Acara perhelatan
konferensi nasional pengurangan risiko bencana berbasis komunitas (KN-PRBBK) yang
berlangsung sejak hari senin kliwon (21/9) dan berakhir pada hari jumat pon
(24/9), telah usai. Atas nama Kesehatan dan keselamatan di era pandemi covid-19,
maka penyelenggaraannya dilakukan secara daring.
Pesertanya
banyak dari mana-mana, sangat beragam dari berbagai komunitas tanpa batas, yang
penting punya akses internet. Sehingga KN-PRBBK tahun ini layak mendapat
penghargaan sebagai kegiatan yang banyak diikuti oleh berbagai pihak.
Diakhir acara,
panitia berhasil Menyusun deklarasi yang mungkin akan ditindak lanjuti dalam
sebuah aksi, dalam rangka membangun PRBBK sebagai sebuah budaya Tangguh bencana
yang mandiri, sehingga dapat direplikasikan ke daerah lain, walau beda ancaman bencananya.
Salah satu
deklarasi yang harus dikawal beramai-ramai adalah, upaya mendorong adanya
kebijakan, baik level nasional, daerah, dan atau kelurahan yang dapat mendukung
pelaksanaan program satuan Pendidikan aman bencana (SPAB), baik formal maupun
non formal serta Pendidikan informal dalam program PRBBK, baik dari aspek
koordinasi, keterkaitan sistem mitigasi dan kesiapsiagaan, perencanaan
pengurangan risiko dan dukungan pembiayaan.
Ya,
kenyataan di lapangan memang begitu, SPAB yang konon sudah ada surat edaran
(SE) Kemendikbud nomor 33 tahun 2019, tentang Penyelenggaraan Program SPAB,
yang didalamnya juga ada sumber pendanaan yang mendukung program. Namun entah
kenapa sekolah masih ketakutan melaksanakannya.
Dalam salah
satu FGD yang meramaikan KN-PRBBK, bahasan tentang SPAB ini sangat menarik. Banyak
pihak yang mempertanyakan apa itu SPAB dan kemana saja orang-orang Seknas SPAB
dan Sekber SPAB Daerah yang tega menelantarkan SPAB, sehingga keberadaannya
masih asing di telinga masyarakat.
Uda Maldo
dari Kota Garut bilang, Alasan klasik dari sebuah penerapan SPAB adalah tidak
ada anggaran, padatnya jadwal sekolah, dan instruksi langsung dari
kementerian/dinas Pendidikan provinsi dan Kabupaten/Kota untuk penerapan SPAB
yang kurang jelas, sehingga Sekolah takut menerapkan.
Apa yang
dikatakan Uda Maldo, sejalan dengan pengalaman beberapa relawan yang minta ijin
melakukan sosialisasi pengurangan risiko bencana dan SPAB di sekolah, dipersulit
dan berbelit. Jika pun ada sekolah yang nekat menyelenggarakan SPAB, biasanya itu
sekolah swasta milik Yayasan. Atau sekolah negeri yang kelapa sekolahnya
berani. Padahal di dalam SE Kemendikbud yang mengatur SPAB, dikatakan bahwa
masyarakat dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan SPAB di sekolah
Rujito,
dari Kosala, Kota Mataram, NTB, mengatakan bahwa, jika pun SPAB dilaksanakaan
hanya sebatas sosialisasi dengan melibatkan peserta didik, Pendidikan dan
tenaga kependidikan. Padahal ada pihak lain yang termasuk unsur komunitas sekolah.
Misalnya, satpam, penjaga kantin, dan warga sekitar sekolah yang seharusnya
dilibatkan.
“di daerah
kami, sekolah-sekolah banyak yang belum melakukan SPAB. Untuk itu kami minta
petunjuk pelaksanaannya,” Kata Safri Yunus, dari F-PRB Simeulue.
Bahkan, dengan
Bahasa yang agak nakal, seorang peserta dari Jawa Timur bilang, bahwa banyak
sekolah yang belum melaksanakan SPAB dengan berbagai alasan. Diantaranya belum
ada arahan dan petunjuk dari pejabat atasnya. Untuk itu perlu ada regulasi yang
dapat memaksa dinas Pendidikan untuk melaksanakan SPAB di semua jenjang
sekolah.
“Menurut
saya, SPAB hanyalah program lipstick. Kami sangat berharap para pejabat dari
kemendikbud ristek mengunjungi daerah untuk melihat program SPAB,” Kata Diky
Agustaf dari Jawa barat, menguatkan kegalauan peserta dari Jawa timur.
Sayangnya,
beragam pertanyaan yang muncul itu hanya dijawab dengan normatif dan ngelantur
kemana mana, sampai ke destana, kampung siaga bencana dan kesiapsiagaan
masyarakat menghadapi potensi bencana yang ada di daerahnya.
Untuk itulah,
rekomendasi KN-PRBBK yang digelar di era pandemi covid-19 ini, sangat ditunggu
realisasinya untuk dipahami dan dilaksanakan oleh para pihak yang memegang kuasa.
Termasuk bidang Pendidikan, sehingga program SPAB bisa menjadi bagian dari upaya
pembentukan karakter pelajar Pancasila yang sedang menjadi primadona Bersama program
sekolah penggerak dan merdeka belajar. Wallahu a’lam bishowab.
[eBas/SeninLegi-27092021]
Tujuan penyelenggaraan program SPAB: a). meningkatkan kemampuan sumber daya di Satuan Pendidikan dalam menanggulangi dan mengurangi Risiko Bencana; b). meningkatkan kualitas sarana dan prasarana Satuan Pendidikan agar aman terhadap Bencana; c). memberikan pelindungan dan keselamatan kepada Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan dari dampak Bencana di Satuan Pendidikan; d). memastikan keberlangsungan layanan pendidikan pada Satuan Pendidikan yang terdampak Bencana; e). memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik Risiko Bencana dan kebutuhan Satuan Pendidikan; f). memulihkan dampak Bencana di Satuan Pendidikan; dan g). membangun kemandirian Satuan Pendidikan dalam menjalankan Program SPAB
BalasHapussungguh, jika hasil rekomendasi dari giat KN-PRBBK tidak dikawal terus sangat rentan untuk sekedar jadi dokumen yang indah untuk dikenang bahwa pelaksanaan KN-PRBBK tahun 2021 yang diselenggarakan secara daring merupakan giat yang paling banyak diikuti oleh peserta dari berbagai daerah, berbagai profesi tanpa harus mengeluarkan biaya banyak kecuali sekedar untuk beli paket data (jika pesertanya malu nebeng wifi di warkop).
BalasHapussalah satu cara mengawal adalah selalu diberitakan lewat media sosial. sukur2 media berskala nasional seperti koran kompas