Senin, 14 Oktober 2019

SIAGA KOTA SURABAYA SEBAGAI WADAH KOMUNITAS


Sabtu kliwon (12/10), malem minggu,  bertempat di seputaran Taman Bungkul Surabaya, beberapa komunitas yang menekuni bidang ‘pengawalan’ ambulance berkumpul. Satu persatu datang bersalaman, untuk kemudian duduk melingkar di trotoar. Sambil menikmati lalu lintas malam mereka ngobrol ngalor ngidul menyamakan chemistry agar terbangun sinergi melaksanakan aksi. Ya, sesungguhnyalah lewat komunitas masing-masing individu bisa berinteraksi dan berekspresi sebagai makhluk sosial.

mBah Gugel bilang, komunitas merupakan kelompok sosial di suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa individu, dimana mereka  saling berinteraksi dan memiliki ketertarikan dan habitat yang sama.  Biasanya mereka memiliki program membantu sesamanya, juga berupaya meningkatkan kapasitas anggotanya agar keberadaan komunitas itu makin tampak kiprahnya dimata khalayak ramai.

Konon, keberadaan Siaga Kota Surabaya ini berfungsi sebagai wadah berkumpulnya aneka komunitas pegiat kemanusiaan, juga pecinta lingkungan yang peduli terhadap kondisi Kota Surabaya dengan segala problemanya. Khususnya terkait dengan kurang sadarnya masyarakat terhadap kelancaran perjalanan ambulance yang sedang membawa korban. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan pemberian informasi, respon cepat hingga penanganan awal pada suatu kejadian.

Sebagai wadah, kebaradaan Siaga Kota Surabaya diharapkan benar-benar bisa berperan sebagai koordinator dari berbagai komunitas untuk berbagi informasi, baik untuk anggota komunitas maupun kepada warga kota Surabaya pada khususnya. Semua harus dilakukan dengan mengedepankan prinsip transparansi, kesetaraan dan terbuka untuk komunitas apa saja yang peduli pada sesama.

Sukur-sukur ke depan Siaga Kota Surabaya juga bisa menjadi katalisator yang menyuarakan kepentingan komunitas agar didengar oleh pihak-pihak terkait yang memiliki kesamaan perhatian terhadap aksi kemanusiaan dan pelestarian lingkungan. Termasuk upaya sosialisasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat yang ada di seputaran wilayah Surabaya.

Apalagi, konon, masing-masing individu dari komunitas itu telah memiliki ‘kedekatan’ dengan pihak CC 112 Kota Surabaya dan institusi lain yang bisa mendukung kegiatannya. Ini merupakan modal tersendiri dalam rangka membangun relasi dengan ‘penguasa’ di Kota Pahlawan ini.

Dari pertemuan-pertemuan yang (harus) digelar secara rutin itulah nantinya diharapkan muncul program yang bisa mendekatkan komunitas dengan masyarakat dan pemerintah kota. Sehingga keberadaan Siaga Kota Surabaya akan semakin ‘diakui, dilihat, dan dilibatkan’ dalam hal pengawalan ambulance dan kegiatan lain.

Ini penting untuk menghapus penilaian masyarakat pengguna jalan yang selama ini sering dikecewakan oleh tingkah arogan dari oknum tertentu saat melakukan pengawalan. Untuk menghindari sikap arogansi itulah perlu ada semacam kode etik pengawalan yang disepakati. Termasuk pelatihan dengan berbagai materi yang mendukung kegiatan komunitas dibawah koordinasi Siaga Kota Surabaya. Salam Tangguh, Salam kemanusiaan. [eBas]









































 












1 komentar:

  1. mas Adi dan mas Leo dan mas Bagus dan Cak Roy monggo dikomentari agar tidak salah paham

    BalasHapus