisi, diharapkan juga berkenan menularkan ilmunya kepada para pegiat kebencanaan, melalui berbagai diklat, seminar, diskusi dan sarasehan lainnya, termasuk (jika memungkinkan) melibatkan relawan dalam melakukan kajian dan penelitian, sebagai tenaga pengumpul data, penyebar instrumen, serta melakukan pendampingan kepada masyarakat di kawasan rawan bencana, seperti dalam program destana, kampung siaga bencana dan istilah lainnya, yang intinya menyiapkan masyarakat yang sadar bencana, seperti konsep yang digagas BNPB, Living Harmony With Disaster.

Apa yang terpapar di atas, merupakan garapan para ahli kebencanaan yang bisa dinarasikan ke dalam karya-karya ilmiah untuk memperkaya kepustakaan bidang bencana. Sehingga, tidak terlalu salah jika IABI dituntut menampakkan perannya melalui penelitian, kajian, riset, rekayasa ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa mendukung kegiatan penanggulangan bencana di semua tahap.

Hal ini penting, karena pengalaman sering mengatakan bahwa masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengenali potensi bencana di wilayahnya sebelum bencana terjadi. Dengan kata lain, masyarakat, bahkan pemerintah setempat baru sadar dan peduli terhadap upaya penanggulangan bencana setelah terjadi bencana dengan berbagai kerugian yang ditimbulkannya. Upaya penyadaran ini pun juga menjadi salah satu ranah IABI.

Semoga IABI sebagai mitra dialog BNPB yang kritis berbasis keilmuan, bisa segera membumikan budaya tangguh bencana kepada masyarakat di sekitar kawasan rawan bencana, tentunya bersama-sama dengan komponen bangsa lainnya yang selama aktif berkhitmad sebagai relawan kemanusiaan.*[eBas]



1 komentar: