Kemarin
malam, tepatnya pada hari senin pahing, 18 Oktober 2021, iseng-iseng membuka
flashdisk lama. Tidak mengira nemu materi tentang “Gerakan
Bersama Pengurangan Risiko Bencana di Jawa Timur”. Materi ini dibahas dalam
workshop penguatan kelembagaan FPRB, yang diselenggarakan di Hotel Elmi,
tanggal 5 – Desember 2015. Enam tahun
yang lalu.
Entah
siapa yang nyusun materi itu,
kayaknya layak untuk di posting di grup whatsapp. Materi ini menggambarkan
sebuah proses Panjang terbentuknya FPRB Jawa Timur. Sebuah kisah yang perlu
diketahui oleh “pendatang baru” di rumah besar yang Bernama forum
pengurangan risiko bencana, agar tidak sesat pikir.
Dalam
komentarnya, Mbah Dharmo, bilang, Inilah salah satu file berkenaan dengan
perjalanan FPRB Jatim, monggo silahkan dibaca-baca lurs, agar menjadikan
pembelajaran untuk kita semua. Tahun 2012 adalah tahun dimana kami mulai dihamili,
yang pada tanggal 30 september 2013, kami melahirkan anak yang diberi
nama FPRB JATIM.
“Perjuangan
untuk mem-forum PRB-kan unsur Pentahelix akan terus kami lakukan, walau
badai menghadang. Upaya yang berdarah-darah menjadikan sebuah sejarah.
Alhamdulillah pada akhirnya bisa jadi pengobat lelah,” Kata Mbah Dharmo, Sekjen FPRB Jawa Timur, pengganti mas Rurid.
Mas Didik
Mulyono bilang, salut untuk sedulur semua disini (jatim) yang telah berkenan
melalui proses panjang dan berdarah-darah, menyatukan berbagai kepentingan,
menyatukan berbagai pikiran, menyatukan sudut pandang dan mencapai kesepakatan
bahwa kolaborasi antar aktor menjadi sebuah keniscayaan di Jawa Timur dalam
sebuah gerakan Bersama.
Salah satu
tantangan ke depan untuk teman-teman FPRB Jatim adalah mengawal FPRB Kab/Kota
yang terbentuk dengan proses yang berbeda dari pembentukan FPRB di tingkat
Provinsi, khususnya keterlibatan pentahelix dalam pergerakan pengurangan risiko
bencana untuk menumbuhkan budaya Tangguh.
Dalam
buku panduan pembentukan FPRB tahun 2021, dikatakan bahwa salah satu karakter
Forum adalah Partisipasi multi-pemangku kepentingan dengan anggota yang
benar-benar berkomitmen dan bertugas untuk membawa pengetahuan yang dibutuhkan,
yang seimbang dengan kemudahan pengelolaan. Anggota Platform Lokal harus
memiliki mandat untuk mewakili dan dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan
keprihatinan mereka, sesuai kapasitas yang dimiliki.
Banyak
sudah program yang telah dan sedang dijalankan oleh pengurus forum dibawah
kendali mBah Dharmo, termasuk menginisiasi terbentuknya Forum PRB tingkat
Kabupaten/Kota se Jawa timur.
Terkait
dengan kiprah forum, Mas Didik dalam postingannya, juga mempertanyakan seberapa besar kontribusi
Jatim untuk pencapaian target SFDRR 2015 - 2030 yang secara agregat akan
dikompilasi oleh BNPB sebagai Laporan Tahunan Indonesia ?.
Sungguh
pertanyaan yang selama ini luput dari pembicaraan saat daring maupun luring.
Semuanya terbenam dalam aneka kegiatan yang direncanakan. Namun, belum semua
anggota sanggup “ngayahi tugas” kemanusiaan dengan berbagai alasan, masih sekedar berkomentar ini itu bagai “tong kosong nyaring
bunyinya, koyo gluduk gembluduk tanpo udan sing iso nelesi pelataran”.
Semoga
Mas Didik berkenan memberi pencerahan kepada pengurus FPRB Jatim tentang target
SFDRR 2015 – 2030 dengan segala ‘ubo rampenya’ yang akan melengkapi
laporan untuk kepentingan penyusunan kebijakan program selanjutnya. Tanpa itu, mungkin semua akan ‘gedanpdaan’
mensikapinya.
Berharap postingan
materi lama tentang “Gerakan Bersama Pengurangan Risiko Bencana di Jawa Timur”
tahun 2015, tidak dianggap gluduk tanpo udan, atau sekedar permainan
kata tanpa kerja nyata. Tapi lebih sebagai pengingat bahwa sejarah perjalanan
forum itu sangat hebat, maka harus dijaga martabatnya dengan saling menguatkan tanpa melemahkan, dalam
arti sebenarnya.
“Sepakat
pakdhe, bahwa nilai-nilai yang dianut oleh kita, salah satunya adalah semangat
untuk saling menguatkan, memberi masukan dan menawarkan solusi. Soalnya
tantangan antar daerah itu tidak sama dan semakin berat terkait dengan upaya
pengurangan risiko bencana,” Kata pria yang pernah aktif “membidani”
kelahiran FPRB Jawa Timur, semasa pegang AIFDR. [eBas/RabuWage-20102021]
konon, dalam kerja2 kemanusiaan masing2 aktor punya peran sendiri2 sesuai kapasitas yg dimiliki. ada yg senang berperan di saat tanggap darurat bencana dengan menyibukkan di dapur umum, suka beramai-ramai membantu evakuasi, droping logistik, juga ada yg suka mengabadikan kejadian lewat kamera untuk kepentingan dokumentasi, ada pula yg rela duduk terud di posko mendata dan membantu komunikasi (bankom) untuk mendistribusikan informasi dan perkembangan situasi yg dinamis sering berubah kepada pihak2 yg berkepentingan.
BalasHapusjadi masing2 aktor tidak perlu maido aktor lainnya karena perbedaan peran.
mari coba mengamalkan jargon saling menguatkan tanpa melemahkan demi menebar manfaat yg berartabat, dalam arti sebenarnya.
Trmakasih kang Ebas,, catatan2 kan Ebas, menarik klo dijadikan buku,, agar memudahkan kita semua memahami FORB Jatim khususnya.
BalasHapusnggih mBah, matur nuwun atensinipun yg menyemangati untuk menuliskan kejadian yg menarik untuk didokumentasikan untuk dijadikan bahan pembelajaran bersama (refleksi diri)
BalasHapus