Dalam
peringatan ini, kawan-kawan secara kreatif mengemas program kampanye penyadaran
dalam berbagai bentuk. Seperti gerakan pembersihan sungai dari sampah,
penanaman pohon, gerakan mangrovisasi, penghijauan lereng gunung dan hutan
akibat nafsu pembalakan yang brutal, serta bakti sosial dan kegiatan lain yang
misinya menegur sekaligus menghibur.
Dalam
khasanah penanggulanagan bencana, seperti yang penulis baca dan sering
mendengar paparan diskusi selama ini, apa yang dilakukan oleh mereka yang
mengatasnamakan pegiat lingkungan dan pecinta alam, itu sejalan dengan semangat
PRBBK (pengurangan risiko bencana berbasis komunitas).
Secara
umum PRBBK bertujuan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bagaimana
mengenal potensi-potensi bencana yang ada disekitarnya, bagaimana masyarakat
memetakan wilayah-wilayah yang rawan bencana di lingkungannya, serta bagaimana
tindakan preventif yang harus dilakukan masyarakat sebagai tindakan pencegahan
dan mitigasi bencana.
Program
PRBBK ini dilaksanakan dengan dasar pemahaman bahwa masyarakat yang tinggal
didaerah rawan bencana adalah yang paling pertama berhadapan dengan bencana
yang apabila tidak dibekali dengan informasi dan pengetahuan tentang bencana
maka akan memiliki tingkat kerentanan yang besar dan ketahanan masyarakat
terhadap bencana akan sangat rendah.
Dengan
demikian, bolehlah dikatakan bahwa PRBBK itu upaya membangun kapasitas untuk
menggerakkan sumber daya komunitas dalam mengelola risiko bencana tanpa harus
menunggu bantuan dari luar.
Termasuk
mendorong komunitas melakukan kegiatan-kegiatan untuk mengantisipasi bencana,
melalui pengorganisasian komunitas yang tepat, dan efektif. Seperti, penyiapan
sarana komunikasi, pos komando dan penyiapan lokasi evakuasi. Didalam usaha
kesiagaan ini juga dilakukan penguatan sistem peringatan dini.
Untuk
itulah, pagelaran yang dirancang para pegiat lingkungan dan pecinta alam sebagai
relawan kemanusiaan itu, masuk pada ranah kegiatan pra bencana, diantaranya, Mendampingi/menginspirasi
Komunitas melestarikan lingkungan alam, Mengedukasi warga yang berdomisili di
daerah rawan bencana agar bisa hidup berdampingan dengan risiko.
Apapun
istilahnya, bagaimanapun bentuk kegiatannya, ujung-ujungnya adalah para pegiat
lingkungan dan pecinta alam itu berupaya
mengajak khalayak ramai untuk melestarikan alam serta membangun kesiapsiagaan
masyarakat menghadapi bencana, agar tidak terjadi petaka yang mengganggu
keberlangsungan hidup makhluk-NYA. Selamat menyongsong Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, 26 April 2018. “Siap Untuk Selamat”. Salam Rimba, salam
Lestari, Salam Tangguh, Salam Kemanusiaan. [eBas/sabtu legi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar