Konon, upaya BNPB menjadikan tanggal 26 April
sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) tersebut bertujuan untuk
membudayakan latihan secara terpadu, terencana dan berkesinambungan guna
meningkatkan kesadaran, kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat menuju
Indonesia Tangguh Bencana. Dengan kata lain, melalui peringatan HKB, masyarakat
disadarkan bahwa penanggulangan bencana itu merupakan urusan semua
pihak (Everybody’s business), seperti yang diperlihatkan dalam logonya
BNPB/BPBD.
BNPB dan BPBD pun telah mengeluarkan himbauan
kepada seluruh komunitas relawan untuk menyemarakkan HKB 2019 dengan kreativitas masing-masing,
dalam rangka ‘mensosialisasikan’ mitigasi dan kesiapsiagaan guna membangun budaya
tangguh menghadapi bencana kepada khalayak ramai, wabil khusus masyarakat yang
berdomisili di kawasan rawan bencana.
Bahkan, informasi dari warganet mengatakan bahwa
ada telegram dari menteri dalam negeri kepada gubernur, bupati dan wali kota se
Indonesia untuk melaksanakan perintah kegiatan HKB dengan melakukan latihan
evakuasi bencana di wilayahnya masing-masing serentak pada jam 10.00 – 12.00
waktu setempat. Ini menandakan betapa pentingnya membangun kesadaran masyarakat
akan kesiapsiagaan menghadapi bencana. Sungguh tepatlah motto yang dihembuskan
oleh BNPB, “Kita Siap, Kita Selamat”, yang pada akhirnya kita bisa
menyelamatkan.
Ya, seperti diketahui bersama bahwa saat ini
Indonesia yang terletak di lingkaran cincin api, sehingga memiliki banyak zona
sesar alias patahan dan gunung api sehingga sering dilanda gempa dan letusan
gunung api. Termasuk bencana banjir, dan
longsor yang menelan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit.
Sehingga upaya pengurangan risiko bencana
melalui latihan kesiapsiagaan, mitigasi struktural dan non struktural, mutlak perlu
diperkenalkan kepada masyarakat, khususnya yang daerahnya memiliki potensi
bencana. Paling tidak masyarakat menjadi tahu risiko yang ada disekitarnya, dan
solusi apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko bencana.
Disamping kesadaran akan pentingnya pendidikan
mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi bencana, ajakan “Kita Jaga Alam, Alam
Jaga Kita” dengan upaya cinta lingkungan, cinta kali bersih dan kesadaran untuk
tidak membuang sampah disembarang tempat, kiranya juga perlu di jadikan gerakan
sebagai upaya mitigasi non struktural yang tumbuh dari kesadaran individual.
Tinggal bagaimana, upaya penguatan kesadaran
individu yang sedang menggebu ini mendapat dukungan dari pemerintah ?. Misalnya,
merespon masukan dari warga tentang adanya kerusakan inftrastruktur tertentu yang
bisa berpotensi menimbulkan bencana, membuat regulasi yang pro mitigasi atau
penegakan regulasi yang sudah ada dengan bijaksana agar semuanya tetap
terkendali.
Pertanyaannya kemudian, bisakah itu dilakukan ?.
semoga kemeriahan gelar HKB tahun 2019, yang mengangkat tema, Siaga Bencana dimulai
dari Diri Sendiri dan Keluarga. Serta tema
yang melibatkan emak-emak, “Perempuan Menjadi Guru Siaga Bencana dan jadikan
Rumah sebegai Sekolahnya”. benar-benar bisa membawa manfaat bagi upaya
pengurangan risiko bencana. Semua ini bisa terwujud jika BNPB/BPBD berhasil membangun sinergi antar berbagai elemen pentaheliks. Salam Tangguh, Salam Kemanusiaan. [eBas-Jumat
paing-12/4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar