“Mas Bro,
saya perhatikan, setiap ada bencana di
berbagai daerah di Indonesia, tenda SRPB kok tidak pernah kelihatan ya ?,” Kata
Mukidi dengan polosnya sambil menikmati rengginang sisa lebaran kemarin.
Masih
kata Mukidi, yang sering dilihanya adalah orang-orang memakai kaos bertuliskan
tagana yang sibuk melakukan evakuasi, dan tenda besar bertuliskan tagana,
biasanya berfungsi sebagai Dapur Umum. Ada juga mobil operasional double cabin
bertulisan tagana, yang setia lalu lalang kesana kemari diada henti.
“SRPB itu
kan wadah koordinasi antar organisasi relawan. Jadi, saat ada bencana, relawan
yang tergabung dalam SRPB, semua turun atas nama dan atas perintah induk
organisasi masing-masing. Sementara, SRPB hanya mencatat organisasi mana saja
yang turun ke lokasi untuk memudahkan koordinasi,” Kata Mas Bro mencoba
menjelaskan kepada Mukidi yang belum tahu
benyak tentang tugas dan fungsi SRPB.
Sambil
menikmati keciput dan opak gapit, Mas Bro bilang, bahwa keberadaan tagana itu
memiliki payung hukum dalam melakukan kegiatan dibidang penanggulangan bencana,
yaitu Permensos RI nomor 28 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Tagana.
Disana
jelas disebutkan bahwa Taruna Siaga Bencana, selanjutnya disingkat tagana adalah
relawan sosial atau Tenaga Kesejahteraan Sosial berasal dari masyarakat yang
memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan bencana bidang perlindungan
sosial.
Dengan
demikian jelaslah bahwa tagana memang wajib hadir di lokasi jika ada bencana,
dalam rangka mobilisasi penugasan
langsung dilakukan oleh Kementerian Sosial, dinas sosial/instansi sosial
provinsi, dan dinas sosial/instansi kabupaten/kota secara berjenjang. Jelas
komandonya. Beda dengan relawan, beda pula dengan SRPB yang tidak punya payung
hukum. Bahkan ada yang bilang bahwa tagana itu bukan relawan, tapi pekerja
kemanusiaan yang dibayar dan difasilitasi.
Dalam
Pasal 6, disebutkan tagana mempunyai tugas melaksanakan penanggulangan bencana,
baik pada pra bencana, saat tanggap darurat, maupun pasca bencana, dan
tugas-tugas penanganan permasalahan sosial lainnya yang terkait dengan
penanggulangan bencana.
Pasal 7
(1) Tugas tagana dalam melaksanakan penanggulangan bencana pada Pra Bencana
mempunyai fungsi: a. pendataan dan pemetaan daerah rawan bencana; b.
peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengurangan risiko bencana; c. kegiatan
pengurangan risiko bencana di lokasi rawan bencana; d. peningkatan
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadi bencana; e.
fasilitasi dalam pembentukan dan pengembangan kampung siaga bencana; f. sistem
deteksi dini kepada masyarakat atas kemungkinan terjadi bencana; g. evakuasi bersama
pihak terkait terlebih dalam bidang perlindungan sosial atas ancaman bahaya;
dan h. upaya pengurangan resiko dan kesiapsiagaan lainnya.
(2) Tugas
tagana dalam melaksanakan penanggulangan bencana pada saat terjadi bencana
mempunyai fungsi: a. mengkaji dengan cepat dan melaporkan hasil identifikasi
serta rekomendasi kepada posko atau dinas / instansi sosial, serta
berkoordinasi dengan Tim Reaksi Cepat bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial;
b. mengidentifikasi / mendata korban bencana; c. melaksanakan operasi tanggap
darurat pada bidang penyelamatan korban dari situasi tidak aman ke tempat yang
lebih aman; d. melaksanakan operasi tanggap darurat pada bidang penampungan
sementara; e. melaksanakan operasi tanggap darurat pada bidang dapur umum; f.
melaksanakan operasi tanggap darurat pada bidang logistik; g. melaksanakan
operasi tanggap darurat pada bidang psikososial; h. memobilisasi dan
menggerakan masyarakat dalam upaya pengurangan resiko; dan i. mengupayakan
tanggap darurat lainnya.
(3) Tugas
tagana dalam melaksanakan penanggulangan bencana pada pasca bencana mempunyai
fungsi: a. mengidentifikasi/mendata kerugian material pada korban bencana; b.
mengidentifikasi/mendata kerusakan rumah atau tempat tinggal korban bencana; c.
melaksanakan penanganan psikososial dan rujukan; d. mengupayakan penguatan dan
pemulihan sosial korban bencana serta berkoordinasi dengan pihak terkait; dan
e. melaksanakan pendampingan dalam advokasi sosial.
Mukidi
menyimak penjelasan Mas Bro penuh perhatian. Pelan-pelan Mukidi memahami
perbedaan antara tagana dengan SRPB, yang sampai saat ini belum memiliki tenda
sendiri. Apalagi mobil operasional double cabin.
Dalam permensos juga disebutkan bahwa tagana
pun mempunyai hak, diantaranya mendapat pengakuan resmi dari Pemerintah melalui
pemberian Nomor Induk Anggota yang dikeluarkan oleh Kementerian
Sosial; dan mendapat fasilitas, sarana dan prasarana dari Pemerintah
berkaitan dengan tugas tugasnya; dan mendapatkan pelatihan dan bimbingan
penanggulangan bencana secara berkala oleh Kementerian Sosial dan Pemerintah
Daerah.
“Mudah-mudahan
sampiyan paham, sehingga tidak menyamakan kiprah tagana yang geraknya difasilitasi
oleh pemerintah dengan SRPB yang segala geraknya sangat tergantung pada
kesehatan dompet pribadi,” Seloroh Mas Bro sambil nyruput kopi karena kesereten
nogosari.
Masih
menurut Mas Bro, selama dua tahun berjalan sejak kelahirannya, SRPB lebih
banyak melakukan konsolidasi dan edukasi kepada relawan dan berbagai pihak dalam
rangka membangun sinergi terkait upaya peningkatan kapasitas relawan yang
nantinya bisa membantu ‘pemerintah’ dalam penanggulangan bencana maupun upaya
penyuluhan pengurangan risiko bencana kepada masyarakat. [eBas/Jum’ad Kliwon, 14/6]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar