Selasa, 30 Januari 2018

SRPB JATIM MERANGKUL DISABILITAS

Sendai Framework for DRR 2015 - 2030 (SFDRR) adalah hasil dari Konferensi Dunia untuk pengurangan risiko bencana (PRB) yang ke-3 dan merupakan kerangka internasional melanjutkan Hyogo Framework for Action (HFA). Disana mengamanatkan perubahan dari pengelolaan bencana ke pengelolaan risiko dan penekanan partisipasi multi pihak dalam upaya mengurangi risiko, termasuk penyandang disabilitas.

Di tingkat nasional, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memberikan perhatian khusus terhadap PRB yang inklusif dengan menerbitkan Peraturan Kepala (Perka) BNPB Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender di bidang Penanggulangan Bencana dan Perka BNPB Nomor 14 Tahun 2014 terkait Penanganan, Perlindungan dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana. 

Peraturan-peraturan ini memberikan mandat bahwa perempuan dan penyandang disabilitas perlu dilibatkan dalam semua tahapan PRB,
Guna mensosialisasikan apa yang dipesankan di atas, tidak terlalu salah jika sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana jawa timur (SRPB JATIM) mengajak kawan-kawan penyandang disabilitas untuk berbagi ilmu dengan jalan mengundang hadir di acara Arisan Ilmu Nol Rupiah, sebagai upaya meningkatkan kemampuan komunitas dalam berpartisipasi menanggulangi kebencanaan dan mengurangi risiko.

Hal ini sejalan dengan peraturan daerah provinsi Jawa timur nomor 3 tahun 2013, tentang Perlindungan dan Pelayanan bagi Penyandang disabilitas, jelas disebutkan bahwa dengan memberikan perlindungan kepada para penyandang disabilitas, maka hak konstitusional penyandang disabilitas terjamin dan terlindungi sehingga penyandang disabilitas dapat mandiri dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta terhindar dari tindak kekerasan dan diskriminasi.

Namun, praktek di lapangan, Program kebijakan pemerintah bagi penyandang disabilitas (penyandang cacat) cenderung berbasis belas kasihan (charity), sehingga kurang memberdayakan penyandang disabilitas untuk terlibat dalam berbagai masalah.

Ya begitulah nyatanya, penyandang disabilitas di Tanah Air masih saja mengalami berbagai diskriminasi dalam pemenuhan haknya. Kehadiran negara juga dirasa kurang dalam memberikan jaminan dan perlindungan bagi penyandang disabilitas.  

Melalui kegiatan Arisan Ilmu Nol Rupiah,  Mereka yang menyandang disabilitas perlu diberi tahu dan diajak berperan serta dalam pengurangan risiko bencana maupun penanggulangan bencana, sesuai kapasitas dan kondisi fisiknya. Sungguh, mereka sesungguhnya bisa dilibatkan dalam kerja-kerja kemanusiaan. Misalnya di bidang pendataan, bantuan komunikasi, pencatatan sirkulasi logistik, dapur umum, dan trauma healing.

Dengan kata lain, kegiatan Arisan Ilmu Nol Rupiah ini, mengajak semua orang untuk peduli ikut membantu teman-teman disabilitas agar bisa bergerak dengan nyaman dan aman, tanpa memandang masalah SARA. Sungguh, kalau bukan kita yang mendukung mereka, siapa lagi?

Pertanyaannya kemudian, bagaimana cara mendatangkan kawan2 penyandang disabilitas ke Joka untuk ikut bersama berbagi ilmu dalam acara Arisan Ilmu?. Mungkinkan Dinas Sosial berkenan memfasilitasi kawan2 untuk datang? Sementara SRPB sendiri belum mempunyai media untuk mendatangkan mereka. Semoga tulisan ini menjadi penggugah rasa empati dan rasa peduli terhadap kawan-kawan yang menyandang disabilitas di sekitar. [eBas]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar