Kamis, 13 Juni 2019

SRPB DAN TAGANA ITU BEDA


“Mas Bro, saya  perhatikan, setiap ada bencana di berbagai daerah di Indonesia, tenda SRPB kok tidak pernah kelihatan ya ?,” Kata Mukidi dengan polosnya sambil menikmati rengginang sisa lebaran kemarin.

Masih kata Mukidi, yang sering dilihanya adalah orang-orang memakai kaos bertuliskan tagana yang sibuk melakukan evakuasi, dan tenda besar bertuliskan tagana, biasanya berfungsi sebagai Dapur Umum. Ada juga mobil operasional double cabin bertulisan tagana, yang setia lalu lalang kesana kemari diada henti.

“SRPB itu kan wadah koordinasi antar organisasi relawan. Jadi, saat ada bencana, relawan yang tergabung dalam SRPB, semua turun atas nama dan atas perintah induk organisasi masing-masing. Sementara, SRPB hanya mencatat organisasi mana saja yang turun ke lokasi untuk memudahkan koordinasi,” Kata Mas Bro mencoba menjelaskan kepada Mukidi yang belum tahu  benyak tentang tugas dan fungsi SRPB.

Sambil menikmati keciput dan opak gapit, Mas Bro bilang, bahwa keberadaan tagana itu memiliki payung hukum dalam melakukan kegiatan dibidang penanggulangan bencana, yaitu Permensos RI nomor 28 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Tagana.

Disana jelas disebutkan bahwa Taruna Siaga Bencana, selanjutnya disingkat tagana adalah relawan sosial atau Tenaga Kesejahteraan Sosial berasal dari masyarakat yang memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan bencana bidang perlindungan sosial.

Dengan demikian jelaslah bahwa tagana memang wajib hadir di lokasi jika ada bencana, dalam rangka mobilisasi penugasan  langsung dilakukan oleh Kementerian Sosial, dinas sosial/instansi sosial provinsi, dan dinas sosial/instansi kabupaten/kota secara berjenjang. Jelas komandonya. Beda dengan relawan, beda pula dengan SRPB yang tidak punya payung hukum. Bahkan ada yang bilang bahwa tagana itu bukan relawan, tapi pekerja kemanusiaan yang dibayar dan difasilitasi.

Dalam Pasal 6, disebutkan tagana mempunyai tugas melaksanakan penanggulangan bencana, baik pada pra bencana, saat tanggap darurat, maupun pasca bencana, dan tugas-tugas penanganan permasalahan sosial lainnya yang terkait dengan penanggulangan bencana.

Pasal 7 (1) Tugas tagana dalam melaksanakan penanggulangan bencana pada Pra Bencana mempunyai fungsi: a. pendataan dan pemetaan daerah rawan bencana; b. peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengurangan risiko bencana; c. kegiatan pengurangan risiko bencana di lokasi rawan bencana; d. peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadi bencana; e. fasilitasi dalam pembentukan dan pengembangan kampung siaga bencana; f. sistem deteksi dini kepada masyarakat atas kemungkinan terjadi bencana; g. evakuasi bersama pihak terkait terlebih dalam bidang perlindungan sosial atas ancaman bahaya; dan h. upaya pengurangan resiko dan kesiapsiagaan lainnya.

(2) Tugas tagana dalam melaksanakan penanggulangan bencana pada saat terjadi bencana mempunyai fungsi: a. mengkaji dengan cepat dan melaporkan hasil identifikasi serta rekomendasi kepada posko atau dinas / instansi sosial, serta berkoordinasi dengan Tim Reaksi Cepat bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial; b. mengidentifikasi / mendata korban bencana; c. melaksanakan operasi tanggap darurat pada bidang penyelamatan korban dari situasi tidak aman ke tempat yang lebih aman; d. melaksanakan operasi tanggap darurat pada bidang penampungan sementara; e. melaksanakan operasi tanggap darurat pada bidang dapur umum; f. melaksanakan operasi tanggap darurat pada bidang logistik; g. melaksanakan operasi tanggap darurat pada bidang psikososial; h. memobilisasi dan menggerakan masyarakat dalam upaya pengurangan resiko; dan i. mengupayakan tanggap darurat lainnya.

(3) Tugas tagana dalam melaksanakan penanggulangan bencana pada pasca bencana mempunyai fungsi: a. mengidentifikasi/mendata kerugian material pada korban bencana; b. mengidentifikasi/mendata kerusakan rumah atau tempat tinggal korban bencana; c. melaksanakan penanganan psikososial dan rujukan; d. mengupayakan penguatan dan pemulihan sosial korban bencana serta berkoordinasi dengan pihak terkait; dan e. melaksanakan pendampingan dalam advokasi sosial.

Mukidi menyimak penjelasan Mas Bro penuh perhatian. Pelan-pelan Mukidi memahami perbedaan antara tagana dengan SRPB, yang sampai saat ini belum memiliki tenda sendiri. Apalagi mobil operasional double cabin.  

 Dalam permensos juga disebutkan bahwa tagana pun mempunyai hak, diantaranya mendapat pengakuan resmi dari Pemerintah melalui pemberian Nomor Induk Anggota yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial; dan mendapat fasilitas, sarana dan prasarana dari Pemerintah berkaitan dengan tugas tugasnya; dan mendapatkan pelatihan dan bimbingan penanggulangan bencana secara berkala oleh Kementerian Sosial dan Pemerintah Daerah.

“Mudah-mudahan sampiyan paham, sehingga tidak menyamakan kiprah tagana yang geraknya difasilitasi oleh pemerintah dengan SRPB yang segala geraknya sangat tergantung pada kesehatan dompet pribadi,” Seloroh Mas Bro sambil nyruput kopi karena kesereten nogosari.

Masih menurut Mas Bro, selama dua tahun berjalan sejak kelahirannya, SRPB lebih banyak melakukan konsolidasi dan edukasi kepada relawan dan berbagai pihak dalam rangka membangun sinergi terkait upaya peningkatan kapasitas relawan yang nantinya bisa membantu ‘pemerintah’ dalam penanggulangan bencana maupun upaya penyuluhan pengurangan risiko bencana kepada masyarakat. [eBas/Jum’ad Kliwon, 14/6]
  

  





Tidak ada komentar:

Posting Komentar