Sejak
istilah new normal diperkenalkan
kepada khalayak ramai melalui berbagai media, masyarakat antusias menyambutnya
dengan berbagai cara suka cita. Pemerintah daerah pun dengan berbagai
argumentasinya mulai menanggalkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Dalam
lamannya tirto.id, dikatakan bahwa definisi new
normal adalah skenario untuk mempercepat penanganan COVID-19 dalam aspek
kesehatan dan sosial-ekonomi. Pemerintah Indonesia telah mengumumkan rencana
untuk mengimplementasikan skenario new
normal dengan mempertimbangkan studi epidemiologis dan kesiapan regional.
Pasar,
toko, mall, terminal mulai ramai kerumunan tanpa mengindahkan protokol
kesehatan. Termasuk warkop langganan juga mulai dijejali pelanggan setianya. Ada
yang bermasker, ada yang membawa masker, juga banyak yang tidak bermasker.
Tentu semua dilakukan tanpa menjaga jarak, karena warga beranggapan sudah kembali normal.
Sambil
nyruput kopi dan ngemil gorengan, obrolan seru tentang apa saja berseliweran.
Termasuk bicara masalah zona merah pandemi covid-19, rapid test massal, korban
positif yang berjatuhan dikubur sesuai protokol kesehatan dan bantuan sosial
yang salah sasaran.
Wacana new normal pun semakin santer menggema, pemerintah
juga sudah berancang-ancang memberlakukan dengan menyusun aneka peraturan.
Konon, sebelum diberlakukan new normal,
akan diawali dengan masa transisi. Namun masyarakat sudah memulainya dengan
segala aktivitasnya dengan normal.
Banyak
yang salah kaprah dengan istilah new
normal. Ada yang mengartikan bahwa new
normal itu adalah kondisi yang sudah normal kembali seperti sebelum ada
pandemi yang mematikan ini. Karena sudah dianggap aman, maka sebagian orang
mulai menanggalkan maskernya, abai dengan social
and physical distancing dan meninggalkan protokol kesehatan.
Sehingga
yang terjadi, penyandang ODP, PDP, OTG dan positif Covid-19 masih saja
bertambah. Mengapa bisa begitu ?. sesungguhnyalah, dalam era new normal itu, virus corona masih ada dengan
segala ancamannya, namun sudah bisa dikendalikan.
Mengutip
berita di lamannya tirto.id, dimana, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
(PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso
Monoarfa, menyampaikan beberapa indikator dari WHO dalam rangka skenario new normal di tengah pandemi corona.
"Jadi
WHO memberikan beberapa indikator yang diminta untuk dapat dipatuhi oleh semua
negara di dunia dalam rangka menyesuaikan kehidupan normalnya, new normal-nya itu dengan COVID-19,
sampai kita menemukan vaksin," jelas Kepala Bappenas.
Indikator
yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Tidak menambah penularan atau
memperluas penularan atau semaksimalnya mengurangi penularan. 2. Menggunakan
indikator sistem kesehatan yakni seberapa tinggi adaptasi dan kapasitas dari
sistem kesehatan bisa merespons untuk pelayanan COVID-19. 3. Surveilans yakni
cara menguji seseorang atau sekelompok kerumunan apakah dia berpotensi memiliki
COVID-19 atau tidak sehingga dilakukan tes masif.
Dengan 3
indikator itu, Pemerintah akan menempatkan sebuah daerah itu siap atau tidak
dan WHO mensyaratkan R0-nya tadi itu atau R0 pada waktu t atau Rt, itu
setidak-tidaknya dalam waktu 14 hari di bawah 1, maka daerah itu dinyatakan
siap untuk melakukan penyesuaian atau pengurangan PSBB, sekaligus masuk ke new normal.
Bagaimana
menjelaskan masalah new normal kepada
masyarakat agar tidak salah kaprah ?. tentunya dengan melakukan sosialisasi
tentang kebiasaan baru dalam menjalani kehidupan sesuai protokol kesehatan yang
lebih massif lagi dan melibatkan semua elemen pentahelix, termasuk melalui
media massa.
Sesungguhnyalah
sosialisasi protokol kesehatan itu sudah lama diperkenalkan sejak covid-19 ada.
Namun karena promosinya kurang gencar tanpa diikuti dengan regulasi dan
pengkondisian lingkungan, maka protokol itu hanya didengar atau diketahui saja
tanpa dilaksanakan. Apalagi budaya masyarakat bersifat komunal, sehingga
anjuran jaga jarak itu ya agak tertolak.
Untuk itulah,
dimasa transisi menuju new normal,
pemerintah hendaknya membangun sinergi multisektor, termasuk tokoh masyarakat,
untuk penanganan pandemi covid-19 secara efektif. Paling tidak masyarakat bisa membantu mensosialisasikan kepada khalayak untuk taat protokol kesehatan saat memasuki era new normal.
Sebenarnya aturan pelibatan masyarakat sebagai salah satu elemen pentahelix, sudah ada. Tapi tampaknya masih perlu dimotivasi agar upaya menerapkan new normal benar-benar membawa kenormalan baru dalam aktivitas hidup yang produktif. Salam tangguh. [eBas/RabuWage-17062020]
Sebenarnya aturan pelibatan masyarakat sebagai salah satu elemen pentahelix, sudah ada. Tapi tampaknya masih perlu dimotivasi agar upaya menerapkan new normal benar-benar membawa kenormalan baru dalam aktivitas hidup yang produktif. Salam tangguh. [eBas/RabuWage-17062020]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar