Mungkin
sudah waktunya pelajaran sejarah di semua jenjang pendidikan yang membahas
tentang jaman kejayaan kerajaan beserta jejak peninggalannya di nusantara ini,
direvisi. Dikaji ulang sesuai dengan penemuan artefak baru, juga bukti-bukti
temuan baru yang akan melengkapi informasi tentang kebudayaan nusantara yang
begitu kaya dan beragam.
Di
berbagai daerah di Indonesia, yang dulunya berdiri kerajaan atau ‘Kota Penting’,. Banyak komunitas
masyarakat peduli budaya, yang secara swadaya dan otodidak, mencoba melakukan
penggalian di tempat-tempat tertentu yang dianggap situs bersejarah, peradaban
masa lalu, hasil informasi dari berbagai pihak. Sesepuh desa, cerita dari mulut
ke mulut, maupun hasil bisikan dan wangsit yang di dapat dari lelaku tirakat.
Konon, banyak peradaban lama hilang. Diantaranya karena tertimbun oleh endapan
dan bencana, juga terjadinya perluasan lahan untuk perumahan dan lahan pertanian
dan perkebunan. Contohnya, seperti di Desa Terung Wetan, Kecamatan Krian,
Kabupaten Sidoarjo.
Katanya, komunitas yang peduli situs Kadipaten Terung adalah Lakon Jagat, Laskar Bala
Setya, Garda Wilwaktita, Satriyo Puser Mojopahit, Pergerakan Pemuda Indonesia,
dan Komunitas Sendang Urang Agung. Mereka bekerja secara swadaya dan saling
mencari informasi dari berbagai sumber untuk menambah wawasan budaya masa lalu.
Ya,
merekalah relawan pemerhati peninggalan kerajaan jaman mojopahit. Mereka
berkolaborasi dengan kelompoknya Amien Widodo, dosen ITS yang peduli pada
sejarah nusantara. Mereka berkonsentrasi pada penemuan artefak Terung berupa
tumpukan batu bata kuno dan sebuah batu berbentuk buah manggis, serta beberapa
sumur tua.
Bangunan itu
memanjang, satu sisi nampak dari luar, sementara ujung sisinya masih terpendam
dalam tanah. Di seputaran situs yang sedang digali, ada makam Raden Ayu
Putri Ontjat Tondo Wurung dan makam Adipati Terung, yang berada di masjid kampung.
Menurut Badan Pelestarian
Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan Jawa Timur, Kadipaten Terung dulu
disebut-sebut sebagai kota Sidoarjo kuno. Mereka percaya bahwa Terung merupakan nama
kadipaten yang sering disebut dalam Babad Tanah Jawa ataupun kitab Negara kertagama.
Sayangnya, peran
pemerintah, dalam hal ini BP3 trowulan, Jawa Timur, terkendala oleh aturan dan
dana yang njelimet, sehingga kesulitan untuk menindak lanjuti situs yang
ditemukan masyarakat. Sementara masyarakat sendiri, melalui berbagai komunitas,
ketika akan berswadaya menuntaskan penggalian situs, terkendala status
kepemilikan lahan dan biaya, tentunya.
Untuk itulah, melalui
komunitas pemerhati peninggalan purbakala, juga Paguyuban Masyarakat Tangguh
Indonesia Surabaya ini diharapkan bisa mengkomunikasikan situs-situs yang baru
ditemukan, kepada khalayak ramai melalui berbagai media, termasuk melalui
kelompok sadar wisata.
Hasil penggalian situs
pun hendaknya didokumentasikan dan dijadikan bahan untuk diskusi, seminar,
maupun sarasehan budaya. Kemudian dijadikan rekomendasi ke pihak-pihak terkait
agar bisa dilanjutkan oleh pemerintah (siapa tahu).
Semoga penggalan
catatan hasil kunjungan ke situs Kadipaten Terung, yang diinisiasi Kang Amien
dan kawan-kawan itu ada tindak lanjutnya. Tentunya masing-masing peserta juga
punya catatan kecil selama menikmati penggalan sejarah mojopahit, minggu kliwon
(3/2).
Sungguh jika aneka
catatan kecil itu di jadikan satu pasti akan muncul tulisan rasa nano-nano yang
mengispirasi anggota MTI untuk dijadikan bahan diskusi sambil ngopi di
kantornya Bu Dani. Wallahu’alam
bishowab. [eBas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar