Selasa, 02 Maret 2021

RELAWAN ITU YA HARUS TURUN KE LOKASI BENCANA

“Mohon ijin Pakdhe, saya minggu ini absen ikut Arisan ilmu. Waktunya geser ke wilayah Semarang, bantu relawan menangani  bencana banjir di sana. Kalo hanya terus-terusan aktif ikut arisan dan pelatihan saja, Lha kapan bisa langsung giat di lapangan?,” Kata Mas Kaspo, minta ijin tidak ikut kegiatan rutinan.

Ya, Mas Kaspo ini sosok relawan yang berdedikasi tinggi, selalu terjun ke setiap lokasi bencana membantu evakuasi dimana-mana. Dia bisa begini karena semuanya tercukupi. Termasuk dukungan dari keluarga, anak dan istri.

Sepintas, apa yang dikatakan Mas Kaspo ini benar adanya. Jika seseorang berani menahbiskan diri sebagai relawan, maka harus siap berangkat setiap saat jika terjadi bencana dimanapun berada, dengan atau tanpa permintaan.

Sementara tidak semua relawan bisa seperti Mas Kaspo. Banyak hal yang harus dipikirkan sebelum memutuskan untuk berpartisipasi di lokasi bencana, khususnya saat fase tanggap bencana. baik itu yang berhubungan dengan pekerjaan, kondisi rumah tangga, dan tentu saja masalah keuangan yang mendukung aktivitas selama di medan laga.

Kecuali mereka yang menjadikan kerelawanan sebagai pekerjaan dan dibayar. Mereka inilah yang disebut "pekerja kemanusiaan", yang wajib terlibat langsung dalam setiap terjadi bencana. Karena mereka ini dibayar ya untuk menangani bencana. Dalam pergerakannya, mereka selalu menunggu surat perintah agar tidak salah, sehingga sering terlambat datang ke lokasi. Tidak perlu diberi contoh siapa mereka, semua sudah paham.

Mas Kaspo menganggap bahwa bersilaturahmi nambah dulur, nambah ilmu serta wawasan itu bisa langsung didapatkan di lokasi bencana sekaligus mempraktekkan ilmu yang telah di dapat. Seperti ilmu tentang SKPDB, manajemen dapur umum, penanganan penyintas dan sebagainya, yang ternyata banyak yang belum bisa dipraktekkan karena beberapa kendala.

“Insyaallah praktek langsung di lokasi bencana akan banyak hasil nyata yang kita dapatkan, daripada terus kumpul-kumpul berteori, ngrasani sana sini  dan latihan tanpa makna. Lebih baik gerakan senyap tapi pasti dan tanpa di publikasikan,” Tambahnya, sedikit pongah.

BNPB mendefinisikan relawan dalam lingkup Penanggulangan Bencana adalah, seorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan dan kepedulian untuk bekerja secara sukarela dan ikhlas dalam upaya penanggulangan bencana. Kata kuncinya adalah kemampuan, kepedulian, sukarela dan ikhlas.

Masalah kepedulian, sukarela dan keikhlasan itu tentu semua paham. Atas  nama keikhlasanlah, muncul guyonan Relawan itu berhasil tidak dipuji, gagal dimaki, dan sakit salah sendiri. Sedangkan kemampuan disini harus dipahami dengan baik. Kemampuan bisa berarti kapasitas pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan kebencanaan.

Namun masalah kemampuan kesehatan pribadi dan keuangan sebagai pendukung kegiatan, juga harus diperhatikan oleh relawan yang benar-benar relawan. Bukan relawan sebagai "pekerja kemanusiaan" yang dibayar untuk aktif di fase pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana.

“Saya salut sama rekan-rekan  yang super hebat. Selalu tampil di lokasi bencana mendharma bhaktikan tenaga dan waktunya menolong sesama. Saya sendiri jarang turun di fase tanggap darurat, Selama ini lebih banyak bergerak pada fase pra bencana, mengedukasi masyarakat tentang pengurangan risiko bencana,” Kata Mas Dalbo, sambil menunduk malu kepada Mas Kaspo.

