Minggu, 28 April 2019

TAMAN HARMONI SEBAGAI PUBLIC SPHERE UNTUK BERBAGI INFORMASI


Taman Kota adalah taman yang berada di lingkungan perkotaan yang dapat dinikmati oleh seluruh warga kota untuk saling bertegur sapa sambil olah raga, atau bersantai bersama keluarga maupun komunitasnya. Bisa dikatakan, Taman Kota, selain berfungsi untuk menjaga kualitas lingkungan, keberadaannya juga dapat menumbuhkan rasa sosial dan menumbuhkan toleransi dan rasa peduli, terhadap sesama manusia maupun mahkluk hidup lainnya, dalam rangka mendukung upaya pelestarian alam (termasuk flora dan fauna).

Begitu pula keberadaan Taman Harmoni yang terletak di kawasan Kelurahan Keputih, Kecamatan Sukolilo, Surabaya. Setiap hari minggu selalu diramaikan oleh warga dari berbagai daerah untuk berbagai kegiatan. Keasrian dan keindahannya menjadi jujugan penggemar fotografi untuk mengabadikan berbagai gaya dan peristiwa.

Tidak jarang berbagai komunitas pun menjadikan arena Taman Harmoni menjadi tempat berkumpul, berinteraksi antar anggotanya. Misalnya, Ibu-ibu PKK menggadakan arisan atau makan bersama dalam rangka syukuran, Komunitas Penggemar Satwa, juga memanfaatkan Taman untuk bertukar informasi tentang cara merawat satwa dan bahkan bisa menjadi ajang jual beli jika ada kesepakatan harga. Tidak jarang Pramuka dan PMI juga memanfaatkan keberadaan taman untuk latihan atau sekedar berkoordinasi.

Ya, Taman Harmoni dan taman kota lainnya itu sejatinya adalah ruang terbuka untuk masyarakat (public sphere). Alan McKee (2005) yang disitir di lamannya aryakusuma17.blogspot.com, menyatakan beberapa pengertian tentang public sphere sebagai berikut, Ruang publik adalah suatu wilayah hidup sosial di mana suatu pendapat umum dapat dibentuk diantara warga negara, berhadapan dengan berbagai hal mengenai kepentingan umum tanpa tunduk kepada paksaan dalam menyatakan dan mempublikasikan pandangan mereka.

Dinyatakan pula bahwa Ruang publik adalah ruang dimana percakapan, gagasan, dan pikiran masyarakat bertemu. Atau, tempat di mana informasi, gagasan dan perberdebatan dapat berlangsung dalam masyarakat dan pendapat politis dapat dibentuk.

Sebagai ruang terbuka, maka keberadaan Taman juga bisa digunakan untuk mengedukasi pengunjung taman tentang informasi yang perlu diketahui oleh khalayak ramai. Seperti yang dilakukan oleh Komunitas MTI yang mengadakan sosialisasi Kesiapsiagaan Keluarga (menghadapi bencana, red), dalam rangka meramaikan Hari Kesiapsiagaan Bencana yang jatuh pada tanggal 26 April 2019.

Kegiatan yang dilakukan pada hari minggu (28/4) itu, MTI menampilkan Pojok Pengetahuan, yang berbicara tentang pengetahuan kebencanaan yang kita perlukan.  Pojok Keluarga Siaga, membahas tentang pentingnya setiap keluarga dan masyarakat sadar budaya tangguh bencana. Pojok Tas Siaga, yaitu pengetahuan akan barang apa saja yang harus dimasukkan ke dalam tas siaga agar mudah menyelamatkan disaat terjadi bencana. Ada pula Pojok Skill Building, yaitu informasi tentang bagaimana supaya bangunan aman ketika ada gempa. Tidak lupa aktivis MTI juga mendemonstrasikan media permainan edukatif dan menyediakan souvenir cantik.

Tentu upaya berbagi informasi ini tidak sekali jadi. Namun terus berproses dan dilakukan secara berkala. Disinilah, diperlukan ketangguhan dari aktivis MTI untuk mengedukasi masyarakat yang pada kenyataannya belum peduli terhadap masalah bencana. Surabaya yang jelas-jelas dilewati sesar Surabaya yang berpotensi menimbulkan gempa besar (berdasar hasil penelitian), masyarakat masih banyak yang belum percaya.

Ini terjadi karena Surabaya tidak memiliki pengalaman sejarah tentang gempa yang hebat. Inilah tantangan aktivis MTI untuk meyakinkan masyarakat Surabaya dengan memanfaatkan keberadaan Taman Kota sebagai public sphere. Wallahu a’lam bishowab. Salam Tangguh, Salam Kemanusiaan. [eBas/minggu pon-28/4] 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar