“Mohon
ijin Pakdhe, saya minggu ini absen ikut Arisan ilmu. Waktunya geser ke wilayah
Semarang, bantu relawan menangani bencana banjir di sana. Kalo hanya
terus-terusan aktif ikut arisan dan pelatihan saja, Lha kapan bisa langsung
giat di lapangan?,” Kata Mas Kaspo, minta ijin tidak
ikut kegiatan rutinan.
Ya, Mas Kaspo ini sosok relawan yang berdedikasi tinggi,
selalu terjun ke setiap lokasi bencana membantu evakuasi dimana-mana. Dia bisa
begini karena semuanya tercukupi. Termasuk dukungan dari keluarga, anak dan
istri.
Sepintas,
apa yang dikatakan Mas Kaspo ini benar adanya. Jika seseorang berani
menahbiskan diri sebagai relawan, maka harus siap berangkat setiap saat jika
terjadi bencana dimanapun berada, dengan atau tanpa permintaan.
Sementara tidak semua relawan bisa seperti Mas
Kaspo. Banyak hal yang harus dipikirkan sebelum memutuskan untuk berpartisipasi
di lokasi bencana, khususnya saat fase tanggap bencana. baik itu yang
berhubungan dengan pekerjaan, kondisi rumah tangga, dan tentu saja masalah
keuangan yang mendukung aktivitas selama di medan laga.
Kecuali mereka yang menjadikan kerelawanan
sebagai pekerjaan dan dibayar. Mereka inilah yang disebut "pekerja kemanusiaan",
yang wajib terlibat langsung dalam setiap terjadi bencana. Karena mereka ini
dibayar ya untuk menangani bencana. Dalam pergerakannya, mereka selalu
menunggu surat perintah agar tidak salah, sehingga sering terlambat datang ke
lokasi. Tidak perlu diberi contoh siapa mereka, semua sudah paham.
Mas Kaspo
menganggap bahwa bersilaturahmi nambah dulur, nambah ilmu serta wawasan itu bisa
langsung didapatkan di lokasi bencana sekaligus mempraktekkan ilmu yang telah
di dapat. Seperti ilmu tentang SKPDB, manajemen dapur umum, penanganan
penyintas dan sebagainya, yang ternyata banyak yang belum bisa dipraktekkan
karena beberapa kendala.
“Insyaallah
praktek langsung di lokasi bencana akan banyak hasil nyata yang kita dapatkan, daripada
terus kumpul-kumpul berteori, ngrasani sana sini dan latihan tanpa makna. Lebih baik gerakan
senyap tapi pasti dan tanpa di publikasikan,” Tambahnya, sedikit pongah.
BNPB
mendefinisikan relawan dalam lingkup Penanggulangan Bencana adalah,
seorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan dan kepedulian untuk bekerja
secara sukarela dan ikhlas dalam upaya penanggulangan bencana. Kata
kuncinya adalah kemampuan, kepedulian, sukarela dan ikhlas.
Masalah
kepedulian, sukarela dan keikhlasan itu tentu semua paham. Atas nama keikhlasanlah, muncul guyonan Relawan itu
berhasil tidak dipuji, gagal dimaki, dan sakit salah sendiri. Sedangkan
kemampuan disini harus dipahami dengan baik. Kemampuan bisa berarti kapasitas
pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan kebencanaan.
Namun
masalah kemampuan kesehatan pribadi dan keuangan sebagai pendukung kegiatan, juga harus diperhatikan oleh relawan yang benar-benar relawan. Bukan relawan
sebagai "pekerja kemanusiaan" yang dibayar untuk aktif di fase pra bencana,
tanggap darurat, dan pasca bencana.
“Saya salut
sama rekan-rekan yang super hebat.
Selalu tampil di lokasi bencana mendharma bhaktikan tenaga dan waktunya
menolong sesama. Saya sendiri jarang turun di fase tanggap darurat, Selama ini
lebih banyak bergerak pada fase pra bencana, mengedukasi masyarakat tentang
pengurangan risiko bencana,” Kata Mas Dalbo, sambil menunduk malu kepada Mas
Kaspo.
Mukidi
yang duduk dekat Paitun menimpali, bahwa dalam kebencanaan itu dikenal tiga
fase, yaitu pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Sampai saat ini
relawan banyak yang bergerak di saat tanggap darurat, karena memang fase itulah
yang sangat sexy. Diliput media dan
menjadi perhatian khalayak ramai.
Disana
banyak para superhero yang beraksi
melakukan evakuasi, distribusi logistik dan makanan siap saji, serta kegiatan
heroik lainnya, sambil up date status
di media sosial dengan berbagai gaya selfi, mengabadikan moment untuk
dokumentasi pribadi.
“Di fase
tanggap darurat ini banyak mata yang melihat. Sementara fase lainnya masih
dipandang sebelah mata. Padahal, semua fase sangat perlu sentuhan para superhero,” Kata Mukidi berlagak kayak
nara sumber pendamping destana.
Sambil
nyruput kopi, Mukidi bilang bahwa dirinya sudah tua, kalau banyak hadir di fase
tanggap darurat, takut kumat encoknya, seperti Pak Raden, pamannya si Unyil.
Untuk itu, kini lebih sering melibatkan diri dalam giat edukasi pengurangan
risiko bencana, sosialisasi SPAB dan pelatihan untuk peningkatan kapasitas
relawan.
Di dalam
Perka BNPB nomor 17, tahun 2011,
dijelaskan tentang peran relawan dimasing-masing fase. Jadi, tidak ada
kewajiban bagi relawan untuk bermain di ketiga fase. Tidak ada keharusan
relawan turun ke lokasi bencana. Semua yang dilakukan harus sesuai dengan ‘kemampuan’, termasuk kemampuan keuangan
dan kesehatan.
Ini
penting agar kehadirannya di lokasi tidak menjadi beban relawan lainnya. dengan
demikian, seperti halnya Mukidi yang merasa encoknya sering bermasalah,
sebaiknya aktif di fase pra bencana saja.
Apalagi
sekarang BPBD Provinsi Jawa timur telah memiliki MOSIPENA dan program SPAB.
Maka, relawan yang usianya sepantaran Mukidi bisa turut aktif disitu, melakukan edukasi dan sosialisasi
pengurangan risiko bencana kepada masyarakat. Termasuk berbagi ilmu dan pengalaman lewat acara rutinan Arisan Ilmu Nol Rupiah yang digelar di Joglo Kadiren, Gedangan, Sidoarjo, oleh SRPB Jawa Timur. Wallahu a’lam bishowab.
[eBas/RabuPon-03022021]
PERAN RELAWAN
BalasHapusTahap Pra Bencana
• Membantu masyarakat mengenali daerah setempat dlm menentukan tempat yg aman utk mengungsi.
• Peningkatan dan kampanye kesadaran masyarakat
• Membantu pembuatan peta rawan bencna
• Pemberdayaan mayarakat melalui penyuluhan/pelatihan
• Membantu membuat perencanaan penanganan bencana
• Mengorganisir relawan yg dpt membantu dlm PB
• Melakukan rencana aksi komunitas
• Melaporkan secepatnya jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinyan bencana kpd petugas : Kades, Camat. Polisi, BPBD/sekda
Tanggap Darurat
• membantu penyelamatan dan evakuasi
• membantu pendataan/assesmen cepat
• membantu penyiapan sarpras pengungsian, dapur umum, distribusi logistik, administrasi posko
• membantu perlindungi kelompok rentan (trauma healing)
Pasca Bencana
• membantu proses pelaksaaan penilaian kerusakan dan kerugian)
• membantu Verifikasi besaran bantuan
• membantu percepatan proses pasca bencana dengan keahlian konstruksi bangunan dan pembinaan tukang bangunan
• Membantu ‘up date’ data secara berkala memberi info ke dinas terkait.
Kerja2 kemanusiaan itu bukan utk berkompetisi antar komunitas namun perlu kerjasama berbagi peran dan saling mendukung serta menguatkan. Bukan menang2 an kemudian melemahkan yg lain
BalasHapus