Dalam UU nomor 24
tahun 2007, dikatakan bahwa Relawan Penanggulangan Bencana
adalah seseorang atau sekelompok orang, yang memiliki kemampuan dan kepedulian
dalam penanggulangan bencana yang bekerja secara ikhlas untuk kegiatan
penanggulangan bencana. Artinya, disamping rasa peduli, juga diperlukan
kemampuan individu dalam penguasaan keterampilan sesuai dengan klaster yang
ada. Seperti diantaranya klaster logistik, klaster kesehatan, dan klaster
pencarian.
Untuk itulah relawan penanggulangan
bencana harus mendapatkan pembinaan secara berkala dalam rangka meningkatkan
kapasitasnya melalui diklat mandiri maupun yang difasilitasi oleh instansi yang
peduli terhadap masalah ini.
Ada tiga fase yang
bisa dimainkan oleh relawan dalam upaya penanggulangan bencana. Yaitu peran
relawan fase pra bencana, tanggap darurat bencana, dan pasca bencana. Hal ini
seperti yang termaktub dalam Perka nomor 17 tahun 2011. Disana dijelaskan bahwa
saat pra bencana, relawan bisa berperan dalam hal , Membantu
masyarakat mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk
mengungsi, Peningkatan dan kampanye kesadaran masyarakat, Membantu pembuatan peta
rawan bencna, Pemberdayaan mayarakat melalui penyuluhan/pelatihan, Membantu
membuat perencanaan penanganan bencana, Mengorganisir relawan untuk meningkatkan kapasitas, Melakukan
rencana aksi komunitas, Melaporkan secepatnya jika mengetahui
tanda-tanda akan terjadinyan tsunami kepada petugas yang berwenang.
Untuk
fase tanggap darurat, relawan bisa membantu
peyelamatan dan evakuasi, membantu pendataan/assesmen
cepat, membantu
penyiapan sarpras
pengungsian, dapur umum, distribusi logistik, administrasi posko, membantu
perlindungi kelompok rentan (trauma healing), serta tugas lain yang dikoordinasikan
dengan petugas Posko (BNPB/BPBD).
Kemudian pada fase
pasca bencana, disebutkan relawan bisa berperan dalam; Membantu
proses pelaksaaan penilaian kerusakan dan kerugian), Membantu
Verifikasi besaran bantuan, Membantu percepatan proses pasca bencana dengan keahlian
konstruksi bangunan dan pembinaan tukang bangunan, Membantu ‘up date’ data secara berkala, dan memberi
info ke dinas terkait.
Sementara itu dalam
Kerangka Sendai 2015 – 2030, dalam penanggulangan bencana, ada beberapa target
yang diinginkan. Seperti, Menurunkan angka kematian, Menurunkan angka korban
bencana, Mengurangi kerugian ekonomi, Mengurangi kerusakan infrastruktur, meningkatkan jumlah negera yang punya strategi PRB
nasional/lokal, meningkatkan kerjasama negera berkembang, dan meningkatkan
ketersediaan dan akses pada sistem peringatan dini multi bahaya.
Kerangka Sendai pun menekanan
pada manajemen risiko bencana yaitu, proses pengelolaan yang sistematis dan terencana dalam
penerapan strategi dan kebijakan penanggulangan bencana dengan menekankan pada
aspek-aspek pengurangan risiko bencana.
Perhatian utamanya
adalah mencegah atau mengurangi dampak bencana melalui serangkaian kegiatan dan
tindakan pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan. Seperti, Mencegah timbulnya
risiko baru, Mengurangi risiko, Memperkuat ketahanan, Meningkatkan tanggung
jawab negara dalam cegah dan kurangi risiko, Keterliabatan seluruh institusi
swasta dan pemerintah, Fokus pada bahaya alami, buatan manusia terhadap risiko
kerusakan lingkungan, teknologi, biologi dan kesehatan
Pertanyaannya kemudian,
bisakah relawan turut berperan dalam melaksanakan Kerangka Sendai di atas?. Yang
jelas, peran-peran yang dimainkan oleh relawan dalam penanggulangan bencana
harus berkoordinasi dengan BNPB/BPBD. Hal ini akan memudahkan pendataan,
pembinaan dan mobilisasi serta pengawasannya saat bertugas di lapangan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Masih menurut Perka
17, disamping kewajiban, relawan juga memiliki hak. Yaitu memperoleh pengakuan dan tanda pengenal relawan
penanggulangan bencana, mendapatkan peningkatan kapasitas yang berhubungan
dengan penanggulangan bencana, serta mendapatkan perlindungan hukum dalam pelaksanaan
tugas penanggulangan bencana.
Senyatanyalah, hak-hak relawan di atas masih belum ‘dipraktekkan’ secara merata dan
konsisten. Namun demikian, peran relawan dalam penanggulangan bencana sudah
tidak bisa diragukan lagi. Dimana ada bencana, disitu relawan hadir dengan
segala ‘kekuatannya’. Bahkan di
banyak kasus, relawan datang lebih dulu dari pada BPBD/BNPB. Peran-peran hebat dari
relawan inilah yang seharusnya ‘dirangkul’.
Termasuk dalam upaya pengurangan risiko bencana, seperti yang diamanatkan dalam
Kerangka Sendai. Salam tangguh. Semoga menginspirasi untuk merancang aksi.
[eBas/senin paing]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar