Rabu, 20 Oktober 2021

SISI LAIN DARI FPRB JATIM

Kemarin malam, tepatnya pada hari senin pahing, 18 Oktober 2021, iseng-iseng membuka flashdisk lama. Tidak mengira nemu materi tentang “Gerakan Bersama Pengurangan Risiko Bencana di Jawa Timur”. Materi ini dibahas dalam workshop penguatan kelembagaan FPRB, yang diselenggarakan di Hotel Elmi, tanggal 5 – Desember 2015. Enam tahun yang lalu.

Entah siapa yang nyusun materi itu, kayaknya layak untuk di posting di grup whatsapp. Materi ini menggambarkan sebuah proses Panjang terbentuknya FPRB Jawa Timur. Sebuah kisah yang perlu diketahui oleh “pendatang baru” di rumah besar yang Bernama forum pengurangan risiko bencana, agar tidak sesat pikir.

Dalam komentarnya, Mbah Dharmo,  bilang, Inilah salah satu file berkenaan dengan perjalanan FPRB Jatim, monggo silahkan dibaca-baca lurs, agar menjadikan pembelajaran untuk kita semua. Tahun 2012 adalah tahun dimana kami mulai dihamili, yang pada tanggal 30 september 2013, kami melahirkan anak yang diberi nama FPRB JATIM.

“Perjuangan untuk mem-forum PRB-kan unsur Pentahelix akan terus kami lakukan, walau badai menghadang. Upaya yang berdarah-darah menjadikan sebuah sejarah. Alhamdulillah pada akhirnya bisa jadi pengobat lelah,” Kata Mbah Dharmo, Sekjen FPRB Jawa Timur, pengganti mas Rurid.

Mas Didik Mulyono bilang, salut untuk sedulur semua disini (jatim) yang telah berkenan melalui proses panjang dan berdarah-darah, menyatukan berbagai kepentingan, menyatukan berbagai pikiran, menyatukan sudut pandang dan mencapai kesepakatan bahwa kolaborasi antar aktor menjadi sebuah keniscayaan di Jawa Timur dalam sebuah gerakan Bersama.

Salah satu tantangan ke depan untuk teman-teman FPRB Jatim adalah mengawal FPRB Kab/Kota yang terbentuk dengan proses yang berbeda dari pembentukan FPRB di tingkat Provinsi, khususnya keterlibatan pentahelix dalam pergerakan pengurangan risiko bencana untuk menumbuhkan budaya Tangguh.

Dalam buku panduan pembentukan FPRB tahun 2021, dikatakan bahwa salah satu karakter Forum adalah Partisipasi multi-pemangku kepentingan dengan anggota yang benar-benar berkomitmen dan bertugas untuk membawa pengetahuan yang dibutuhkan, yang seimbang dengan kemudahan pengelolaan. Anggota Platform Lokal harus memiliki mandat untuk mewakili dan dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan keprihatinan mereka, sesuai kapasitas yang dimiliki.

Banyak sudah program yang telah dan sedang dijalankan oleh pengurus forum dibawah kendali mBah Dharmo, termasuk menginisiasi terbentuknya Forum PRB tingkat Kabupaten/Kota se Jawa timur.

Terkait dengan kiprah forum, Mas Didik dalam postingannya, juga mempertanyakan seberapa besar kontribusi Jatim untuk pencapaian target SFDRR 2015 - 2030 yang secara agregat akan dikompilasi oleh BNPB sebagai Laporan Tahunan Indonesia ?.

Sungguh pertanyaan yang selama ini luput dari pembicaraan saat daring maupun luring. Semuanya terbenam dalam aneka kegiatan yang direncanakan. Namun, belum semua anggota sanggup “ngayahi tugas” kemanusiaan dengan berbagai alasan, masih sekedar berkomentar ini itu bagai “tong kosong nyaring bunyinya, koyo gluduk gembluduk tanpo udan sing iso nelesi pelataran”.

Semoga Mas Didik berkenan memberi pencerahan kepada pengurus FPRB Jatim tentang target SFDRR 2015 – 2030 dengan segala ‘ubo rampenya’ yang akan melengkapi laporan untuk kepentingan penyusunan kebijakan program selanjutnya. Tanpa itu, mungkin semua akan ‘gedanpdaan’ mensikapinya.

Berharap postingan materi lama tentang “Gerakan Bersama Pengurangan Risiko Bencana di Jawa Timur” tahun 2015, tidak dianggap gluduk tanpo udan, atau sekedar permainan kata tanpa kerja nyata. Tapi lebih sebagai pengingat bahwa sejarah perjalanan forum itu sangat hebat, maka harus dijaga martabatnya  dengan saling menguatkan tanpa melemahkan, dalam arti sebenarnya.

“Sepakat pakdhe, bahwa nilai-nilai yang dianut oleh kita, salah satunya adalah semangat untuk saling menguatkan, memberi masukan dan menawarkan solusi. Soalnya tantangan antar daerah itu tidak sama dan semakin berat terkait dengan upaya pengurangan risiko bencana,” Kata pria yang pernah aktif “membidani” kelahiran FPRB Jawa Timur, semasa pegang AIFDR. [eBas/RabuWage-20102021]

 

 

 

 

3 komentar:

  1. konon, dalam kerja2 kemanusiaan masing2 aktor punya peran sendiri2 sesuai kapasitas yg dimiliki. ada yg senang berperan di saat tanggap darurat bencana dengan menyibukkan di dapur umum, suka beramai-ramai membantu evakuasi, droping logistik, juga ada yg suka mengabadikan kejadian lewat kamera untuk kepentingan dokumentasi, ada pula yg rela duduk terud di posko mendata dan membantu komunikasi (bankom) untuk mendistribusikan informasi dan perkembangan situasi yg dinamis sering berubah kepada pihak2 yg berkepentingan.
    jadi masing2 aktor tidak perlu maido aktor lainnya karena perbedaan peran.
    mari coba mengamalkan jargon saling menguatkan tanpa melemahkan demi menebar manfaat yg berartabat, dalam arti sebenarnya.

    BalasHapus
  2. Trmakasih kang Ebas,, catatan2 kan Ebas, menarik klo dijadikan buku,, agar memudahkan kita semua memahami FORB Jatim khususnya.

    BalasHapus
  3. nggih mBah, matur nuwun atensinipun yg menyemangati untuk menuliskan kejadian yg menarik untuk didokumentasikan untuk dijadikan bahan pembelajaran bersama (refleksi diri)

    BalasHapus