Mukidi yang duduk dekat Paitun menimpali, bahwa dalam kebencanaan itu dikenal tiga fase, yaitu pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Sampai saat ini relawan banyak yang bergerak di saat tanggap darurat, karena memang fase itulah yang sangat sexy.  Diliput media dan menjadi perhatian khalayak ramai.

Disana banyak para superhero yang beraksi melakukan evakuasi, distribusi logistik dan makanan siap saji, serta kegiatan heroik lainnya, sambil up date status di media sosial dengan berbagai gaya selfi, mengabadikan moment untuk dokumentasi pribadi.  

“Di fase tanggap darurat ini banyak mata yang melihat. Sementara fase lainnya masih dipandang sebelah mata. Padahal, semua fase sangat perlu sentuhan para superhero,” Kata Mukidi berlagak kayak nara sumber pendamping destana.

Sambil nyruput kopi, Mukidi bilang bahwa dirinya sudah tua, kalau banyak hadir di fase tanggap darurat, takut kumat encoknya, seperti Pak Raden, pamannya si Unyil. Untuk itu, kini lebih sering melibatkan diri dalam giat edukasi pengurangan risiko bencana, sosialisasi SPAB dan pelatihan untuk peningkatan kapasitas relawan.

Di dalam Perka BNPB nomor 17,  tahun 2011, dijelaskan tentang peran relawan dimasing-masing fase. Jadi, tidak ada kewajiban bagi relawan untuk bermain di ketiga fase. Tidak ada keharusan relawan turun ke lokasi bencana. Semua yang dilakukan harus sesuai dengan ‘kemampuan’, termasuk kemampuan keuangan dan kesehatan.

Ini penting agar kehadirannya di lokasi tidak menjadi beban relawan lainnya. dengan demikian, seperti halnya Mukidi yang merasa encoknya sering bermasalah, sebaiknya aktif di fase pra bencana saja.

Apalagi sekarang BPBD Provinsi Jawa timur telah memiliki MOSIPENA dan program SPAB. Maka, relawan yang usianya sepantaran Mukidi bisa turut aktif  disitu, melakukan edukasi dan sosialisasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat. Termasuk berbagi ilmu dan pengalaman lewat acara rutinan Arisan Ilmu Nol Rupiah yang digelar di Joglo Kadiren, Gedangan, Sidoarjo, oleh SRPB Jawa Timur. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/RabuPon-03022021]

2 komentar:

  1. PERAN RELAWAN

    Tahap Pra Bencana
    • Membantu masyarakat mengenali daerah setempat dlm menentukan tempat yg aman utk mengungsi.
    • Peningkatan dan kampanye kesadaran masyarakat
    • Membantu pembuatan peta rawan bencna
    • Pemberdayaan mayarakat melalui penyuluhan/pelatihan
    • Membantu membuat perencanaan penanganan bencana
    • Mengorganisir relawan yg dpt membantu dlm PB
    • Melakukan rencana aksi komunitas
    • Melaporkan secepatnya jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinyan bencana kpd petugas : Kades, Camat. Polisi, BPBD/sekda

    Tanggap Darurat
    • membantu penyelamatan dan evakuasi
    • membantu pendataan/assesmen cepat
    • membantu penyiapan sarpras pengungsian, dapur umum, distribusi logistik, administrasi posko
    • membantu perlindungi kelompok rentan (trauma healing)

    Pasca Bencana
    • membantu proses pelaksaaan penilaian kerusakan dan kerugian)
    • membantu Verifikasi besaran bantuan
    • membantu percepatan proses pasca bencana dengan keahlian konstruksi bangunan dan pembinaan tukang bangunan
    • Membantu ‘up date’ data secara berkala memberi info ke dinas terkait.

    BalasHapus
  2. Kerja2 kemanusiaan itu bukan utk berkompetisi antar komunitas namun perlu kerjasama berbagi peran dan saling mendukung serta menguatkan. Bukan menang2 an kemudian melemahkan yg lain

    BalasHapus