Sabtu
kliwon (12/10), malem minggu, bertempat
di seputaran Taman Bungkul Surabaya, beberapa komunitas yang menekuni bidang ‘pengawalan’ ambulance berkumpul. Satu
persatu datang bersalaman, untuk kemudian duduk melingkar di trotoar. Sambil
menikmati lalu lintas malam mereka ngobrol ngalor ngidul menyamakan chemistry agar terbangun sinergi
melaksanakan aksi. Ya, sesungguhnyalah lewat komunitas masing-masing individu
bisa berinteraksi dan berekspresi sebagai makhluk sosial.
mBah Gugel
bilang, komunitas merupakan kelompok sosial di suatu masyarakat yang terdiri
dari beberapa individu, dimana mereka
saling berinteraksi dan memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Biasanya mereka memiliki program membantu
sesamanya, juga berupaya meningkatkan kapasitas anggotanya agar keberadaan
komunitas itu makin tampak kiprahnya dimata khalayak ramai.
Konon,
keberadaan Siaga Kota Surabaya ini berfungsi sebagai wadah
berkumpulnya aneka komunitas pegiat kemanusiaan, juga pecinta lingkungan yang
peduli terhadap kondisi Kota Surabaya dengan segala problemanya. Khususnya
terkait dengan kurang sadarnya masyarakat terhadap kelancaran perjalanan
ambulance yang sedang membawa korban. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan
pemberian informasi, respon cepat hingga penanganan awal pada suatu kejadian.
Sebagai
wadah, kebaradaan Siaga Kota Surabaya diharapkan benar-benar bisa berperan
sebagai koordinator dari berbagai komunitas untuk berbagi informasi, baik untuk
anggota komunitas maupun kepada warga kota Surabaya pada khususnya. Semua harus
dilakukan dengan mengedepankan prinsip transparansi, kesetaraan dan terbuka
untuk komunitas apa saja yang peduli pada sesama.
Sukur-sukur
ke depan Siaga Kota Surabaya juga bisa menjadi katalisator yang menyuarakan
kepentingan komunitas agar didengar oleh pihak-pihak terkait yang memiliki
kesamaan perhatian terhadap aksi kemanusiaan dan pelestarian lingkungan.
Termasuk upaya sosialisasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat yang
ada di seputaran wilayah Surabaya.
Apalagi,
konon, masing-masing individu dari komunitas itu telah memiliki ‘kedekatan’ dengan pihak CC 112 Kota
Surabaya dan institusi lain yang bisa mendukung kegiatannya. Ini merupakan
modal tersendiri dalam rangka membangun relasi dengan ‘penguasa’ di Kota Pahlawan ini.
Dari
pertemuan-pertemuan yang (harus) digelar secara rutin itulah nantinya
diharapkan muncul program yang bisa mendekatkan komunitas dengan masyarakat dan
pemerintah kota. Sehingga keberadaan Siaga Kota Surabaya akan semakin ‘diakui, dilihat, dan dilibatkan’ dalam
hal pengawalan ambulance dan kegiatan lain.
Ini
penting untuk menghapus penilaian masyarakat pengguna jalan yang selama ini
sering dikecewakan oleh tingkah arogan dari oknum tertentu saat melakukan
pengawalan. Untuk menghindari sikap arogansi itulah perlu ada semacam kode etik
pengawalan yang disepakati. Termasuk pelatihan dengan berbagai materi yang
mendukung kegiatan komunitas dibawah koordinasi Siaga Kota Surabaya. Salam
Tangguh, Salam kemanusiaan. [eBas]
mas Adi dan mas Leo dan mas Bagus dan Cak Roy monggo dikomentari agar tidak salah paham
BalasHapus