Selasa, 15 Desember 2020

MENGGAGAS GERAKAN LITERASI KEBENCANAAN

Saat ini kata ‘literasi’ mulai banyak digunakan di berbagai bidang. Contohnya ada literasi kesehatan, literasi budaya, literasi komunikasi dan mungkin juga akan muncul istilah literasi pandemi covid-19. Semua itu tidak terlepas dari media massa yang mempublikasikan dan diamini oleh para akademisi dalam sebuah karya tulis.

Ya, sekarang kemampuan literasi itu bukan sekedar kemampuan untuk membaca, menulis dan berhitung saja. Namun juga mencakup kemampuan berkomunikasi, membangun jejaring kemitraan dan menciptakan peluang kerja. Kemampuan ini kiranya perlu dimiliki oleh masyarakat, tak terkecuali relawan penanggulangan bencana, guna meningkatkan kesejahteraan hidup dalam arti luas.

Termasuk literasi kebencanaan yang sedang digagas menjadi sebuah gerakan. Ahmad Arif, dari Kompas, mengatakan bahwa literasi bencana adalah kemampuan individu membaca, memahami dan menggunakan infomasi guna memperkuat kapasitas diri dan orang lain dalam menghadapi bencana.

Sementara literasi kebencanaan menurut Wien Muldian adalah, kecakapan hidup untuk mengelola, memahami, dan menggunakan informasi dalam pengambilan keputusan yang tepat untuk mengikuti panduan penguatan ketangguhan di semua bidang dalam tahapan penanggulangan bencana.

Disamping kemampuan menggunakan informasi seperti yang dikatakan ke dua pakar di atas, masing-masing individu atau masyarakat juga perlu memiliki kemampuan antisipasi, adaptasi, proteksi terhadap kemungkinan terjadinya bencana, serta memiliki daya lenting agar tidak terpuruk dalam kesedihan berkepanjangan pasca “dihajar” bencana. Semua ini bisa terwujud melalui gerakan literasi yang melibatkan multi pihak, tentunya dibawah komando BNPB/BPBD

Dalam webinar yang digelar hari minggu (13/12/2020) dengan mengambil tema perlunya literasi kebencanaan. Pujiono sebagai pemandu acara mengakatakan perlunya membagi peran, siapa melakukan apa dengan siapa, agar cikal bakal gerakan literasi kebencanaan benar-benar segera tampak kebermanfaatannya bagi khalayak ramai. Khususnya masyarakat yang berdomisili di kawasan rawan bencana, dengan tetap mengakomodasi kearifan lokal, terkait dengan sejarah, cerita, dan mitos kejadian bencana.

Seperti, BNPB dan BPBD melakukan apa, Komunitas relawan bergerak di sisi mana dan elemen pentahelix lainnya berbuat dibagian mananya bersama siapa. Sementara media massa, maukah memberitakan kegiatan tanggap darurat dengan segala dinamikanya secara berkala ?. ini penting agar khalayak ramai mendapat informasi yang benar tentang upaya penanganan bencana oleh berbagai pihak.

Sebenarnya, gerakan literasi kebencanaan itu sudah dilakukan oleh BNPB/BPBD maupun komunitas relawan, dalam bentuk edukasi untuk meningkatkan kapasitas. Hanya, gaungnya yang mungkin belum tampak. Sehingga diperlukan sebuah gerakan literasi yang dipublikasikan secara besar-besaran dan terus menerus.

Tak lupa pula dalam paparannya, wien Muldian juga menyemangati para aktor yang terlibat dalam webinar untuk menggulirkan gagasan gerakan literasi kebencanaan. Dia bilang, Jika semangat sudah tergalang, tiada hujan jadi perintang, tiada lautan jadi penghalang, betapa pun jalan itu panjang … (yang penting kelak ada regulasi yang menunjang. Agar tidak hanya berdebat panjang, tapi gagasan itu bisa langsung berjalan dan diterapkan di berbagai kalangan. Red).

Semoga para penggagasnya yang terdiri dari para pakar dibidangnya, benar-benar bisa istiqomah mengawal kelahiran gerakan ini agar tidak sekedar wacana akhir tahun 2020 yang mengiringi isue pengadaan vaksin sinovac untuk mengatasi pandemi covid-19 yang masih fluktuatif perkembangannya. Salam Sehat, Salam Literasi, tetap menginspirasi. [eBas/RabuLegi-16122020]   

 

 

 

 

 

3 komentar:

  1. jika literasi kebencanaan dikaitkan dengan program sosialisasi PRB, pembentukan dan pembinaan destana dan katana yg dilakukan BNPB/BPBD selama ini. serta edukasi yang dilakukan komunitas relawan utk meningkatkan kapasitas anggotanya maupun masyarakat yang menjadi sasran programnya (misalnya kegiatan rutin Arisan Ilmu Nol Rupiah yg diselenggarakan oleh SRPB Jawa Timur bertempat di JOKA Sedati, Sidoarjo), itu berarti ya sudah dilakukan kegiatan literasi terkait dengan edukasi.
    mungkin semua itu gaungnya masih terbatas belum terasakan karena (mungkin) keterlibatan media massa dalam mempublikasikan giat edukasi/literasi terkait dengan kebencanaan belumlah dilakukan secara besar2an dan terprogram sehingga khalayak ramai belum paham

    tetap semangat membangun budaya tangguh, budaya kesiapsiagaan menghadapi bencana sehingga bisa mengurangi dampak bencana secara mandiri

    BalasHapus
  2. sementara komunitas relawan yg lain pastinya juga punya agenda utk mengedukasi anggotanya juga masyarakat sasaran dengan versinya masing2.
    sementara BNPB sudah menerbitkan buku2 kebencanaan namun darung download sendiri, jelas itu jarang yg melakukannya karena budaya kita iru bukan budaya baca tapi budaya tutur. buru2 men download buku bacaan yg diterbitkan bnpb, sudah ada bukunya saja masyarakat banyak yg ogah membacanya.

    inilah yg hendaknya juga menjadi bahan pemikirang kawan2 penggagas GLK

    BalasHapus
  3. salam literasi untuk menginspirasi sebuah aksiuntuk mengabdi kepada negeri

    BalasHapus