Jumat, 22 Maret 2019

PERLUKAH PROGRAM SERTIFIKASI RELAWAN?


Ternyata prosesi Sertifikasi relawan itu ada dua versi. Pertama sertifikasi gratis yang didanai oleh Negara dan diselenggarakan di BPBD Provinsi (umumnya), dengan mengundang relawan terpilih. Kedua, sertifikasi berbayar yang diselenggarakan oleh Tempat Uji Kompetensi (TUK) yang disetujui oleh LSP-PB.

Karena didanai Negara, maka pelaksanaan sertifikasi gratisan ini ada kuotanya dan harus terpenuhi untuk memudahkan peng-SPJ-annya. Sehingga yang terjadi, demi memenuhi kuota, maka dicarilah relawan yang mau disertifikasi gratisan melalui pengumuman di media sosial.

Sayangnya sertifikasi gratisan ini kurang mendapat sambutan yang hangat dari relawan. Sehingga jalan pintasnya adalah siapa saja relawan yang mau langsung didaftarkan sebagai peserta sertifikasi dengan persiapan ala kadarnya.

Gak peduli dia berkompeten, berpengalaman, punya kapasitas dan layak disertifikasi atau tidak. Disini yang penting adalah kuota terpenuhi dan daya serap anggaran lancar untuk memudahkan pelaporan pertanggungjawaban anggaran. Jadi, jangan kaget setelah mengikuti sertifikasi, relawan yang dinyatakan lulus dan berhak memegang sertifikat, tidak ada ‘perubahan’ yang signifikan.

Sementara, pelaksanaan sertifikasi berbayar di TUK, dapat dipastikan diikuti oleh mereka (relawan/pekerja kemanusiaan) yang punya duit, mau bayar dan benar-benar menyiapkan diri untuk disertifikasi melalui serangkaian uji kompetensi, untuk kepentingan tertentu setelah lulus sertifikasi.

Pertanyaannya kemudian, apa hak dan kewajiban para relawan yang sudah lulus sertifikasi. Adakah perlakuan ‘istimewa’ yang diberikan oleh BNPB/BPBD kepada relawan yang bersertifikat ?. misalnya mendapat pembinaan secara berkala untuk meningkatkan wawasan dan kapasitasnya. Diikutkan dalam pelaksanaan program BNPB/BPBD, seperi mengikuti rapat, kegiatan sosialisasi PRB, diklat, dan sejenisnya.

Sehingga ada perlakuan yang berbeda antara relawan bersertifikat dengan yang belum. Tentu hal ini akan membanggakan bagi relawan pemegang sertifikat karena sertifikatnya benar-benar bermanfaat, dan dengan sertifikat itu relawan diakui kompetensinya di bidang penanggulangan bencana. dampaknya, akan memotivasi relawan lain untuk menyiapkan diri mengikuti sertifikasi. Baik yang gratisan maupun yang berbayar.

Namun demikian, upaya Lembaga Sertifikasi Profesi Penanggulangan Bencana (LSP-PB) mendorong semua relawan penanggulangan bencana mengikuti sertifikasi (uji kopetensi) ternyata masih belum banyak diketahui oleh relawan dan menyisakan beberapa pertanyaan yang gampang-gampang sulit untuk dijawab. Seperti, mengapa relawan harus disertifikasi?. relawan yang bagaimana yang harus mengikuti sertifikasi,

Tezar, seorang relawan yang cukup berpengalaman di Kota Malang mengatakan bahwa, untuk saat ini yang wajib disertifikasi adalah relawan professional yang bernaung di bawah lembaga yang bergerak dibidang sosial kemasyarakatan (biasa disebut pekerja social). Merekalah yang memerlukan sertifikasi sebagai pengakuan bahwa mereka kompeten dan ahli dibidangnya untuk menunjang kariernya.

Masih menurut aktivis pramuka yang biasa dipanggil ‘Tezar Sang Pencerah’, relawan yang bergerak berdasar panggilan jiwa, sertifikasi itu tidak terlalu penting. Hal yang terpenting adalah ketika terjadi bencana mereka bisa hadir dan membantu sesamanya yang sedang terkena musibah. Itu saja sudah cukup bagi para relawan pegiat sosial berbasis tebal tipisnya dompet pribadi. Pengakuan sosial bahwa mereka sudah hadir di sana itu sudah menjadi sertifikat yang membanggakan bagi mereka.

Pertanyaan lain yang sulit dijawab adalah, jika terjadi bencana, apakah hanya relawan bersertifikat saja yang boleh turun memberikan pertolongan. Senyatanyalah masalah sertifikasi ini masih perlu dilakukan sosialisasi kepada seluruh organisasi relawan, agar mereka tahu dan paham manfaatnya sertifikasi.

Karena, sampai saat ini antusiasme relawan untuk mengikuti sertifikasi gratis saja masih kurang greget. Banyak sudah yang ditawari untuk ikut sertifikasi tapi tidak sedikit yang membalas dengan senyuman sinis. Apalagi harus membayar untuk mengikuti sertifikasi yang diadakan oleh Tempat Uji Kompetensi. Sungguh, saat ini, hanya orang-orang ‘hebat’ sajalah yang mau mengikuti sertifikasi relawan berbayar.

Semoga dalam kegiatan pertemuan relawan “Dharma Relawan Adhirajasa” di Pulau Bali, tanggal 26 – 28 Maret 2019, yang menjadi programnya BNPB, bahasan tentang sertifikasi mendapatkan sambutan yang positif dari relawan. Sehingga, ke depan program sertifikasi itu akan menjadi idola bagi relawan, dan relawan yang sudah mendapatkan sertifikat juga bangga dan benar-benar mumpuni dibidangnya serta bermanfaat dalam upaya peningkatan kompetensi sebagai relawan penanggulangan bencana. Salam Tangguh. [eBas/sabtu pahing 23/3]
   


1 komentar:

  1. Lho, sy sudah hampir 7 tahun di BPBD kok ga Tau ada sertifikasi relawan. Mohon sosialisasinya dong biar kami bisa ikut

    BalasHapus