Senin, 02 April 2018

IPABI MEMANG BUKAN PGRI


Sejak digulirkannya program sertifikasi guru dan tunjangan profesi, maka guru di semua jenjang Pendidikan ‘dipaksa’  untuk meningkatkan kompetensinya melalui berbagai kegiatan. Ada Pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG), diklat guru berjenjang sistem in on, dan aneka lomba guru berprestasi serta seminar yang digelar oleh berbagai pihak.

Persatuan guru republik Indonesia (PGRI) sebagai induk rupanya tidak tinggal diam. Mereka tidak hanya rajin memungut sumbangan sukarela dari seluruh guru. Tapi, kini PGRI rajin menggelar kegiatan yang beraroma percepatan peningkatan kompetensi guru dalam bentuk diklat dan seminar. Dengan demikian PGRI mampu memberi suatu yang memang dibutuhkan dan diharapkan oleh guru.

Hal ini sesuai dengan fungsi PGRI dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang juga sejalan dengan amanat UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ( Pasal 41 ayat 2 ), yaitu : Memajukan profesi, Meningkatkan kompetensi, Meningkatkan karier, Meningkatkan Wawasan Kependidikan, Memberikan Perlindungan Profesi, Meningkatkan kesejahteraan, Melaksanakan pengabdian masyarakat.

Paling tidak dengan kegiatan ini guru akan bertambah wawasannya, dan yang terpenting bisa bertemu sesama guru dari berbagai daerah untuk saling bertukar informasi, dan sekedar kangen-kangenan dengan teman lama saat jadi mahasiswa.

Guru pun dengan sukarela menyisihkan waktu dan tenaga (bahkan dananya) untuk mengikuti ‘undangan’ PGRI bersertifikat, tapi tidak gratis. Guru rela merogoh kocek antara 75.000 sampai 250.000 untuk menebus sertifikat, snack dan nasi kotak (kalau ada) serta makalah yang terkait dengan upaya penambahan wawasan. Semua ini demi meningkatnya kompetensi, sehingga profesi guru yang disandangnya lebih bermartabat.

Bagaimana dengan IPABI

Konon, Ikatan pamong belajar Indonesia (IPABI) adalah organisasi profesi dan organisasi perjuangan pamong belajar seluruh Indonesia.  Dengan tujuan; Mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Berperan aktif dalam mencapai tujuan pendidikan nasional, Berperan aktif mengembangkan sistem pendidikan nasional, Mempertinggi kesadaran pamong belajar untuk meningkatkan mutu dan kompetensi pamong belajar, Menjaga, memelihara, membela serta meningkatkan harkat dan martabat pamong belajar.

Tampaknya, sampai saat ini tujuan yang dicanangkan itu belum ‘ternikmati’ oleh pamong belajar secara merata. Salah satunya adalah tidak adanya kesinambungan program, baik yang dilakukan secara mandiri oleh pengurus daerah maupun dibantu dana oleh pusat.

Konon katanya, pernah ada  program peningkatan kualitas kompetensi Pamong Belajar secara terarah dan berkelanjutan, bernama ”Peningkatan Profesional Berkelanjutan” atau disingkat PPB. Program ini diharapkan dapat menjadi salah satu jalan pengembangan dan perluasan pengetahuan, keterampilan dan kualitas kepribadian dalam memenuhi syarat peningkatan mutu profesi. Tapi nyatanya?. Siapa yang menikmati dana pa hasilnya?.

Sementara, dalam berbagai komentar yang ramai di grup WhatsApp hanyalah seputar proposal diklat, dana blokgren dan bansos, nasib perubahan SKB menjadi satdik, tupoksi pamong belajar yang masih simpang siur,  dan wacana berubahnya nama pamong belajar menjadi widyaprada. Apa ini yang dinamakan organisasi perjuangan?

Disisi lain bahasan tentang program IPABI yang muncul hanyalah penjualan baju seragam IPABI. Bahasan tentang peningkatan kompetensi pamong belajar lewat diklat dan seminar seperti PGRI babar blas tidak ada sama sekali. Postingannya hanya seputar copas nasehat dan pameran cupliksn ajaran agama serta info kematian. Apa ini yang dinamakan organi sasi profesi ?.

Mengapa bisa terjadi?. Ya, karena  IPABI bukan PGRI dan pamong belajar bukan guru yang memiliki loyalitas, dedikasi dan jiwa korsa yang membanggakan. Sementara IPBI tidak punya kuasa memaksa pamong belajar untuk melaksanakan aturan organisasi dan hasil kesepakatan musyawarah. Sedangkan pamong belajar sangat egois, sibuk sendiri dengan nasib kariernya, ngamen sana sini, menjadi orang suruhan dari pihak lain. Sungguh memprihatinkan, dan itulah kenyataan.

Akankah IPABI selamanya begini sebagai pajangan yang dinikmati pengurusnya saja atau yang berkuasa di Jakarta sana punya niat memfasilitasi IPABI untuk beraksi meningkatkan kompetensi pamong belajar sesuai tupoksi?. Wallahu a’lam bishowab. Salam literasi, tetap menginspirasi, salam satu hati. [eBas/senin pahing]











Tidak ada komentar:

Posting Komentar