Sungguh, rapat koordinasi bidang pencegahan dan
kesiapsiagaan bpbd prov jawa timur tahun 2022 ini sangat istimewa. Disamping
materi yang disampaikan oleh Mas didik dan Mas punjung yang benar-benar
menggelitik, karena merupakan masalah baru bagi sebagian besar peserta rakor.
Juga beberapa pertanyaan dan pernyataan yang menarik
untuk dikomentari. Sebenarnya sangat
asik jika celetukan itu ditanyakan langsung. Namun sayang karena peserta kalah
pengalaman maka hanya bisa nggremeng sendiri tanpa berani bertanya. Disamping
itu waktunya juga terbatas.
Misalnya, pernyataan yang mengatakan bahwa keberadaan
forum itu bukan karena keinginan tapi karena kebutuhan sesuai dengan UU 24
tahun 2007 dan PP 21 tahun 2008. Lha, seandainya BPBD tidak butuh adanya Forum,
apakah akan berpengaruh terhadap kinerja dan anggaran rutinnya ?.
Seandainya BPBD lebih memilih membentuk tim ahli atau
konsultan ahli (dewan pakar) dari pada forum, apakah berdosa dan menyalahi
aturan yang bisa dipidanakan ?. sementara, daerah yang telah membentuk forum
pun, ternyata masih ada yang belum memberi perhatian yang signifikan kepada
forum.
Termasuk harapan tentang perlunya optimalisasi upaya
penanggulangan bencana dengan membangun sinergi antar pihak. Kira-kira
bentuknya bagaimana ya, dan bagaimana cara mengoptimalkannya agar terbangun
sinergi antar pihak ?.
Kemudian Mas Didik yang sering menggunakan istilah “mohon
maaf dengan segala hormat” juga menyampaikan pernyataan yang menggelitik.
Seperti. Dalam rangka peningkatan kapasitas, dan wawasan relawan serta jejaring
kemitraan, perlu kiranya forum membangun bekerjasama dengan akademisi, praktisi
dan OPD terkait.
Namun perlu diingat, akademisi juga punya kesibukan yang seabreg.
Selain mengajar, dan membimbing skripsi/tesis, juga melakukan penelitian, dan menjadi
konsultan berbagai proyek. Tentu ini lebih menggiurkan dan diprioritaskan
daripada kerjasama dengan forum. Begitu juga dengan OPD terkait.
Masih kata Mas Didik, forum hendaknya dapat “menggadeng”
kader-kader milik OPD tertentu yang ada di Desa, untuk menyediakan data desa
yang dibutuhkan dalam penyusunan program terkait masalah bencana, dan dokumen
yang diperlukan, misalnya untuk menyusun kajian risiko bencana.
Seperti diketahui, bahwa keberadaan kader itu sengaja
dibentuk dan “dipelihara” oleh OPD dalam rangka membantu pelaksanaan
tugas. Sehingga, kalau relawan ingin menggandeng mereka, tentunya harus mendapatkan
ijin juragannya terlebih dahulu. Tidak bisa langsung slonong boy
begitu, karena menyangkut nama baik (ego sektoral).
Begitu juga saat Mas Punjung mengakhiri materinya tentang
shelter pengungsian dan perlindungan. Mas Didik juga menggelitik peserta rakor
tentang perlunya forum langsung mendirikan shelter saat tanggap bencana,
sehingga relawan yang datang langsung masuk ke masing-masing klaster sesuai
dengan kapasitasnya.
Pertanyaannya kemudian, apakah forum punya kewenangan
untuk mendirikan shelter, apakah itu bukan kewenangan Posko Induk seperti yang
termaktub dalam SKPDB ?. bagaimana pula dengan relawan bondo tekat, yang datang
ke lokasi hanya dengan nawaitu membantu sesama tanpa punya kapasitas tertentu
?.
Sebenarnya celetukan yang dilempar Mas Didik itu sangat
menarik untuk didiskusikan secara langsung. Namun, (mungkin) karena faktor
sungkan, takut dianggap keminter, sehingga semua peserta lebih memilih
diam ambil mencatat apa-apa yang perlu dicatat dan nggerundel antar teman.
Sungguh celetukan yang menggelitik dan sangat menarik
untuk ditindak lanjuti. Namun, siapa yang berani memulai ?. perlu aktor kuat untuk
memulainya. Apakah Mbah Dharmo sebagai Sekjen forum, atau para dewan pengarah
forum ?. mungkin, yang sangat siap adalah BPBD, sesuai dengan UU 24 tahun 2007.
Tentu, celetukan yang menggelitik dari Mas Didik itu
bukan asal nyeletuk (seperti kebiasaan penulis), namun celetukan pria berkaca
mata itu, berdasarkan pengalamannya malang melintang dibidang kebencanaan
selama bertahun-tahun di berbagai daerah.
Namun karena penanganan bencana itu sangat unik, selalu
berbeda dari satu daerah dengan daerah lain. Maka praktik baik di suatu daerah,
belum tentu bisa diduplikasi oleh daerah lain. Harus disesuaikan dengan
kearifan lokal setempat. Termasuk celetukan yang menggelitik dari Mas Didik di
atas.
Semoga celetukan Mas Didik bisa menjadi bahan diskusi
antar pihak yang terlibat dalam F-PRB, sehingga pasca rakor ini, tema yang
berbunyi peneguhan peran strategis forum PRB jawa timur dalam penanggulangan
bencana, membawa perubahan dalam berforum.
Paling tidak, sudah mulai ada perubahan pasca rakor. Yaitu,
semakin banyak pihak yang memesan rompi F-PRB yang sangat fashionable
dan stylish, yang digawangi mBakyu Ratna, bendahara forum yang enerjik
dan murah senyum. [eBas/RabuPon-10082022]
semoga tulisan sak nulis bulisnya ini bisa menginspirasi bagi mereka yang membaca dengan hati, bukan dengan emosi. sehingga dalam berforum benar2 membawa keberkahan kesetaraan transparansi bertanggungjawab dan jauh dari upaya saling memanfaatkan untuk kepentingan pribadi/kelompok, karena itu tidak sejalan dengan semangat bersama dalam membangun forum yang bermartabat
BalasHapus