Minggu, 19 Maret 2017

SEKBER WADAH KOMUNIKASI RELAWAN?

Sungguh, di era kesejagatan yang mengedepankan profesionalisme, individualism dan kompetensi itu, ternyata masih banyak orang yang peduli kepada kemanusiaan. Tergerak hatinya untuk melakukan aksi membantu sesamanya. Sebisanya, sesuai kemampuan, penuh kesadaran.

Beberapa pakar mengatakan bahwa Kesukarelawanan itu bersifat universal, siapapun bisa berperan sebagai relawan, wujud dari kepedulian, hal ini mengingat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang suka membantu dan tolong  menolong dengan sesamanya. Apalagi, dalam agama, mengajarkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.

Ada yang bergerak di bidang santunan pendidikan, kesehatan, ada yang aktif di bidang pencarian dan pertolongan saat terjadi bencana, melakukan edukasi dan advokasi bidang pelestarian lingkungan. Ada pula yang melakukan gerakan pemberian santunan kepada fakir miskin dan orang terlantar, dalam konsep pemberdayaan. Juga ada yang peduli membantu perbaikan rumah, pemeliharaan infrastruktur yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak.

Ya, mereka inilah relawan sejati. Mereka muncul dan beraksi itu dilambari kesamaan minat dan rasa peduli kepada sesama. Bahu membahu saling menginformasikan tentag aksi yang menjadi agenda bersama, bagaimana mengumpulkan donasi untuk mendukung aksi. Semua berjalan alami sesuai kesepakatan.

Terbentuknya komunitas relawan peduli kemanusiaan (termasuk relawan penanggulangan bencana) itu seringkali diawali melalui obrolan di medsos, yang dilanjutkan dengan bersemuka distempat yang ditentukan untuk membangun komitmen yang kuat sebagai dasar berbuat membantu masyarakat.

Ya, kelompok relawan peduli kemanusiaan itu ternyata banyak terserak dimana-mana, baik di Kota pun di Desa. ada yang sering terberitakan maupun tidak. Mereka tetap beraktifitas sesuai visi misi dan tujuannya. Peran relawan jangan hanya untuk urusan darurat jangka pendek insidental, tetapi harus bersifat reguler untuk menjawab kebutuhan jangka panjang. Sehingga peran sukarelawan mencakup semua dimensi pembangunan : sosial, ekonomi, pendidikan, politik, sosial dan teknologi.

Andaikan kelompok relawan ini berkenan untuk membangun sinergi bersama dalam wadah Sekretariat Bersama (sekber), pasti akan sangat mudah berkoordinasi saling tukar informasi untuk melaksanakan kegiatan kemanusiaan secara bersama.

Untuk itulah, alangkah eloknya jika BPBD setempat yang memiliki kemampuan koordinasi, komando dan pelaksana, memfasilitasi sekaligus membina relawan dalam rangka memperlancar “proses dialog” antar relawan, sehingga akan tumbuh kesepahaman dalam melaksanakan tugas kemanusiaan tanpa membedakan ‘baju dan warna bendera’ .

Dengan kata lain, melalui sekber, BPBD dapat mendorong lahirnya relawan yang memiliki kemampuan professional yang dipersyaratkan, mampu melakukan pengorganisasian sekaligus memainkan fungsi kontrol sosial dalam segala aktivitas yang terkait dengan kondisi pra bencana, tanggap bencana, dan pasca bencana.

Artinya, dengan pembinaan yang terjadwal oleh BPBD, relawan hendaknya bisa berperan mendorong terwujudnya kemandirian dan ketangguhan  masyarakat menghadapi bencana. Oleh karena itu relawan harus diorganisir secara professional dalam wadah sekber agar bisa berkontribusi dalam bidang penanggulanga bencana.

Namun perlu disadari, bahwa sifat keanggotaan sekber yang terbuka dan sukarela ini, dimungkinkan ada komunitas pegiat kemanusiaan yang tidak mau bernaung dalam wadah sekber, tidak suka bersinergi, selalu bermain sendiri, dengan berbagai alasan, dan itu wajar. Boleh-boleh saja. Namun BPBD hendaknya tetap berupaya memiliki data lengkap tentang mereka, agar mudah memobilisasi jika situasi memang menghendaki. Salam Kemanusiaan.[eBas]









Tidak ada komentar:

Posting Komentar