Sejak digulirkannya program sertifikasi guru dan tunjangan profesi,
maka guru di semua jenjang Pendidikan ‘dipaksa’
untuk meningkatkan kompetensinya melalui
berbagai kegiatan. Ada Pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG), diklat guru
berjenjang sistem in on, dan aneka lomba guru berprestasi serta seminar yang
digelar oleh berbagai pihak.
Persatuan guru republik Indonesia (PGRI) sebagai induk rupanya
tidak tinggal diam. Mereka tidak hanya rajin memungut sumbangan sukarela dari
seluruh guru. Tapi, kini PGRI rajin menggelar kegiatan yang beraroma percepatan
peningkatan kompetensi guru dalam bentuk diklat dan seminar. Dengan demikian
PGRI mampu memberi suatu yang memang dibutuhkan dan diharapkan oleh guru.
Hal ini sesuai dengan fungsi PGRI dalam Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga yang juga sejalan dengan amanat UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen ( Pasal 41 ayat 2 ), yaitu : Memajukan profesi, Meningkatkan
kompetensi, Meningkatkan karier, Meningkatkan Wawasan Kependidikan, Memberikan
Perlindungan Profesi, Meningkatkan kesejahteraan, Melaksanakan pengabdian
masyarakat.
Paling tidak dengan kegiatan ini guru akan bertambah wawasannya,
dan yang terpenting bisa bertemu sesama guru dari berbagai daerah untuk saling
bertukar informasi, dan sekedar kangen-kangenan dengan teman lama saat jadi
mahasiswa.
Guru pun dengan sukarela menyisihkan waktu dan tenaga (bahkan
dananya) untuk mengikuti ‘undangan’ PGRI bersertifikat, tapi tidak gratis. Guru
rela merogoh kocek antara 75.000 sampai 250.000 untuk menebus sertifikat, snack
dan nasi kotak (kalau ada) serta makalah yang terkait dengan upaya penambahan
wawasan. Semua ini demi meningkatnya kompetensi, sehingga profesi guru yang
disandangnya lebih bermartabat.
Bagaimana dengan IPABI
Konon, Ikatan pamong belajar Indonesia (IPABI) adalah organisasi
profesi dan organisasi perjuangan pamong belajar seluruh Indonesia. Dengan tujuan; Mewujudkan cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Berperan aktif dalam mencapai
tujuan pendidikan nasional, Berperan aktif mengembangkan sistem pendidikan
nasional, Mempertinggi kesadaran pamong belajar untuk meningkatkan mutu dan
kompetensi pamong belajar, Menjaga, memelihara, membela serta meningkatkan
harkat dan martabat pamong belajar.
Tampaknya, sampai saat ini tujuan yang dicanangkan itu belum ‘ternikmati’
oleh pamong belajar secara merata. Salah satunya adalah tidak adanya
kesinambungan program, baik yang dilakukan secara mandiri oleh pengurus daerah
maupun dibantu dana oleh pusat.
Konon katanya, pernah ada program
peningkatan kualitas kompetensi Pamong Belajar secara terarah dan
berkelanjutan, bernama ”Peningkatan Profesional Berkelanjutan” atau disingkat
PPB. Program ini diharapkan dapat menjadi salah satu jalan pengembangan dan
perluasan pengetahuan, keterampilan dan kualitas kepribadian dalam memenuhi
syarat peningkatan mutu profesi. Tapi nyatanya?. Siapa yang menikmati dana pa hasilnya?.
Sementara, dalam berbagai komentar yang ramai di grup WhatsApp hanyalah
seputar proposal diklat, dana blokgren dan bansos, nasib perubahan SKB menjadi satdik,
tupoksi pamong belajar yang masih simpang siur, dan wacana berubahnya nama pamong belajar
menjadi widyaprada. Apa ini yang dinamakan organisasi perjuangan?
Disisi lain bahasan tentang program IPABI yang muncul hanyalah
penjualan baju seragam IPABI. Bahasan tentang peningkatan kompetensi pamong
belajar lewat diklat dan seminar seperti PGRI babar blas tidak ada sama sekali.
Postingannya hanya seputar copas nasehat dan pameran cupliksn ajaran agama
serta info kematian. Apa ini yang dinamakan organi sasi profesi ?.
Mengapa bisa terjadi?. Ya, karena IPABI bukan PGRI dan pamong belajar bukan guru
yang memiliki loyalitas, dedikasi dan jiwa korsa yang membanggakan. Sementara IPBI
tidak punya kuasa memaksa pamong belajar untuk melaksanakan aturan organisasi
dan hasil kesepakatan musyawarah. Sedangkan pamong belajar sangat egois, sibuk
sendiri dengan nasib kariernya, ngamen sana sini, menjadi orang suruhan dari pihak
lain. Sungguh memprihatinkan, dan itulah kenyataan.
Akankah IPABI selamanya begini
sebagai pajangan yang dinikmati pengurusnya saja atau yang berkuasa di Jakarta
sana punya niat memfasilitasi IPABI untuk beraksi meningkatkan kompetensi pamong
belajar sesuai tupoksi?. Wallahu a’lam bishowab. Salam literasi, tetap menginspirasi, salam satu
hati. [eBas/senin pahing]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar