Senyatanyalah, masing-masing komunitas relawan di Indonesia, pasti
memiliki visi misi sendiri. Begitu juga mereka mempunyai kemampuan yang berbeda
dari komunitas lainnya. Baik itu kemampuan financial, maupun kemampuan sumber
daya manusia. Mereka juga mempunyai pola pembinaan kepada anggotanya sebagai
upaya menumbuhkan jiwa korsa, loyalitas dan dedikasi terhadap komunitasnya.
Dengan keberagaman inilah tidak jarang memunculkan kebanggaan yang
berlebih, tumbuhnya ego sektoral dan sikap ‘loe
loe gue gue’ yang ujung ujungnya bisa mengarah kepada rivalitas antar
komunitas.
Kondisi yang semacam inilah yang seharusnya bisa dibongkar melalui
kegiatan Bersama. Dimana, masing-masing komunitas bisa mengirimkan wakilnya
untuk belajar besama, berkegiatan Bersama lintas komunitas untuk memperkuat
tali silaturahim, membangun sinergi dan kerjasama sekaligus menyamakan langkah meningkatkan kapasitasindividu agar kompetensi
yang dimiliki bisa setara satu sama lain (tidak njomplang).
Salah satu kegiatan kebersamaan yang sedang dilaksanakan oleh sekretariat
bersama relawan penanggulangan bencana (SRPB) adalah Arisan Ilmu Nol Rupiah. Kegiatan
ini sebagai upaya mendorong terwujudnya budaya saling belajar antar komunitas
dengan menggalang kolaborasi untuk memanfaatkan sumber belajar yang tersedia
guna mengoptimalkan potensi relawan secara bersama sama.
Artinya, SRPB berupaya merangkul seluruh komunitas relawan untuk
bersama-sama saling berbagi ilmu, tukar informasi dan pengalaman yang pasti
berbeda satu sama lainnya. SRPB berusaha mengajak dan terus akan mengajak
sesuai dengan pesan kongres SRPB di Hotel Regent Park, tanggal 28 – 29 April
2017. Walaupun kadang ajakan dan rangkulan itu tidak bersambut, namun SRPB
tetap harus terus mengajak dan berusaha merangkul. Karena itu memang salah satu
tugasnya.
SRPB pun berusaha mengajak relawan yang memiliki pengalaman lebih (senior)
untuk berkenan menjadi nara sumber gratisan, membagikan kebisaannya kepada relawan lainnya.
Mendekati organisasi relawan yang sudah mapan untuk mau berpartisipasi dalam
pelatihan keterampilan tertentu dengan meminjamkan saraprasnya.
Berbagi pengalaman dan informasi semacam ini dipercaya bisa
meningkatkan wawasan sekaligus mempererat interaksi antar relawan dalam rangka
membumikan jargon “Seduluran Sak Lawase”. Untuk merealisasikan gagasan di atas
secara optimal, tentu membutuhkan dukungan berbagai pihak, termasuk pemerintah
lewat BPBD dan Dunia Usaha.
Idealnya para pelaku penanggulangan
bencana yang disimbulkan dengan logo segitiga biru iru bisa saling
berkolaborasi memunculkan potensi relawan yang belum tergarap sehingga
kapasitas sebagai relawan yang mumpuni bisa terwujud
Kesadaran untuk berkegiatan bersama itulah yang selalu di gaungkan
oleh SRPB melalui media sosial dan mulai tampak hasilnya. Semoga upaya kecil
membangun kebersamaan itu bisa menginspirasi sesama komunitas untuk menebar
manfaat bagi relawan.
Semoga pula SRPB yanag sedang bertumbuh ini tidak ‘layu sebelum berkembang’, menjadi
korban kebijakan karena datangnya pemimpin baru yang menggantikan Sudarmawan,
kepala BPBD Provinsi Jawa timur, yang telah purna tugas dan kini sedang sibuk mengikuti
pesta pilkada. Wallahu a’lam bisshowab. [eBas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar