Hari ini, selasa, 26/01/2021, bertempat di Desa Sekar, Kecamatan Sekar, Kabupaten Bojonegoro, ada kegiatan pembagian paket sembako 25 paket, yang berisi beras 1.5 kuintal, mie instan 15 dos, alat kebersihan 5 shet. Disamping itu juga diadakan sosialisasi kajian risiko, dan edukasi living harmony with hazard. Kemudian diadakan gotong royong bersih-bersih lingkungan dan rumah yang terdampak banjir bandang.
Kegiatan ini
melibatkan elemen pentahelix, seperti
FPRB JATIM bersama, LPBI NU
JATIM, LPBI NU BANGIL, LPBI NU Bojonegoro, ISM Mojosaei, JANGKAR
KELUD, BPBD Bojonegoro, Pol PP Bojonegoro,
Perangkat Desa Sekar, dan warga setempat.
Itulah postingan dari petinggi
Forum PRB Jawa Timur di grup whatsApp FPRB JATIM KUAT.
Sebelum kegiatan ini,
beberapa waktu yang lalu mBah Dharmo, sebagai Sekjen FPRB Jatim, juga
menghimbau lewat grup agar pengurus dan anggota forum yang mempunyai
kelonggaran waktu (serta dana, tentunya), berkenan bergabung untuk membangun
sinergi pentahelix dan ketangguhan masyarakat serta komunitas menghadapi
bencana di Bumi Angling Dharmo.
Sungguh, saya (dan
mungkin anggota lain) merasa heran dengan kelakuan mBah Dharmo. Dengan didukung
oleh Gus Yoyok beserta anggota LPBI NU Kecamatan Bangil, mereka berdua mengkoordinir
anggotanya untuk bersafari dari berbagai daerah yang terdampak bencana banjir.
Tanpa mengenal lelah mereka mengemas kegiatan secara berkelanjutan tanpa jeda
untuk istirahat.
Ya, mereka berdua
sepertinya tidak mempunyai rasa capek. Sepertinya mereka itu tergolong “Wong sakti mondroguno”, sekali
mendayung dua tiga pulau terlampaui. Terus bergerak menebar
kebermanfaatan untuk sesama. Setali tiga uang dengan Abah Budi Cahyono,
komandan relawan Kota Pamekasan. Tiada hari tanpa aktivitas yang bersentuhan
dengan upaya membantu sesama. Sungguh keberadaan mereka ini sangat membantu
tugas-tugas BPBD setempat.
Saya (dan mungkin
anggota lain) beranggapan bahwa, mereka bisa merdeka berkegiatan tanpa henti,
tentulah karena mendapat
dukungan penuh dari keluarga di rumah. Mereka juga mempunyai kelebihan tertentu
yang tidak dimiliki anggota lain. Sehingga mereka akan merasa termehek-mehek
mengikuti langkah mBah Dharo, Gus Yoyok, juga Abah Budi.
Mereka berprinsip bahwa
kegiatan kemanusiaan itu bukanlah ajang mencari sensasi unjuk diri demi
popularitas pribadi. Namun semua merupakan medan pengabdian untuk kemaslahatan
sesama. Mereka percaya bahwa apa yang dilakukan merupakan ladang kebaikan untuk investasi akherat.
“Semua yang kita jalani
semata karena penggilan jiwa korsa, ketulusan,keikhlasan, amanah dan
istiqomah,” Kata Gus Yoyok, yang saat ini juga sedang menggalang donasi untuk
korban bencana Sulbar dan Kalsel.
Tentu, komunitas yang
lain, diantaranya seperti SRPB, MDMC,
Bonek Peduli, dan Brandal Alas, dengan caranya sendiri dan kemampuan yang dimiliki,
juga ikut berfastabiqul khairat, yaitu berlomba-lomba dalam kebaikan
demi meraih ridha Allah. Namun kadang kala upaya berbuat baik untuk sesama itu,
kesan yang muncul malah persaingan, mengklaim diri akan kehebatannya.
Sehingga muncul upaya
memaksakan diri untuk ikut tampil demi sebuah pengakuan. Padahal bukan itu yang diharapkan. Ingat, masing-masing
komunitas pasti memiliki keterbatasan. Inilah yang seharusnya disadari bahwa,
kerja-kerja kemanusiaan seperti penanggulangan bencana itu bukan mengedepankan
egosentris, karena kegiatan itu butuh kerjasama berbagai aktor, bukan kompetisi.
Pastilah mBah Dharmo tidak menghendaki terjadinya persaingan.
Karena semua memiliki peran masing-masing, yang bisa saling mengisi. Hal ini sesuai
dengan kredo yang sering didengungkan, membangun sinergi antar elemen
pentahelix untuk kerja-kerja kemanusiaan.
Disinilah (mungkin) peran Forum mendorong BPBD untuk mengkoordinir segenap
aktor yang turun ke lapangan dalam satu komando, agar tidak berjalan
sendiri-sendiri. Artinya ketika dalam penanganan darurat bencana, hendaknya FPRB/relawan
setempat dilibatkan dalam posko induk untuk membantu pendataan dan distribusi
logistik yang merata, serta terlibat dalam Team Rapid Assessment.
Walaupun mBah Dharmo berlari dengan programnya mengiringi langkah Gus Yoyok.
Namun atas nama kebersamaan pulalah, pria yang baru mantu ini selalu ingat “pasukannya”.
Buktinya,
setiap merancang kegiatan, alumni pasca sarjana Universitas Pembangunan
‘Veteran’ Jokja ini selalu mengajak semua komunitas untuk berpartisipasi.
Masalahnya adalah,
tidak semua anggota memiliki
waktu luang dan terutama memiliki kelebihan uang, seperti mBah Dharmo, Gus Yoyok, dan juga
Abah Budi, yang selalu
mengatakan, jangan pernah lelah untuk peduli sesama. Sehingga yang terjadi
adalah, kebanyakan anggota (termasuk pengurus) hanya bisa membaca laporan dan
foto kegiatan di whatsApp. Paling-paling hanya membatin, “Kok gak capek ya
berkegiatan terus membantu tugasnya BPBD tanpa jeda, dengan penuh gembira,”.
Kemudian hanya bisa berdoa agar mBah Dharmo, Gus Yoyok dan Abah Budi tetap
bersemangat di jalurnya, membangun sinergi pentahelix dalam penanggulangan
bencana. Salam sehat, salam kemanusiaan. [eBas/RabuPon-27012021]
kerja-kerja kemanusiaan itu butuh sinergi dan koordinasi bukan kompetisi yang menguras energi karena memaksakan diri
BalasHapusmembangun sinergi itu perlu kebersamaan
tetap semangat membantu sesama sesuai dengan kemampuan.
tetap taat pada protokol kesehatan untuk memutus rantai sebaran wabah dari kota Wuhan yang konon katanya sudah bermutasi menjadi varian baru yang lebih mematikan.
dalam rangka persiapan di suntik vaksin mari tingkatkan imun dan iman agar aman
Kata koecinya,, HARUS SALING MENGUATKAN, DAN TIDAK BOLEH SALING MELEMAHKAN
BalasHapus