Jumat, 12 April 2019

HARI KESIAPASIAGAAN BENCANA 2019 (SEBUAH HARAPAN)


Konon, upaya BNPB menjadikan tanggal 26 April sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB)  tersebut bertujuan untuk membudayakan latihan secara terpadu, terencana dan berkesinambungan guna meningkatkan kesadaran, kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat menuju Indonesia Tangguh Bencana. Dengan kata lain, melalui peringatan HKB, masyarakat disadarkan bahwa penanggulangan bencana itu merupakan urusan semua pihak (Everybody’s business), seperti yang diperlihatkan dalam logonya BNPB/BPBD.

BNPB dan BPBD pun telah mengeluarkan himbauan kepada seluruh komunitas relawan untuk menyemarakkan  HKB 2019 dengan kreativitas masing-masing, dalam rangka ‘mensosialisasikan’ mitigasi dan kesiapsiagaan guna membangun budaya tangguh menghadapi bencana kepada khalayak ramai, wabil khusus masyarakat yang berdomisili di kawasan rawan bencana.

Bahkan, informasi dari warganet mengatakan bahwa ada telegram dari menteri dalam negeri kepada gubernur, bupati dan wali kota se Indonesia untuk melaksanakan perintah kegiatan HKB dengan melakukan latihan evakuasi bencana di wilayahnya masing-masing serentak pada jam 10.00 – 12.00 waktu setempat. Ini menandakan betapa pentingnya membangun kesadaran masyarakat akan kesiapsiagaan menghadapi bencana. Sungguh tepatlah motto yang dihembuskan oleh BNPB, “Kita Siap, Kita Selamat”, yang pada akhirnya kita bisa menyelamatkan.

Ya, seperti diketahui bersama bahwa saat ini Indonesia yang terletak di lingkaran cincin api, sehingga memiliki banyak zona sesar alias patahan dan gunung api sehingga sering dilanda gempa dan letusan gunung api. Termasuk bencana  banjir, dan longsor yang menelan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit.

Sehingga upaya pengurangan risiko bencana melalui latihan kesiapsiagaan, mitigasi struktural dan non struktural, mutlak perlu diperkenalkan kepada masyarakat, khususnya yang daerahnya memiliki potensi bencana. Paling tidak masyarakat menjadi tahu risiko yang ada disekitarnya, dan solusi apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko bencana.

Disamping kesadaran akan pentingnya pendidikan mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi bencana, ajakan “Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita” dengan upaya cinta lingkungan, cinta kali bersih dan kesadaran untuk tidak membuang sampah disembarang tempat, kiranya juga perlu di jadikan gerakan sebagai upaya mitigasi non struktural yang tumbuh dari kesadaran individual.

Tinggal bagaimana, upaya penguatan kesadaran individu yang sedang menggebu ini mendapat dukungan dari pemerintah ?. Misalnya, merespon masukan dari warga tentang adanya kerusakan inftrastruktur tertentu yang bisa berpotensi menimbulkan bencana, membuat regulasi yang pro mitigasi atau penegakan regulasi yang sudah ada dengan bijaksana agar semuanya tetap terkendali.

Pertanyaannya kemudian, bisakah itu dilakukan ?. semoga kemeriahan gelar HKB tahun 2019, yang mengangkat tema, Siaga Bencana dimulai dari Diri  Sendiri dan Keluarga. Serta tema yang melibatkan emak-emak, “Perempuan Menjadi Guru Siaga Bencana dan jadikan Rumah sebegai Sekolahnya”. benar-benar bisa membawa manfaat bagi upaya pengurangan risiko bencana. Semua ini bisa terwujud jika BNPB/BPBD berhasil membangun sinergi antar berbagai elemen pentaheliks. Salam Tangguh, Salam Kemanusiaan. [eBas-Jumat paing-12/4]      






Tidak ada komentar:

Posting Komentar