Kamis, 20 Juni 2019

YANG TERCATAT DARI PIT RISET KEBENCANAAN IABI 2019


“Tantangan Forum Perguruan Tinggi Pengurangan Risiko Bencana diantaranya adalah Kerjasama belum menjadi kebutuhan dan kesadaran bersama, Koordinasi dan komunikasi belum mampu dilakukan dengan baik, dan Kapasitas pemangku belum kuat,” Kata Eko Teguh Paripurno.

Celetukan dosen UPN Jogja yang biasa dipanggil Kang ET, muncul dalam Special Session di arena Pekan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan yang ke 6 (enam), bertempat di ruang serba guna, Ina DRTG, BNPB, Sentul, Bogor, selasa (18/6).

Kegiatan yang mengambil tema “Inovasi Sosial dan Teknologi Kebencanaan Menuju Revolusi 4.0” diramaikan dengan diskusi panel, seminar internasional, pemeran kebencanaan, lomba tematik inovasi kebencanaan dan pendaftaran anggota baru IABI.

Adapun tujuan gelaran ini, seperti yang tersurat dalam buku panduan adalah, Menghimpun para ahli kebencanaan untuk meningkatkan budaya riset dan memberikan kontribusi pemikiran secara komprehensif, holistic dan sistemik, Sarana berbagi pengalaman terbaik dalam mengembangkan iptek melalui pendidikan, riset dasar dan terapan dari berbagai jenis dan karakteristik bencana di Indonesia.

Memperoleh manfaat berupa meningkatkan kemampuan masyarakat untuk lebih memahami arti penting penanggulangan bencana, terutama dalam upaya pengurangan risiko bencana ditingkat lokal, nasional, regional (asia-pasifik) dan global.

Mensinergikan kebutuhan kajian/penelitian di Indonesia sehingga dapat dijadikan acuan bersama dalam mengembangkan pengetahuan kebencanaan di Indonesia sesuai dengan jenis ancaman yang ada, dan menjadi referensi riset yang terintegrasi untuk penanggulangan bencana di Indonesia serta dapat menjadi baseline perencanaan dan pendanaan riset/penelitian di Indonesia.

Seperti yang tersurat dalam buku panduan pelaksanaan PIT Riset Kebencanaan tahun 2019, dikatakan bahwa, BNPB yang diamanatkan untuk mengkoordinasikan upaya penanggulangan bencana, telah menyusun dokumen Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (Renas PB) untuk periode 2010-2014.

Berdasarkan hasil review terhadap implementasi kegiatan yang dilakukan Kementerian/Lembaga terkait yang tertuang dalam dokumen tersebut menggambarkan bahwa Indonesia sudah banyak melakukan upaya penelitian dan riset yang terkait dengan kebencanaan, baik yang dilakukan oleh para pakar/peneliti di lembaga penelitian, maupun yang ada di perguruan tinggi. Namun perencanaan, pelaksanaan dan dokumentasi hasil penelitian/riset tersebut masih belum terkoordinasi dengan baik.

Selain itu, para pelaku penelitian/pakar yang merupakan potensi sumberdaya pengetahuan Indonesia juga masih belum terwadahi dalam suatu koordinasi yang baik, sehingga informasi sebaran peneliti dengan keahliannya masih sulit terjangkau oleh peneliti lain dan para pelaku penanggulangan bencana lainnya, termasuk para pengambil kebijakan penanggulangan bencana di Indonesia.

Menyadari kondisi tersebut, maka sekitar 350 Ahli Kebencanaan yang berasal dari para akademisi, birokrat, lembaga riset, para praktisi PB, dan anggota masyarakat yang peduli bencana telah mendeklarasikan pembentukan Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) sebagai organisasi profesi nir-laba pada tanggal 5 Juni 2014 bersamaan dengan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) ke-1 di Surabaya.

Pada kesempatan tersebut telah disusun blue print dan roadmap Riset Kebencanaan Indonesia. IABI dibentuk dengan tujuan untuk (1) mensosialisasikan perkembangan konsep dan pengetahuan tentang kebencanaan (knowledge development) kepada pemangku kepentingan terutama para penentu kebijakan, perguruan tinggi dan lembaga riset, swasta/industri, dan masyarakat/LSM kebencanaan, dan (2) melakukan riset kebencanaan yang strategis dan menjadi prioritas nasional untuk dipublikasikan dan disebarluaskan kepada para pemangku kepentingan termasuk masyarakat akademis.

Dari seluruh kegiatan yang ada, penulis tertarik pada special session tentang pendidikan kebencanaan, yang diantaranya membahas Kebijakan, praktek dan perkembangan SMAB di Indonesia,  Kebijakan dan perkembangan praktek perguruan tinggi tangguh bencana yang diwadahi dalam Forum PT-PRB.

Ada juga tentang Kebijakan, praktek dan perkembangan pendidikan kebencanaan pada pramuka, dan Pendidikan Kebencanaan pada PAUD, serta Pesantren. Kemudian juga dibahas masalah Gerakan pendidikan kebencanaan di Indonesia oleh Konsorsium Pendidikan Kebencanaan.

Semua yang dibahas itu merupakan upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas yang diharapkan membawa dampak pada tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap masalah bencana, seperti tumbuhnya kesiapsiagaan menghadapi bencana secara mandiri.

Masing-masing pemateri bercerita tentang kesuksesan melakukan aksi ‘mengedukasi’ masyarakat yang menjadi sasaran programnya. Sayangnya, program itu tidak dilakukan di semua daerah (hanya daerah tertentu sesuai dengan bunyi proposal).

Apalagi, dalam melakukan  aksi-aksi pengurangan risiko bencana secara mandiri, tentulah akan semakin banyak tantangan yang dihadapi. Selain ketersediaan anggaran, juga tantangan seperti yang dikemukakan Kang ET di atas.

Pertanyaannya kemudian, bisakah komunitas-komunitas peduli bencana itu mampu mendobrak tantangan itu?. Dalam skala kecil, mungkin sudah banyak yang telah melakukan dan ada hasilnya. Namun tidak sedikit yang belum melakukan karena selalu menunggu datangnya ‘sipengampu’. Bahkan ada yang berhasil baik saat didampingi, namun berantakan saat program pendampingan usai.

Secara berseloroh, seorang peserta PIT melempar guyonan yang cukup menohok. “Jangan-jangan kita semua telah kena sihir koordinasi, yaitu koor nya ada di nasi. Artinya, jika ada nasinya, baru bisa mewujudkan koordinasi,” Katanya sambil terpingkal-pingkal.

Guyonan itu pun dilanjutkan dengan plesetan kata komunikasi. Yaitu, dikongkon teKo, trus muni, dan langsung di kasi (disuruh datang, kemudian berbicara dan diberi baru bisa beraksi). Yang mendengar pun tertawa sambil menikmati kuliner malam di Kota Bogor. Ada babat, paru, usus, pete, tahu dan tempe. Semua digoreng dan dinikmati bersama nasi panas dan sambal yang pedas. Salam tangguh, salam kemanusiaan. sampai bertemu di arena PIT Riset Kebencanaan yang ke 7 (tuju) di Universitas Brawijaya, Kota Malang, Jawa timur. [eBas/kamis legi-20/6].    


Tidak ada komentar:

Posting Komentar