“Kebersamaan dalam keberagaman itu haruslah
diawali dengan membangun suasana akrab diantara komunitas yang berbeda, untuk
kemudian ditampakkan dalam interaksi yang harmonis dalam kehidupan
bermasyarakat. Ini penting untuk menangkal dan mengantisipasi tumbuhnya paham
radikal sebagai awal munculnya gerakan teroris,” Pernyataan di atas diungkapkan
oleh DR. Hendro Wardhono, dalam acara Kumpul
Bareng Memperingati Hari Kebangkitan Nasional 2018.
Masih kata direktur PUSPPITA (pusat penelitian
dan pelatihan untuk Indonesia tangguh) Surabaya, generasi muda harus dimotivasi
ikut terlibat menjaga keutuhan NKRI dari perpecahan yang dihembuskan oleh
paham-paham anti Pancasila. Kaum muda pun perlu didorong untuk mengembangkan
sikap kebersamaan, saling toleransi membangun kehidupan bermasyarakat yang
damai, dijiwai sikap gotong royong.
“Pemuda perlu memiliki akses informasi, daya
antisipasi, daya proteksi, daya adaptasi, dan daya lenting. Ini bisa diperoleh
melalui kegiatan dialog dan musyawarah yang terstruktur sesuai konsep
sapalibatisme,” Ujarnya. Hal ini seperti yang disampaikan oleh DR. Fauzi Said,
dosen Universitas Brawijaya, Malang, bahwa pemuda sebagai agen perubahan
haruslah memiliki idealisme dan bersikap dinamis mencermati jamannya.
Kegiatan yang mengambil tema, ”Merajut Bersama Hidup Berbangsa Dalam
Kebhinekaan,” berlangsung di Aula Gereja Kristus Raja, Surabaya, jum’at
(25/5). Acara ini diinisiasi oleh pengurus paroki, dihadiri oleh berbagai
komunitas lintas agama, yang dalam pembukaannya diawali dengan penampilan
kesenian. Diantaranya hadrah yang mewakili kesenian dari komunitas muslim, dan
tari bali mewakili komunitas hindu.
Pembicara lain, Bante Tedja Pande, mengatakan
bahwa kita perlu menciptakan kehidupan bermasyarakat yang damai untuk
menghindari kehancuran. Tumbuhkan rasa cinta kasih terhadap sesama untuk
menciptakan kebersamaan dalam keragaman sebagai upaya menjaga keutuhan NKRI.
“Menurut saya, kehancuran itu disebabkan oleh
perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sesuai keyakinan yang
dipercayainya. Untuk itulah perlu kiranya kita mempraktekkan ajaran agama ke
dalam hidup sehari-hari di masyarakat agar tercipta kedamaian antar umat
beragama,” Katanya.
Apa yang dikatakan Bante itu memang mudah
diucapkan, namun prakteknya yang sangat sulit dilakukan karena adanya kendala
budaya. Namun itu harus dicoba di wujudkan bersama sama dalam sebuah kegiatan
lintas komunitas, agar tercipta kesepahaman.
Sejalan dengan itu, Romo Armada dan pendeta
Monang, mengatakan akan pentingnya melakukan relasi dengan Tuhan dan masyarakat
di lingkungan tempat tinggalnya. Disini, Romo menekankan akan perlunya menciptakan
hubungan yang akrab dengan membongkar sekat-sekat perbedaan yang menghalangi.
Lukas Kambali, sebagai ketua pelaksana berharap,
bahwa pertemuan kali ini hendaknya ada tindak
lanjutnya berupa kegiatan bersama lintas agama. Misalnya, diklat kepemimpinan,
outbond, bakti sosial, seminar lintas komunitas, membuat usaha ekonomi
produktif yang dikelola bersama-sama tanpa membedakan agama, maupun terlibat
bersama sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana jawa timur (SRPB JATIM) untuk melakukan aksi kemanusiaan, membantu
sesama tanpa menandang golongan, suku, ras, status sosial dan agama.
“Sungguh indah jika acara kumpul bareng ini bisa
menginspirasi kita semua, khususnya generasi lintas agama untuk berbuat bersama merajut kebersamaan dalam
kebhinekaan guna menjaga keutuhan NKRI,” Pungkasnya. [eBas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar