“Tantangan
Forum Perguruan Tinggi Pengurangan Risiko Bencana diantaranya adalah Kerjasama
belum menjadi kebutuhan dan kesadaran bersama, Koordinasi dan komunikasi belum
mampu dilakukan dengan baik, dan Kapasitas pemangku belum kuat,” Kata Eko Teguh
Paripurno.
Celetukan
dosen UPN Jogja yang biasa dipanggil Kang ET, muncul dalam Special Session di
arena Pekan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan yang ke 6 (enam), bertempat di
ruang serba guna, Ina DRTG, BNPB, Sentul, Bogor, selasa (18/6).
Kegiatan yang
mengambil tema “Inovasi Sosial dan Teknologi Kebencanaan Menuju Revolusi 4.0”
diramaikan dengan diskusi panel, seminar internasional, pemeran kebencanaan,
lomba tematik inovasi kebencanaan dan pendaftaran anggota baru IABI.
Adapun tujuan
gelaran ini, seperti yang tersurat dalam buku panduan adalah, Menghimpun para
ahli kebencanaan untuk meningkatkan budaya riset dan memberikan kontribusi
pemikiran secara komprehensif, holistic dan sistemik, Sarana berbagi pengalaman
terbaik dalam mengembangkan iptek melalui pendidikan, riset dasar dan terapan
dari berbagai jenis dan karakteristik bencana di Indonesia.
Memperoleh
manfaat berupa meningkatkan kemampuan masyarakat untuk lebih memahami arti
penting penanggulangan bencana, terutama dalam upaya pengurangan risiko bencana
ditingkat lokal, nasional, regional (asia-pasifik) dan global.
Mensinergikan
kebutuhan kajian/penelitian di Indonesia sehingga dapat dijadikan acuan bersama
dalam mengembangkan pengetahuan kebencanaan di Indonesia sesuai dengan jenis
ancaman yang ada, dan menjadi referensi riset yang terintegrasi untuk
penanggulangan bencana di Indonesia serta dapat menjadi baseline perencanaan
dan pendanaan riset/penelitian di Indonesia.
Seperti yang
tersurat dalam buku panduan pelaksanaan PIT Riset Kebencanaan tahun 2019,
dikatakan bahwa, BNPB yang diamanatkan untuk mengkoordinasikan upaya
penanggulangan bencana, telah menyusun dokumen Rencana Nasional Penanggulangan
Bencana (Renas PB) untuk periode 2010-2014.
Berdasarkan
hasil review terhadap implementasi kegiatan yang dilakukan Kementerian/Lembaga
terkait yang tertuang dalam dokumen tersebut menggambarkan bahwa Indonesia
sudah banyak melakukan upaya penelitian dan riset yang terkait dengan
kebencanaan, baik yang dilakukan oleh para pakar/peneliti di lembaga
penelitian, maupun yang ada di perguruan tinggi. Namun perencanaan, pelaksanaan
dan dokumentasi hasil penelitian/riset tersebut masih belum terkoordinasi
dengan baik.
Selain
itu, para pelaku penelitian/pakar yang merupakan potensi sumberdaya pengetahuan
Indonesia juga masih belum terwadahi dalam suatu koordinasi yang baik, sehingga
informasi sebaran peneliti dengan keahliannya masih sulit terjangkau oleh
peneliti lain dan para pelaku penanggulangan bencana lainnya, termasuk para
pengambil kebijakan penanggulangan bencana di Indonesia.
Menyadari
kondisi tersebut, maka sekitar 350 Ahli Kebencanaan yang berasal dari para
akademisi, birokrat, lembaga riset, para praktisi PB, dan anggota masyarakat
yang peduli bencana telah mendeklarasikan pembentukan Ikatan Ahli Kebencanaan
Indonesia (IABI) sebagai organisasi profesi nir-laba pada tanggal 5 Juni 2014
bersamaan dengan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) ke-1 di Surabaya.
Pada
kesempatan tersebut telah disusun blue print dan roadmap Riset Kebencanaan
Indonesia. IABI dibentuk dengan tujuan untuk (1) mensosialisasikan perkembangan
konsep dan pengetahuan tentang kebencanaan (knowledge development) kepada
pemangku kepentingan terutama para penentu kebijakan, perguruan tinggi dan lembaga
riset, swasta/industri, dan masyarakat/LSM kebencanaan, dan (2) melakukan riset
kebencanaan yang strategis dan menjadi prioritas nasional untuk dipublikasikan
dan disebarluaskan kepada para pemangku kepentingan termasuk masyarakat
akademis.
Dari seluruh
kegiatan yang ada, penulis tertarik pada special session tentang pendidikan
kebencanaan, yang diantaranya membahas Kebijakan, praktek dan perkembangan SMAB
di Indonesia, Kebijakan dan perkembangan
praktek perguruan tinggi tangguh bencana yang diwadahi dalam Forum PT-PRB.
Ada juga
tentang Kebijakan, praktek dan perkembangan pendidikan kebencanaan pada
pramuka, dan Pendidikan Kebencanaan pada PAUD, serta Pesantren. Kemudian juga
dibahas masalah Gerakan pendidikan kebencanaan di Indonesia oleh Konsorsium
Pendidikan Kebencanaan.
Semua yang
dibahas itu merupakan upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas yang
diharapkan membawa dampak pada tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap masalah
bencana, seperti tumbuhnya kesiapsiagaan menghadapi bencana secara mandiri.
Masing-masing
pemateri bercerita tentang kesuksesan melakukan aksi ‘mengedukasi’ masyarakat
yang menjadi sasaran programnya. Sayangnya, program itu tidak dilakukan di
semua daerah (hanya daerah tertentu sesuai dengan bunyi proposal).
Apalagi, dalam
melakukan aksi-aksi pengurangan risiko bencana
secara mandiri, tentulah akan semakin banyak tantangan yang dihadapi. Selain ketersediaan
anggaran, juga tantangan seperti yang dikemukakan Kang ET di atas.
Pertanyaannya
kemudian, bisakah komunitas-komunitas peduli bencana itu mampu mendobrak tantangan
itu?. Dalam skala kecil, mungkin sudah banyak yang telah melakukan dan ada
hasilnya. Namun tidak sedikit yang belum melakukan karena selalu menunggu
datangnya ‘sipengampu’. Bahkan ada yang berhasil baik saat didampingi, namun
berantakan saat program pendampingan usai.
Secara berseloroh,
seorang peserta PIT melempar guyonan yang cukup menohok. “Jangan-jangan kita
semua telah kena sihir koordinasi, yaitu koor nya ada di nasi. Artinya, jika
ada nasinya, baru bisa mewujudkan koordinasi,” Katanya sambil
terpingkal-pingkal.
Guyonan itu
pun dilanjutkan dengan plesetan kata komunikasi. Yaitu, dikongkon teKo, trus muni, dan langsung di kasi
(disuruh datang, kemudian berbicara dan diberi baru bisa beraksi). Yang mendengar
pun tertawa sambil menikmati kuliner malam di Kota Bogor. Ada babat, paru,
usus, pete, tahu dan tempe. Semua digoreng dan dinikmati bersama nasi panas dan
sambal yang pedas. Salam tangguh,
salam kemanusiaan. sampai bertemu di arena PIT Riset Kebencanaan yang ke 7
(tuju) di Universitas Brawijaya, Kota Malang, Jawa timur. [eBas/kamis
legi-20/6].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar