Jumat, 19 Juni 2020

KAMPUNG TANGGUH DALAM BAHASAN WEBINAR


Jumat kliwon (19/6), siang hari habis solat jumat, saya mengikuti diskusi webinar dengan tema “Pemuda, Pemimpin dan Kesukarelawanan dimasa Pandemi”. Kegiatan ini diadakan oleh komunitas pemuda Surabaya. Lumayan partisipannya banyak dan dinamis, walau kadang koneksi internetnya putus nyambung.

Mereka secara bergantian menyoroti masalah sosial yang timbul akibat pandemi yang berkepanjangan. Mulai dari anak sekolah yang terpaksa menjalani belajar jarak jauh melalui daring (yang dipertanyakan efektivitasnya, karena media daring merupakan hal baru yang harus didukung dengan dana untuk beli sarana dan pulsa).

Mereka juga bicara pemberlakuan PSBB, masa transisi menuju new normal dan banyaknya penyandang ODP, PDP, OTG, dan pasien positif covid-19, serta masalah pembentukan kampung tangguh oleh warga secara bergotong royong. Swadaya murni tanpa difasilitasi, hanya didorong dan dimotivasi.

Dalam webinar, Salah seorang pegiat kampung tangguh, sempat ngudo roso. Dia bilang bahwa di kampungnya warga urunan mendirikan posko kampung tangguh, namun sampai sekarang belum pernah mendapat bantuan dari pemkot.

Pernah ditanyakan ke kelurahan, mereka hanya menghimbau agar kegiatannya dibiayai sendiri secara bergotong royong. Dalihnya, semua itu untuk kepentingan warga sendiri (dana diambilkan dari kas RT/RW). Sungguh bijak sekali jawabannya. Diplomatis tapi menyakitkan.

Padahal, konon ada Surat Edaran dari pejabat pusat yang isinya dana Desa/kelurahan bisa digunakan untuk upaya penanganan pandemi covid-19. Misalnya untuk pengadaan disinfektan, hand sanitizer dan biaya operasional lainnya (termasuk bantuan pendirian kampung tangguh sebagai posko siaga covid-19 serta akomodasi warga yang jaga).

Konon, juga ada Surat Edaran dari kemendagri, dimana di dalamnya menyebutkan keterlibatan masyarakat (relawan, LSM/OMS, dunia usaha) dalam gugus tugas percepatan penanganan covid-19. Sementara kemendikbud juga mengeluarkan peraturan terkait dengan pembelajaran dimasa pandemi yang mengedepankan kesehatan dan keselamatan. Di dalamnya juga mengatur tentang pendirian posko pendidikan, yang melibatkan masyarakat.

Pertanyaannya, masyarakat yang mana, dan kapan dilibatkan ?. selalu saja dijawab sedang dikoordinasikan. Ya, kerja-kerja keroyokan begini ini biasanya terkendala pada ego sektoral masing-masing yang terlibat, karena mereka punya anggaran sendiri yang harus habis dibelanjakan sesuai aturannya sendiri.

Masih menurut pegiat kampung tangguh ini, rencananya akan diadakan lomba kampung tangguh. Kira-kira kriteria pemenangnya apa ya ?. banyaknya ODP, sedikitnya PDP atau adanya yang posistif covid-19 dan isolasi mandiri ?. jika benar akan dilombakan, dapat dipastikan yang menang adalah kampung yang warganya mau diajak urunan banyak (karena mandiri tidak ada subsidi, paling hanya diarahkan harus begitu jangan begini).

Dana yang tidak sedikit itu untuk ‘menghias’ posko kampung tangguh, sekaligus menjamu tim penilai lomba agar senang hatinya. Biasanya kalau menang, pasti dulu-duluan menepuk dada sambil bilang ini warga saya, ini berkat arahan dan binaan saya. Apalagi kalau ada hadiahnya, dipastikan akan banyak yang kepingin ‘nyubit’ sedikit. Perilaku semacam ini persis seperti pepatah jawa, “Gelem mangan nangkane, ora gelem jibrat pulute”.

“Sesungguhnyalah, sebelum terbentuk kampung tangguh, sudah ada program Desa Tanggunh Bencana, Desa Siaga, dan Kampung Siaga, dengan segala programnya. Mengapa harus membentuk baru, kenapa yang sudah ada itu tidak dioptimalkan ?,” Tanya partisipan webinar yang suaranya putus nyambung karena koneksi internetnya lemot. Sementara saya sendiri mengalami trouble dibagian audio. Bisa mendengarkan namun suara saya tidak bisa didengar oleh partisipan lain. Mungkin inilah yang disebut gagap teknologi.

“Dulu, diawal wabah corona, jika di sebuah kampong ada yang di duga ODP, langsung saat itu juga seluruh aparat Desa sibuk daan dilakukan penyemprotan pakai mobil pemadam kebakaran sehari tiga kali berhari-hari. Namun sekarang jika ada warga yang positif covid-19, tanggapannya biasa saja, tidak seheboh dulu. Barangkali sudah capek,” Kata partisipan yang lain.

Dia pun juga bilang bahwa sekarang di kampungnya sudah tidak ada lagi bilik semprot yang pernah dibangun secara swadaya. Demikian juga posko siaga sudah mulai jarang dijaga, sedangkan spanduk bertuliskan kampung tangguh covid-19 sudah sobek disana sini. Kalaupun ada aparat yang datang, paling hanya duduk ngobrol dan ngopi setelah itu pergi.

Padahal buku petunjuk pendirian posko dan pembentukan relawan siaga covid-19, sudah ada tapi tampaknya belum dibaca. Sehingga dibanyak tempat, saat ini posko kampung tangguh tidak ubahnya seperti siskamling.

Sungguh, boleh dikata kegiatan webinar kali ini sarat dengan keluhan akan penanganan pageblug dari Kota Wuhan beserta dampak ikutannya. Padahal pemerintah sudah habis-habisan merusaha memutus rantai sebaran wabah. Salah satunya membuat protokol kesehatan, himbauan untuk physical and social distancing dalam menjalankan aktivitas hidup keseharian.

Diakhir webinar, yang bertindak sebagai Host mengingatkan kembali agar semua partisipan berkenan untuk mensosialisasikan kepada khalayak ramai agar taat protokol kesehatan, istirahat di rumah, makan makanan bergizi untuk meningkatkan imun tubuh dimasa pandemi, agar penerapan PSBB tidak terulang kembali, sehingga kita bisa segera masuk transisi menuju new normal yang ditandai semakin terkendalinya pandemi (walau masih berpotensi meledak kembali jika kita semua abai). Salam Tangguh, Salan Sehat, Ayo Kita Lawan Covid-19. [eBas/ndlemingsabtupahing/dinihari-20062020]









1 komentar:

  1. saya khawatir program kampung tangguh ini akan gagal karena warga merasa capek karena harus urunan terus secara gotong royong utk mengoperasionalkan keberadaan posko kampung tangguh.
    harusnya aparat desa/kelurahan tidak hanya menghimbau menyuruh warga mandiri bergotong royong mendirikan kposko tapi hendaknya juga difasilitasi dibina diarahkan dan didampingi
    kalau dibiarkan maka konsep yg bagus itu akan layu sebelum covid hilang .....

    BalasHapus