Selasa, 09 Agustus 2016

WARUNG KOPI MBAH COKRO WARUNG INSPIRASI

             Menempati lahan yang konon bekas lapangan Niac Mitra, sebuah klub sepak bola yang pernah ada di Surabaya, berdiri Warung kopi yang tampil sederhana dan antik, menawarkan kesan kuno bernuansa jadul. Warung Kopi mbah Cokro, itulah namanya. Disana juga menyediakan tempat untuk pertemuan yang diberi nama Padepokan Tjokroaminoto dan Panggung Rakyat untuk pertunjukan musik maupun baca puisi (musikalisasi puisi).

Warung mbah Cokro yang berada di jalan Prapen, Surabaya timur, menawarkan kuliner yang tidak seperti warung kopi pada umumnya. Jangan berharap jika nongkrong di warung itu bisa memesan soft drink atau aneka kudapan masa kini, termasuk jangan mencari marning, kuaci, sanghai, kacang atum, rokok eceran dan krupuk plastikan dan aneka minuman shacet yang biasa digantung.

Minuman yang disajikan pun menu ndeso, diantaranya wedang tape, temu lawak, susu anget, dan es teh, dan jagoannya tetap wedang kopi setengah pait. Sedangkan jajanan yang ditampilkan standar warung kopi pinggir jalan, seperti tahu brontak, tempe goreng, pisang goreng, sate usus, ceker ayam, sate telur puyuh. Juga ada Sego Teri, Mie Kluntung, dan Nasi Kucing bungkus daun pisang.

Warung ini dibangun dari potongan bambu dan kayu bekas yang sengaja tidak dihaluskan (kasaran). Mulai meja-kursi dari bambu, dingklik dari kayu, piring dan gelas dari seng dan barang kuno lainnya yang dijadikan asesoris, seperti sepeda onthel, radio, proyektor dan mesin cuci rusak. Barang-barang jadul inilah yang bikin kangen siapa pun yang pernah kesana. Ya, kesan pertama begitu menggoda.

Karena suasana yang sederhana dan apa adanya itulah yang membuat nyaman untuk cangkruk’an di waktu malam, bersama teman, bersama komunitas, untuk saling berbagi, saling peduli dan saling sinau untuk menambah wawasan sekaligus mempererat paseduluran, seperti jargon lama, Mitreka Satata, teman senasib seperjuangan. Tentu semua itu dilakukan sambil nyruput kopi pelan-pelan.

Warungnya Mbah Cokro sering juga dijadikan tempat diskusi oleh berbagai komunitas, menjadi tempat berkumpulnya berbagai relawan kemanusiaan, yang mencoba melahirkan inspirasi dengan menebar berbagai informasi. Mulai diskusi pendidikan, pameran foto, diskusi budaya dan media penyiaran dan kegiatan lain yang diselenggarakan oleh berbagai komunitas yang memiliki kepedulian terhadap sesama.

Materi diskusinya cukup aktual, dan berbobot, walau disampaikan secara santai, jauh dari kesan formal. Ya diskusinya mengalir apa adanya, bloko suto, sak njeplak’e cangkem sehingga mengundang senyum dan tepuk tangan. Begitu juga tanggapan peserta diskusi beragam, dan tak kalah ‘nakalnya’ dengan dialeg khas Suroboyoan.

Mereka, sesuai dengan potensi dan kapasitasnya, mencoba ber-shodakoh wawasan dan pengalaman. Dengan gayanya sendiri, saling memberi tausyiah, menyebarkan virus positif yang mencerahkan idealisme yang kini semakin memudar di era industrialisasi, materialistis dan konsumtif. Konon, perilaku yang demikian bisa berdampak pada pudarnya nilai-nilai keindonesiaan, nilai-nilai kebhinekaan.

Ya, di warungnya mbah Cokro, para relawan kemanusiaan itu menemukan ladang berekspresi untuk mengasah idealismenya dan mengamalkan segala kebisaannya, dengan harapan dapat  menginspirasi mereka yang suka cangkruk’an di halamannya mbah Cokro untuk melakukan aksi-aksi kemanusiaan. Semoga.[eBas/08123161763]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar