Kamis, 25 April 2019

SAMPAH PLASTIK DAN KONDOM JUGA ADA DI GUNUNG


          Ternyata, masalah sampah sudah merambah ke wilayah gunung dan hutan. Sampah yang banyak berserak itu adalah bawaan wisatawan. Hal ini tidak lepas dari kesadaran wisatawan yang masih membuang sampah sembarangan. Padahal sudah disediakan tempat sampah, serta tulisan-tulisan peringatan, tapi pengunjung tidak disiplin. Perlu waktu untuk mengedukasi masyarakat pecinta outdoor activity.
          
          Umumnya, sampah itu berupa tas kresek, plastik bungkus roti, bungkus mie instan, tisu, botol minuman, bungkus dan puntung rokok. Tidak jarang ponco, sepatu, sandal dan pakaian yang rusak juga dibuang, daripada ‘ngabot-ngaboti bawaan’, begitu pikirnya.

Bahkan yang memprihatinkan, dalam postingannya Ochars Journey, yang mengikuti kegiatan  Srikandi Bijak Sampah 2019 oleh Trashbag Community DPD Jawa Timur, tanggal 21 Aprl 2019, menemukan kondom bekas di daerah Putuk Lesung, Gunung Arjuno.

Ya, fenomena penemuan kondom bekas pakai di lokasi wisata hutan dan gunung tampaknya semakin banyak (dan mungkin dianggap wajar). Sementara kondom yang di Putuk itu kebetulan ditemukan yang kemudian diposting di media sosial. Ya, kondom identik dengan persetubuhan. Walau pun mungkin kondom digunakan untuk membungkus HP, dompet dan lainnya, namun ‘pikiran ngeres’  pasti tetap muncul, karena kondom itu dicipta untuk ‘bermain cinta’, tidak untuk yang lain.

Sungguh keterlaluan. Apakah ini salah satu bentuk kerusakan moral ?. memanfaatkan aktivitas wisata ke gunung dan hutan (mungkin juga di pantai) untuk berbuat tidak senonoh. Dengan meninggalkan kondom bekas pakai yang dibuang begitu saja, seolah-olah pelakunya ingin meninggalkan pesan bahwa dia adalah pemberani.

mungkin si oknum ingin menunjukkan bahwa dia berani melanggar mitos bahwa gunung (dan hutan) itu angker. Anggapan bahwa berbuat yang tidak santun di gunung akan mendapat celaka, oleh si oknum dipatahkan dengan melakukan persetubuhan. Tentunya si oknum melakukannya dengan suka sama suka, atas nama cinta. Atau si pelakunya itu benar-benar goblok dan teledor membuka aibnya sendiri dengan membuang kondom sembarangan. Duh, sungguh memprihatinkan.

Kelakuan oknum yang tidak patut ditiru ini sedikit banyak akan menyebabkan munculnya anggapan dari khalayak ramai bahwa aktivitas alam bebas identik dengan kebebasan yang melintasi batas moralitas. Pepatah mengatakan, akibat nila setitik, rusak susu sebelanga.

Padahal, sesungguhnyalah para aktivis pecinta alam, pemerhati lingkungan, komunitas peduli sampah dan relawan itu jasanya tidak ternilai. Mereka, atas nama kemanusiaan, menolong sesamanya dengan suka rela. Tanpa dibayar, mereka menginfaqkan tenaganya, waktunya, bahkan hartanya melakukan gerakan penghijauan, mangrovisasi, membersihkan sampah di sungai, di pantai, di hutan dan di gunung. Ya, merekalah pahlawan lingkungan, pahlawan kemanusiaan, yang seringkali karyanya dilupakan.

Tidak henti-hentinya mereka mengedukasi masyarakat dengan melakukan aksi bersih-bersih (di kawasan wisata) sebagai upaya menumbuhkan rasa memiliki sekaligus mencintai lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan. Seperti postingannya Ochars Journey yang mengatakan, “Jangan hanya menikmati keindahan alam saja, tapi juga cintai alam dengan tidak buang sampah sembarangan. Ingat, Gunung Bukan Tempat Sampah”. [eBas/kamis legi-26/4]

  

1 komentar:

  1. sampah plastik itu sulit 'diurai' oleh alam, butuh waktu tahunan. utk itu salah satu cara cepat memusnahkan plastik, karet, stereofoam itu dengan cara dibakar. walau berdampak pada munculnya polusi yg pekat dan berpengaruh pada keseharan.
    jika terpaksa dibakar haruslah dibakar sampai tuntas tas tidak tersisa sampai tinggal abunya.

    BalasHapus