Konon, saat kesepakatan MEA, masyarakat ekonomi
asean di terapkan tahun 2016, maka akan terjadi adu kopetensi diantara tenaga
kerja dengan berlomba menunjukkan kemampuan dan kinerjanya yang didukung dengan
dimilikinya sertifikat, termasuk pelaksanaan budaya K3. Sudah siapkah bangsa Indonesia
menghadapi MEA dengan berbagai dampaknya?.
Pernyataan itu muncul dalam workshop mengenai budaya keselamatan kerja, yang dilakukan oleh ITS bekerjasama dengan
Kemenakertrans, di gedung rektorat, kamis (5/11). Apalagi, masalah budaya kerja
belumlah familier di masyarakat Indonesia, padahal dampaknya bisa fatal.
Dalam workshop dikatakan bahwa kecelakaan kerja
itu tidak dapat diduga dan bisa mengacaukan rencana kerja yang telah disusun,
termasuk pembengkaan anggaran dan berubahnya waktu penyelesaian tugas. Kecelakaan
terjadi bisa karena human error, sistem maupun bencana alam. Kecelakaan kerja bisa terjadi kapan saja dan
dibidang apa saja, yang bisa dilakukan adalah upaya mencegah dan mengurangi
tingkat bahayanya (mitigasi dan antisipasi).
Sementara itu untuk lembaga/pabrik harus
mengedepankan perlindungan terhadap keamanan, dan kesehata karyawannya, serta keamanan
sarana prasarana yang digunakan untuk bekerja, dan ramah lingkungan. Semua ini
bisa terlaksana jika didukung oleh pihak manajemen. Namun kenyataannya, banyak
orang bialng bahwa budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) berkait erat
dengan mental dan kebiasaan manusia dan lingkungan dimana pabrik itu berada.
Penerapan budaya K3 tidaklah segampang
membalikkan tangan, karena ini menyangkut sikap mental dan kebiasaan
personilnya dalam melaksanakan tugas. Sering dijumpai seseorang berperilaku
aman dan sehat ketika ada pimpinan (saat ada pemeriksaan), dan ketika tidak ada
pimpinan mereka kembali ke kebiasaan yang tidak aman dan tidak sehat yang tidak
sesuai prosedur kerja yang telah ditetapkan.
Berbagai literatur mengatakan bahwa K3 merupakan sebuah
kesatuan dari tiga aspek yaitu nilai – nilai K3 dan persepsi K3 dari setiap
pekerja, aspek perilaku K3 bekerja sehari – hari dan juga aspek
Organisasi dan Manajemen K3 yang ada diperusahaan, termasuk menyadari akan
adanya sumber bahaya yang potensial.
Tulisan Bensar dan kawan-kawan, dari Universitas
Negeri Yogyakarta, (2012), mengatakan bahwa budaya K3 di suatu perusahaan
sebagai bagian dari budaya organisasi perusahaan bisa dilihat dari tiga aspek,
yaitu, Aspek pertama, apa yang dirasakan seseorang sangat terkait dengan aspek
Pribadi (PERSON), seperti misalnya cara pikir, nilai, pengetahuan, motivasi,
harapan, dan lain-lain.
Aspek kedua berkaitan erat dengan perilaku
sehari-hari (BEHAVIOUR), seperti misalnya perilaku
sehari-hari
di
perusahaan,
kebiasaan-kebiasaan
dalam
K3
dan
sebagainya. Aspek ketiga berkaitan erat dengan situasi lingkungan kerja
(ENVIRONMENT) seperti apa yang dimiliki
perusahaan/organisasi
mengenai K3, contohnya
Sistem Manajemen K3, SOP, Komite K3, peralatan, lingkungan kerja, dan
sebagainya.
Ketiga aspek tersebut satu sama lainnya
saling
berinteraksi
dan
saling
mempengaruhi. Budaya K3 yang kuat tentunya akan ditandai dengan kuatnya tiga aspek
tersebut. Oleh karena itu, suatu perusahaan diharapkan mempunyai budaya yang
selalu meningkatkan K3 secara terus menerus dimana K3 sudah menjadi nilai-nilai
pribadi dan tampil dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan kata lain, budaya K3 adalah
sikap
dan cara bekerja dalam perusahaan, yang menekankan pentingnya
keselamatan. Oleh karena itu, budaya k3 mempersyaratkan agar semua kewajiban
yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan harus dilaksanakan secara
benar, seksama, dan penuh rasa tanggung jawab, demi mencapai tujuan perusahaan,
yaitu memperoleh keuntungan dalam arti luas.
Upaya pembiasaan budaya K3 bisa dibangun lewat
mengenalkan pembiasaan antri, cuci tangan, menggunakan air efisien, budaya
toilet bersih dan kering, lingkungan bebas rokok dan peduli sampah, bekerja
sesuai prosedur, selalu berhati-hati dan waspada dan kebiasaan berlatih dan
memeriksa sarana prasarana secara berkala.
Mampukah dan siapkah tenaga kerja Indonesia menghadapi
MEA, sedangkan stigma sebagai bangsa yang ceroboh masih melekat erat. Inilah salah
satu tugas dari kemenakertrans dalam mensosialisasikan K3 lewat kampus, baik
dalam kegiatan workshop semacam ini maupun diintegrasikan ke dalam mata kuliah
tertentu. [eBas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar