Kamis, 02 September 2021

FGD MENUJU KN-PRBBK XIV TAHUN 2021

Dalam rangka memenuhi ajakan masyarakat penanggulangan bencana indonesia (MPBI) untuk memeriahkan KN-PRBBK tahun 2021, masing-masing forum pengurangan risiko bencana tingkat provinsi, mengadakan focus group discussion (FGD).

Atas nama kesehatan dan keselamatan di era pandemi covid-19, kegiatan ini dilakukan secara daring, yang bisa diakses oleh siapa saja dimana saja di seluruh wilayah indonesia. Yang penting ada koneksi internet. Sehingga semua bisa saling menyimak pengalaman daerah lain dalam menyelenggarakan upaya pengurangan risiko bencana.

Dengan berbagi pengalaman itu nantinya dapat dirumuskan sebuah rekomendasi terkait dengan pengembangan dan penerapan PRBBK di Indonesia. Artinya, praktek baik yang dilakukan oleh berbagai pihak itu hendaknya didokumentasikan dalam sebuah buku yang bisa dijadikan bahan diskusi sambil ngopi, sehingga muncul inspirasi untuk membuat aksi.

Dalam gelaran FGD, masing-masing pihak yang terpilih, menceritakan pengalamannya melakukan kerja-kerja kemanusiaan yang bersentuhan dengan kebencanaan. Dengan gayanya sendiri mereka menebarkan virus pengurangan risiko bencana untuk membangun budaya tangguh bencana.

Ada juga yang melakukan kerja-kerja pemberdayaan kepada kaum perempuan, dengan berbagai keterampilan fungsional. Mereka melakukan programnya itu, ada yang murni dilakukan sebdiri, ada juga yang berkerjasama dengan BPBD setempat, dan elemen pentahelix lainnya. Ada juga yang menjalankan paket program dari BNPB.

Semua dilakukan agar masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana. Sehingga mereka dapat berbuat sesuatu secara mandiri saat terjadi bencana (daya lenting), sebelum datang bantuan dari luar.

Hal ini sejalan dengan definisi UNISDR (2009), menjadi acuan otoritatif tentang makna PRB, yaitu sebagai konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kejadian yang merugikan.

Konon, hasil dari FGD ini nantinya akan dipilih yang “terbaik” untuk dibawa ke ajang KN-PRBBK secara virtual di era pandemi covid-19. Ini bukan berarti yang lainnya tidak baik. Namun karena keterbatasan waktu, maka hanya yang terbaiklah yang ditampilkan.

Dengan harapan bisa menginspirasi berbagai pihak, untuk meningkatkan sinerginya, memperbaiki koordinasi dan komunikasi dalam membangun ketangguhan masyarakat terhadap risiko bencana yang ada di wilayahnya, dan menangani isu-isu terkait kapasitas dan kerentanan menghadapi bencana

Hal ini sejalan dengan definisi PRBBK yang dikemukakan oleh Pribadi (2008), sebagai suatu proses pengelolaan risiko bencana yang melibatkan secara aktif masyarakat yang berisiko dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau, dan mengevaluasi risiko bencana untuk mengurangi kerentanannya dan meningkatkan kemampuannya.

Semoga hasil gelaran KN-PRBBK virtual yang akan diselenggarakan tanggal 20 – 24 September 2021, berhasil mendokumentasikan praktek baik PRBBK di berbagai daerah untuk dijadikan bahan pembelajaran bersama bagi semua komunitas yang peduli pada kerja-kerja kemanusiaan. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/ndleming dewe malem jum’ad-02092021]

  

 

 

 

 

 

 

 

 

3 komentar:

  1. (United Nations
    International Strategy for Disaster Reduction/UNISDR) (2009) mendefinisikan
    bencana sebagai “gangguan serius terhadap masyarakat atau komunitas yang
    menyebabkan terjadinya kehilangan jiwa, kerugian ekonomi, dan lingkungan
    secara luas, yang melebihi kemampuan masyarakat yang terkena dampak untuk
    menghadapinya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.”

    BalasHapus
  2. pengurangan risiko bencana (PRB) yang lebih memberikan pesan menguatkan
    penanggulangan bencana pada aspek antisipatif, preventif, dan mitigatif

    BalasHapus
  3. Pelaksanaan PRBBK di Indonesia dalam gambaran besarnya masih mencari bentuk di
    konteks lokal. Berbagai inisiatif membangun, ‘desa tangguh’, ‘desa siaga’, ‘kampung
    siaga bencana, ‘mukim daulat bencana’, hingga rentetan nama lainnya, masih dalam
    taraf proyek percontohan dari berbagai versi organisasi non pemerintah maupun
    pemerintah dan donor. Semuanya masih dalam tahap mencari bentuk yang terbaik.

    BalasHapus