Kemarin,
hari senin dan selasa (13 dan 14 Februari 2017), kawan-kawan dari Adaptasi
Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK), mengadakan workshop tentang Kajian Kerentanan
dan Risiko Perubahan Iklim. Ternyata, dampak yang ditimbulkan oleh perubahan
iklim, khususnya di bidang pertanian, peternakan, perikanan dan penggunaan air
tanah, sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional, maupun tingkat
kesejahteraan masyarakat.
Berbagai kejadian terkait dengan kondisi iklim yang tidak
menentu seperti banjir, kekeringan, longsor, gelombang tinggi, dan peningkatan
muka air laut semakin sering terjadi dengan intensitas yang semakin meningkat,
sehingga menimbulkan korban jiwa serta kerugian ekonomi dan ekologi. Kondisi
tersebut perlu disikapi dengan memperkuat aksi nyata di tingkat lokal yang
dapat berkontribusi terhadap upaya mitigasi untuk mengurangi emisi Gas Rumah
Kaca serta upaya adaptasi untuk meningkatkan kapasitas seluruh pihak dalam
menghadapi dampak perubahan iklim
Dalam
buku “Bumi Makin Panas” yang ditulis Meiviana dkk (2004), perubahan iklim
adalah “peningkatan suhu rata-rata
permukaan bumi yang menyebabkan terjadinya perubahan pada unsur-unsur
iklim lainnya, seperti kenaikan suhu
air laut, peningkatan penguapan
air, serta berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara yang pada
akhirnya merubah pola iklim dunia”
Perubahan
iklim terjadi akibat proses alam dan
kegiatan manusia yang
menghasilkan gas rumah kaca yang membentuk seperti selubung di permukaan bumi,
sehingga disebut dengan efek rumah
kaca. Radiasi sinar matahari yang mencapai bumi dipantulkan kembali ke
atmosfer bumi.
Namun,
tidak semua gelombang sinar matahari menembus atmosfer bumi, sebab ada
gelombang cahaya yang ditangkap oleh gas-gas yang berada di atmosfer, atau gas
rumah kaca yang berasal dari berbagai kegiatan manusia, terutama aktivitas yang
menggunakan bahan bakar fosil (minyak, gas dan batubara) dan beberapa bahan
kimia lainnya. Yang jelas, perubahan iklim telah
memberikan dampak pada masyarakat, lingkungan, dan ekosistem (baik tumbuhan dan
hewan).
Ancaman Perubahan Iklim adalah
sifat perubahan iklim yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi manusia atau
kerusakan tertentu pada lingkungan hidup, Ancaman dapat dinyatakan dalam
besaran, laju, frekwensi dan peluang kejadian. (Permen LHK no. P33/2016).
Istilah “adaptasi” mengacu pada penyesuaian bahwa suatu
komunitas atau ekosistem membuat sesuatu guna membatasi dampak negatif, dalam
hal ini terkait dengan perubahan iklim. Dengan kata lain, perubahan
iklim merupakan proses yang terjadi secara alamiah yang dilakukan oleh manusia
dan makhluk hidup lain dalam habitat dan ekosistemnya sebagai sebuah reaksi
atas perubahan terjadi.
Menurut
definisi UNDP yang dikutip UNEP (2008), adaptasi adalah “a process by which strategies aiming to moderate, cope
with, and take advantage of the consequences of climate events are enhanced,
developed and implemented.” Masih menurut UNDP,
ada 4 prinsip dalam proses
adaptasi perubahan iklim yaitu; menempatkan
adaptasi dalam konteks pembangunan, membangun pengalaman beradaptasi untuk mengantisipasi variabilitas
perubahan iklim, memahami bahwa
adaptasi berlangsung dalam level yang
berbeda, terkhusus di level lokal ,dan memahami bahwa adaptasi adalah proses yang terus berjalan.
Sementara itu, dalam literature lain dikatakan bahwa tindakan
adaptasi perubahan iklim dapat berupa: Reaktif, yaitu menanggapi kondisi yang telah berubah.
Kedua, Antisipatif, artinya perencanaan untuk perubahan iklim sebelum dampak
diamati atau terjadi.
Disini, ada beberapa istilah terkait perubahan iklim. Seperti
Mitigasi,
yaitu
berbagai tindakan aktif untuk mencegah, memperlambat terjadinya pemanasan
global melalui penurunan emisi gas
rumah kaca dan peningkatan penyerapan gas
rumah kaca. Menurut laporan UNEP (2008), ada 4 prinsip dalam mitigasi, yaitu: Eliminasi, dengan cara menghindari
penggunaan alat-alat penghasil emisi gas rumah kaca.
Pengurangan, dengan cara mengganti
peralatan lama dan/atau mengoptimalkan struktur yang sudah ada. Substitusi: Penggunaan energi
terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik dan/atau pemanas.Offset: melalui reboisasi dan reforestasi. Cara ini harus dilakukan
dengan cakupan yang besar sehingga sering menjadi kendala.
Untuk memperkaya wawasan, tidak ada salahnya jika
disini juga dimunculkan beberapa istilah kebencanaan. Misalnya, Bencana adalah, rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (UU No. 24 tahun 2007)
Kerentanan, yaitu sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat
keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk
terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana.
Kapasitas, merupakan kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh
perorangan, keluarga dan masyarakat
yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap-siaga, menanggapi dengan
cepat atau segera pulih dari suatu kedaruratan dan bencana. Risiko, adalah
besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban manusia, kerusakan dan kerugian ekonomi yg disebabkan oleh bahaya
tertentu di suatu
daerah pada suatu waktu tertentu.
Ada juga istilah Bahaya (Hazards), yaitu fenomena alam yang
luar biasa yang berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia, kehilangan
harta-benda, kehilangan mata pencaharian, kerusakan lingkungan. Sedangkan ancaman Bencana adalah
suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana.
Kegiatan yang diselenggarakan di Hotel Santika Pandegiling,
Surabaya ini, memaparkan semua temuan di lapangan sekaligus memberi tawaran
solusi alternatif yang diharapkan bisa dijadikan program oleh masing-masing SKPD.
Sehingga upaya adaptasi terhadap perubahan iklim itu benar-benar bisa mewarnai
kehidupan khalayak ramai, agar produksi
dan produktifitas masing-masing sektor tidak terpengaruh. Andaipun terpengaruh,
ada alternaif pengganti yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan.
Dengan
kata lain, kegiatan workshop yang konon
sudah diselenggarakan kali ketiga ini, diharapkan akan muncul dokumen rencana
aksi tentang kerentanan dan risiko iklim di daerah tertentu berdasar data
ilmiah, yang kemudian menjadi pedoman SKPD terkait, serta membangun kesepakatan
antar stakeholders tentang adaptasi perubahan iklim, serta mempunyai dasar yang
kuat dalam menyusun strategi adaptasi dan menghidari mal-adaptasi dalam upaya
antisipasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Jika semua komponen bisa bersama-sama mensosialisasikan dan
melakukan aksi adaptasi perubahan iklim, mungkin upaya membangun ketangguhan
bangsa menghadapi risiko perubahan iklim bisa disikapi dengan positif, kreatif
penuh inovatif sesuai kemampuan komunitas. Semoga semangat workshop di Hotel
Santika Pandegiling, Surabaya benar-benar berujung pada aksi nyata yang
manfaatnya terasakan oleh masyarakat. Salam Lestari. [eBas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar