Dari beberapa perbincangan dengan akademisi
yang menjadi anggota ikatan ahli kebencanaan Indonesia (IABI), ada keinginan
kuat untuk menjadikan organisasi ini berjalan dinamis dengan berbagai pemikiran
kritis, memberikan rekomendasi kepada pemerintah (dalam hal ini BNPB) sebagai
bahan masukan perumusan kebijakan penanggulangan bencana di Indonesia, dengan
memperhatikan berbagai kepentingan, utamanya upaya pelestarian lingkungan.
serta melibatkan berbgai pihak yang peduli terhadap alam dan kemanusiaan (LSM,
dan Relawan).
Hal ini mengingat masalah kebencanaan itu
(sekarang) telah menjadi kajian interdisipliner para pakar yang terhimpun dalam
IABI untuk melakukan berbagai kajian dan penelitian interdisipliner tentang
masalah kebencanaan. Mengingat mereka datang dari berbagai keilmuan yang
berbeda, termasuk berbeda dalam menterjemahkan apa itu bencana, maka perlu ada
wahana bersemuka yang terjadwal untuk menyamakan visi dan persepsi tentang
persoalan kebencanaan di indonesia.
Dalam majalah Zerorisk, edisi September –
Oktober, 2003, dikatakan bahwa pusta-pusat studi bencana (di berbagai kampus)
dan lembaga riset yang ada, hendaknya dapat menyajikan hasil kajian dan
penelitian yang bermutu, sehingga nantinya bisa berkontribusi dalam upaya pengurangan
risiko bencana. Paling tidak, hasil kajian dan penelitian itu bisa dijadikan
pedoman dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Hal ini sejalan dengan pesan pasal 3
Undang-undang nomor 34 tahun 2007, tentang penanggulangan bencana, yang menyebutkan
asas penanggulangan bencana itu salah satunya adalah ilmu pengetahuan dan
teknologi. Artinya, upaya penanggulangan bencana di Indonesia sejauh mungkin
harus mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Apa yang ditulis majalah Zerorisk di atas,
jelas menyatakan betapa penting ilmu pengetahuan dan teknologi dalam upaya
penanggulangan bencana di Indonesia, sehingga tidak terlalu salah jika IABI
dituntut menampakkan perannya melalui penelitian, kajian, riset dan teknologi
tepat guna yang bisa mendukung kegiatan penanggulangan bencana, mulai dari pra
bencana, tanggap bencana, pasca bencana dan masa rehabilitasi dan rekonstruksi.
Ini penting, karena masih banyak BPBD
Kabupaten/Kota, saat akan menjalankan kebijakan dari BNPB, harus meminta restu
dan persetujuan dari perangkat penguasa otoda. Di sisi lain, maju mundurnya
kegiatan BPBD pun sangat ditentukan oleh kreativitas, kepedulian dan keberanian
dari pejabat BPBD itu sendiri serta dukungan dari pejabat yang menjadi
atasannya langsung, khususnya terkait dengan dukungan dana APBD, baik tingkat I
maupun tingkat II yang signifikan.
Seperti diketahui bersama bahwa bencana yang
terjadi di berbagai daerah, tidaklah sama antara satu dengan lainnya. Oleh
karena itu penanganannya pun memerlukan pendekatan berbasis kajian dan
penelitian yang beragam sesuai karakteristik dan potensi lokal, sekaligus
sumber daya manusia yang bertugas menangani penanggulangan bencana.
IABI yang anggotanya banyak dari unsur akademisi,
diharapkan juga berkenan menularkan ilmunya kepada para pegiat kebencanaan,
melalui berbagai diklat, seminar, diskusi dan sarasehan lainnya, termasuk (jika
memungkinkan) melibatkan relawan dalam melakukan kajian dan penelitian, sebagai
tenaga pengumpul data, penyebar instrumen, serta melakukan pendampingan kepada
masyarakat di kawasan rawan bencana, seperti dalam program destana, kampung
siaga bencana dan istilah lainnya, yang intinya menyiapkan masyarakat yang
sadar bencana, seperti konsep yang digagas BNPB, Living Harmony With Disaster.
Apa yang terpapar di atas, merupakan garapan
para ahli kebencanaan yang bisa dinarasikan ke dalam karya-karya ilmiah untuk
memperkaya kepustakaan bidang bencana. Sehingga, tidak terlalu salah jika IABI
dituntut menampakkan perannya melalui penelitian, kajian, riset, rekayasa ilmu
pengetahuan dan teknologi yang bisa mendukung kegiatan penanggulangan bencana
di semua tahap.
Hal ini penting, karena pengalaman sering
mengatakan bahwa masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya
mengenali potensi bencana di wilayahnya sebelum bencana terjadi. Dengan kata
lain, masyarakat, bahkan pemerintah setempat baru sadar dan peduli terhadap
upaya penanggulangan bencana setelah terjadi bencana dengan berbagai kerugian
yang ditimbulkannya. Upaya penyadaran ini pun juga menjadi salah satu ranah
IABI.
Semoga IABI sebagai mitra dialog BNPB yang
kritis berbasis keilmuan, bisa segera membumikan budaya tangguh bencana kepada
masyarakat di sekitar kawasan rawan bencana, tentunya bersama-sama dengan
komponen bangsa lainnya yang selama aktif berkhitmad sebagai relawan
kemanusiaan.*[eBas]
cara berlangganan majalah 0risk bagaimana ya min ?
BalasHapus