Selasa, 28 Maret 2017

MEWADAHI RELAWAN DALAM SEKBER

Gus Ipul, panggilan akrab wakil gubernur Jawa Timur, dalam beritalima.com, hari senin (27/3), mengatakan bahwa, di Jawa Timur, terdapat 125 kelompok relawan yang masih berdiri sendiri, belum terwadahi. Ke depan kelompok relawan tersebut akan diwadahi dalam satu kesekretariatan (sekber), sehingga tindakan yang dilakukan akan terintegrasi dan akan terjadi penguatan kapasitas. Dengan demikian, penanganan bencana dipastikan akan lebih terstrukutur dan terorganisasi baik.

Dengan kata lain, Sekber  dibentuk dengan tujuan, diantaranya  untuk (1) mengkoordinasikan serta mengkonsolidasikan organisasi relawan dalam satu wadah untuk memudahkan komunikasi dan tukar informasi, (2) melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan kapasitas dan kompetensi relawan menghadapi program sertifikasi berdasar pengklasteran.

Sekber diharapkan menjadi media untuk mempublikasikan kegiatan relawan dalam penanggulangan bencana, sehingga diketahui oleh khalayak ramai. Sekber pun juga menjadi wadah saling belajar serta membangun jaringan dengan para pemangku kepentingan lain (Kementerian/Lembaga, LSM Nasional/International, Donor, Dunia Usaha dan Komunitas) yang bergerak dibidang kebencanaan.

Memang, kendalanya adalah, masih kentalnya rasa ego sektoral. Masing-masing merasa sok pintar, sok berpengalaman, sok senior, merasa punya dana banyak sehingga tidak mau diatur apalagi diajak bekerjasama. Kendala inilah yang perlu dibongkar jika ingin gagasannya Gus Ipul tentang rencana pembentukan sekber sebagai wadah relawan membawa barokah bagi sesama.

Dalam UU 24 tahun 2007 dikatakan bahwa  Relawan Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disebut relawan, adalah seorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan dan kepedulian untuk bekerja secara sukarela dan ikhlas dalam upaya penanggulangan bencana.

Sudah terbukti, bahwa, dalam banyak kejadian bencana, relawan telah memainkan peran penting. Bersama masyarakat terdampak, mereka bekerja cepat bergotong royong mengevakuasi korban, mendirikan dapur umum, dan upaya penanggulangan bencana lainnya secara mandiri, memanfaatkan potensi yang ada sebelum bantuan dari pemerintah (dalam hal ini BPBD) datang. Pinjam istilah yang muncul di diskusi publik di Hotel Santika, Surabaya dengan tema, Membedah Tata kelola Bencana Provinsi Jawa Timur, bahwa dalam menangani korban bencana haruslah cepat, tepat dan humanis.

Hal ini sejalan dengan tujuan penanggulangan bencana, diantaranya adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana, menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh, membangun partisipasi dan kemitraan publik, serta mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan.

Apalagi, masih menurut wagub jatim, bahwa Sebanyak 29 kabupaten/kota di Jatim merupakan daerah yang berisiko tinggi bencana. Risiko tinggi bencana yang dihadapi 29 daerah itu tidak sama. Ada yang rawan bencana tanah longsor, banjir, puting beliung, gempa dan gunung berapi. Bencana terbanyak adalah banjir. Ada juga bencana kekeringan dan kebakaran hutan.

Ke-29 daerah itu adalah Lumajang, Malang, Jember, Banyuwangi, Pacitan, Pasuruan, Blitar, Sumenep, Tulungagung, Trenggalek, Probolinggo, Pamekasan, Kediri, Tuban, Gresik, Lamongan, Situbondo, Surabaya, Bondowoso, Bangkalan, Mojokerto, Ponorogo, Madiun, Jombang, Sampang, Nganjuk, Magetan, Bojonegoro dan Sidoarjo. 

Dengan banyaknya daerah rawan bencana itu, relawan melalui sekber bisa berperan lebih dalam satu komando. Dengan kata lain, pengurus sekber bergandengan tangan dengan BPBD, mendorong relawan berpartisipasi aktif mensukseskan program BPBD, serta membangun kapasitas relawan berbasis kearifan lokal dalam melaksanakan upaya-upaya PRBBK. mensosialisaikan perkembangan konsep PRBBK dan kegiatan penanggulangan bencana kepada khalayak ramai di daerah rawan bencana.

Sekber pun bisa sebagai sarana menjalin komunikasi dan koordinasi berkelanjutan antar relawan. Komunikasi antar relawan merupakan hal yang penting, terutama untuk saling berbagi pengalaman, dan bertukar informasi dalam menjalankan tugas penanggulangan bencana.

Upaya meningkatkan komunikasi antar relawan dapat dicapai melalui pengembangan buletin, WhatsApp, dan milis relawan penanggulangan bencana, atau media lainnya yang mudah diakses relawan. Semoga upaya mewadahi relawan penanggulangan bencana dalam sekretariat bersama segera terwujud dan terdukung anggarannya. Salam kemanusiaan. [eBas].





Tidak ada komentar:

Posting Komentar