Senin, 06 Mei 2024

KETIKA MAK CIK BERSULANG KOMENTAR TENTANG SINGKATAN LC DALAM 1355 KATA

 Sungguh saya tidak mengerti jika penamaan Jamaah LC (Lorong eduCation) ditafsirkan oleh mereka yang sebenarnya paham tapi pura-pura bego. Sehingga banyak mengundang komentar yang melebar dengan segala argumentasinya. Bahkan ada juga usulan agar Jamaah LC diubah menjadi Jamaah LE. Sebuah pemikiran yang konservatif akan singkatan. Padahal sekarang ini jamannya berfikir kreatif dan adaptif. Ya, akhirnya kriwikan dadi grojogan.

 Sebenarnya saya malas menanggapi pertanyaan orang yang sebenarnya tergolong “educated” tapi pura-pura nggobloki dengan teknik “hit and run” (setelah bertanya kemudian menghilang, hanya ngintip berbagai komentar sambil cengar cengir puas pancingannya mengena, seperti watak sengkuni).

 Ya, tampaknya hembusan nakal itu memang disengaja karena merasa tidak mampu berbuat sesuatu seperti anggota Jamaah LC, yang tidak pernah membahas tentang apa itu kesetaraan gender, karena memang bukan bidangnya. Karena bidang garap Jamaah LC itu adalah sosialisasi dan edukasi untuk peningkatan kapasitas relawan dalam upaya pengurangan risiko bencana.

 Lucunya, hanya Sengkuni dan Mak Cik yang "galau" dengan singkatan LC. Sementara yang lain, diantaranya pejabat BNPB, juga BPBD dan beberapa dosen yang pernah mampir ke basecamp LC tidak merasa "jengah" dengan LC beserta orang-orangnya. Mau bilang aneh takut dianggap puritan. Terus gimana dong ?.

 Rupanya si Sengkuni mendapat teman yang memiliki kepedulian di bidang kesetaraan gender. Sehingga mudah mengasosiasikan singkatan LC ke upaya pelecehan konsep gender. Padahal sudah dikasih paham bahwa penamaan LC itu ada sejarahnya bagi kami (bukan kamu).

 Begitu juga pamakaian istilah Jamaah. Itu hanya biar tampil beda. Karena kami mengartikan Jamaah itu kata lain dari komunitas. (sekali lagi ini menurut kami orang kampung, bukan kamu yang orang kampus). Ya, semua ini adalah proses kreatif kami. Jadi, kalau tidak setuju, silahkan kamu berlalu. Kami tak akan goyah oleh tuturanmu.

 Mengawali kementarnya, Mak Cik bilang, Mohon ijin Senior, sebagai usulan untuk singkatan Jamaah Lorong Education sebaiknya Jamaah LE. Janganlah terus menerus mengiring opini public ke LC sebagai Ladies Companion, yang seakan-akan ada suatu “brand market” dari Lorong Education pada penekanan intimidasi pada kata "Ladies" disini.

 Kemudian, komentar pun berlanjut dengan nukilan kalimat dari satrawan LEKRA, Pramoedya Ananta Toer, yang mengatakan bahwa, Tanpa wanita takkan ada bangsa manusia. Tanpa bangsa manusia takkan ada yang memuji kebesaran-Mu. Semua puji-pujian untuk-Mu dimungkinkan hanya oleh titik darah, keringat dan erang kesakitan wanita yang sobek bagian badannya karena melahirkan kehidupan.

 Waduh komentar yang semakin melebar yang tidak pernah terpikirkan oleh anggota Jamaah LC. Termasuk tagar Kesetaraan GEDSI dan Resilience for all, serta “brand market”. sungguh, semua istilah asing itu tak pernah menjadi bahan obrolan anggota Jamaah LC, sambil wedangan. Walaupun konon, Kesetaraan GEDSI itu bagian daripada Implementasi SDG 2030

  “Senior harus dapat bersikap bijak seiringan dengan bertambahnya usia, kalau disingkat pun Lorong Education itu Kan singkatan nya menjadi L E,  yang mana huruf L untuk Lorong dan huruf E untuk Education. Terus kenapa selalu brand market nya Lorong Education digiring ke LC, Ladies Companion kemudian yang disalahkan Para Ladies,” Komentarnya lagi.

 Benar, Lorong Education itu seharusnya disingkat LE. Itu mah singkatan konvensional banget. Sementara kami menggunakan singkatan LC itu karena ada sejarahnya. Sementara yang menggiring ke ladies companion itu adalah mereka yang tidak tahu. Atau mereka yang tidak suka dengan Jamaah LC yang menjadi media jagongan relawan dari berbagai komunitas tanpa memandang status sosial.

 Nyatanya, setelah mereka tahu artinya LC, mereka menjadi paham dan mengakui bahwa kami sangat kreatif dalam membuat singkatan yang menarik. Sementara Mak Cik dan Sengkuni malah sebaliknya, menyalahkan kami yang menggunakan singkatan LC.

 Alfin, salah seorang anggota Jamaah LC, tetiba mak bedunduk berkomentar, Maaf, kami tidak ada maksud untuk menggiring opini kearah situ, apalagi intimidasi seperti yang anda pikirkan. Banyak singkatan yang sama, namun memiliki arti yang berbeda, kami memberikan nama LC itu tidak serta Merta atau sekedar iseng, ada cerita dan alasan tertentu dibalik itu.

 “Yang saya herankan kenapa anda selalu mempermasalahkan hal-hal kecil, dan tidak hanya di grup ini tapi di grup lainnya. Jadi Kalau anda berpikir bahwa kami menggiring opini ke hal yang negatif atau ada intimidasi berarti cara berpikir anda yang perlu diubah,” Kata Alfin, mungkin sambil mecucu karena kehabisan rokok.

 Rupanya pancingan si Sengkuni ini menarik Cak Jie untuk berkomentar dengan nada menghibur Alfin. “Wis Ngalir ae, dadi Banyu Mili dengan Manfaat untuk mengaliri bagi yang membutuhkan sesuai jargon selalu bergerak memberi manfaat.

 “Well, beda pendapat itu hal yang biasa. Bila Kakak bisa geram kenapa saya juga tidak boleh geram, saat kami Ladies selalu dipermasalahkan saat berita tentang Lorong Education dikaitkan dengan LC,  Ladies Companion,” Kata Mak Cik.

 Rupanya, sebagai aktivis gender, Mak Cik masih risau dengan istilah LC, yang olehnya diartikan sebagai Ladies Companion. Padahal, seluruh anggota Jamaah LC, tidak pernah membahas tentang LC yang dimaksud Mak Cik, apalagi gender dalam ber-jagongan-ria.

 “Tapi kenapa anda selalu protes terkait nama/singkatan dari komunitas kami, yang sama sekali tidak pernah mengaitkan Lorong eduCation dgn Ladies Companion. Sungguh itu hanya pikiran anda saja yang belum tahu dapurnya LC, yang berpusat di wilayah Kelurahan Keputih, Surabaya Timur,” Balas Alfin

 Dalam kesempatan itu, Mak Cik juga memberikan ulasan panjang lebar tentang Perempuan dan daya tarik seksualnya menjadi objek dalam beberapa tayangan di televisi, seolah mereka tampil hanya untuk memanjakan mata penonton yang kebanyakan memang menyasar laki-laki.

 “Begitu pun di era media baru, banyak konten yang mengomodifikasi perempuan dan tubuhnya di media sosial. Yang aneh, tidak sedikit perempuan yang justru mengomodifikasi tubuhnya sendiri melalui konten di media sosial maupun di layanan berbayar,” Katanya.

 Ulasan yang mengutip dari hasil kajiannya Barbara L. Frederickson dan Tomi-Ann Roberts, itu pun rasanya tidak ada relevansinya dengan keberadaan Jamaah LC. Karena sesungguhnyalah dalam setiap pemberitaan tentang kegiatan Jamaah LC, maupun opini tentang tingkah polahnya, tidak pernah membahas, apalagi menyudutkan keberadaan profesi Ladies Companion.

 Jika hasil kajian itu menyatakan bahwa ada kesengajaan menggunakan daya tarik seksual wanita, sebagai konten untuk menarik minat warganet laki-laki (konsumen). Nyatanya memang begitu, terus kita mau apa, mau protes ?. Protes kepada siapa ?. sebagai “orang terdidik”, alangkah eloknya jika kajian ilmiah itu dibalas dengan kajian ilmiah pula. Bukan sekedar lempar batu sembunyi tangan.

 Rupanya Mak Cik benar-benar gagal paham dengan penggunaan singkatan LC. Mak Cik yang kaya pengalaman itu menganggap bahwa LC itu pasti singkatannya Ladies Companion. Karena mindset nya sudah seperti itu jadinya ya sulit untuk dipahamkan bahwa Jamaah LC itu jauh berbeda dengan anggapannya.

 Jare Kartolo, “angel wis angel,…angel temen tuturane,”. Kata Brori Marantika, buah semangka berdaun sirih, aku begini engkau begitu sama saja, sementara nDarboy bilang, aku kiri, kowe kanan, wis bedo dalan.

 Rurid Rudianto salah satu fasilitator GEDSI tergelitik juga untuk berkomentar. Menurutnya, kesetaraan gender bukan untuk dijadikan bahan perdebatan apalagi dengan keyakinan masing-masing. Gender itu untuk membangun dialog saling memahami.

 “Maaf lho pendapat saya ini bukan bermaksud menggurui mas Alfin dan Mak Cik.  Ngapunten lho,” Ucapnya dengan sopan untuk menjaga suasana pertukaran komentar tetap kondusif.

 Benar kata pemilik Kedai Kopi Potrojoyo Kepanjen, bahwa masalah beda pemaknaan LC itu "ora iso dibanding-bandingne, yo mesti salah dan akhirnya berbantah"

 Adapun jika ditanyakan “Brand market” yang dibawa Jamaah LC itu apa ?. tentu mereka bingung karena merasa tidak punya itu, dan sudah di jlentrehkan di tulisan yang berjudul Jamaah LC bukan Jamaah Biasa. Jika membacanya dengan hati pasti paham. Namun jika cara bacanya dengan esmosi pasti akan gagal paham.

 Namun Ning Dilla, anggota baru Jamaah LC mencoba menjelaskan, sesuai pemahamannya, bahwa Lorong eduCation (LC) disini membawa brand market yang berfokus pada pemberdayaan dan kolaborasi komunitas dalam upaya penanggulangan bencana, berbasis pada kebutuhan lokal.

 Sebagai mahasiswa MMB Unair Surabaya, Dia menganggap LC memberikan platform untuk pembelajaran, diskusi, dan aksi bersama tanpa batasan struktur organisasi. Melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi, LC mempromosikan kesadaran akan resiko bencana serta pemahaman akan langkah-langkah konkret yang dapat diambil oleh individu dan komunitas untuk mengurangi dampaknya.

 Apakah seperti itu yang dimaksudkan dengan “Brand market” itu, tentu saya tidak tahu. Apakah anggota Jamaah yang lain setuju, saya pun juga tidak tahu. Semoga ke depan penyebutan LC tidak akan mengundang polemik yang berkepanjangan. Biarkanlah kami berjalan diatas jalan kami sendiri tanpa pernah mengganggu perjalananmu.

 Begitu juga denganmu, berjalanlah sesuai jalan yang kamu mau tanpa harus mengganggu jalannya orang lain yang punya cara sendiri dalam menikmatinya. Buanglah prasangkamu, karena tidak akan menggoyahkan imanku untuk tetap menggunakan singkatan LC yang sangat bermakna bagi kami, anggota Jamaah Lorong eduCation. Wallahu a’lam bishowab. [eBas-SelasaWage-07052024]

1 komentar:

  1. Kinon seorang pujangga sastra yg bernama Shakespeare pernah berkata "What"s in a nama ?"

    BalasHapus