Sementara Sugeng Yanu,
sebagai pemateri tunggal acara sosialisasi sertifikasi relawan kepada mitra
SRPB JATIM, mengatakan bahwa sertifikasi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan
asesor untuk menetapkan bahwa seseorang memenuhi persyaratan kompetensi yang
ditetapkan mencakup permohonan, evaluasi, keputusan sertifikasi, survalen,
sertifikasi ulang dan penggunaan sertifikat.
Diawal penyampaian
materi, Sugeng Yanu yang juga aktif di gerakan pramuka, mengatakan bahwa
kegiatan sosialisasi dan pembekalan masalah sertifikasi ini merupakan inovasi
yang kreatif dari pengurus SRPB JATIM. lebih tepatnya sosialisasi dulu, baru
pembekalan.
Kegiatan sosialisasi
sertifikasi relawan yang digelar di Ruang Siaga, Kantor BPBD Provinsi Jawa
Timur, minggu (29/9) ini, dalam rangka menyiapkan relawan yang akan mengikuti
sertifikasi agar hasilnya tidak mengecewakan dan benar-benar kompeten dibidang
yang akan disertifikasi. Disamping itu juga untuk menghindari peserta yang sudah
terpilih mengikuti sertifikasi tiba-tiba muntaber (mundur tanpa berita).
Sungguh, jika waktunya
sertifikasi kemudian pesertanya tiba-tiba muntaber, maka pengurus SRPB JATIM yang
blingsatan mencarikan penggantinya. Ini
menjadi problem tersendiri. Hal ini bisa menurunkan kepercayaan pihak lain
kepada pengurus.
Untuk menghindari
peserta yang muntaber inilah acara Arisan Ilmu kali ini digelar dengan materi
pembekalan sertifikasi. Harapannya, hanya mereka yang benar-benar seriuslah
yang akan dibina dan didampingi lebih lanjut agar tidak muntaber.
Arisan ilmu yang ke 26
ini didominasi oleh wajah baru yang datang dari berbagai komunitas. Bahkan ada
dua mahasiswi STIKES Kota Malang, nekat datang berdua naik motor berboncengan.
Begitu juga dengan relawan dari Kota tuak Tuban, berboncengan penuh semangat
ingin tau apa itu sertifikasi relawan, sekaligus ‘nyambangi’ markaz SRPB JATIM.
siapa tahu mereka bisa mengadopsi di daerahnya. subhanallah, semoga perjalanan
kalian mendapat barokah.
Seperti biasa nasi
lodeh, lauk ikan asin, mendol dan es cao meramaikan Arisan Ilmu. Ditambah
dengan hadirnya wedang kemaruk (ramuan daun kemangi dan perasan jeruk)
sumbangan Bukaji Rukiyati menambah semangat peserta menikmati makan siang
bersama sambil bercengkerama untuk mengakrabkan suasana.
Dari kegiatan ini ada
beberapa hal yang menarik untuk dibahas lebih lanjut. Seperti, perlunya ada
tanda khusus bagi relawan yang telah tersertifikasi. Karena sampai saat ini
manfaat dari sertifikasi belum terasakan oleh relawan yang telah memiliki
sertifikat. Artinya, selama ini saat terjadi tanggap darurat bencana, semua
relawan yang datang ke lokasi langsung beraksi tanpa melihat kompetensi yang
dimiliki, serta tanpa pernah ditanya sudah tersertifikasi atau belum oleh
petugas posko induk (yang belum tentu sudah tersertifikasi).
Ada juga saran agar
SRPB JATIM berani menggelar acara sarasehan yang menghadirkan unsur birokrasi,
akademisi dan praktisi serta relawan dari berbagai komunitas untuk membahas
praktek penanggulangan bencana yang semakin baik sesuai kompetensi yang terstandar di dalam
aturan sertifikasi.
Sugeng Yanu, menimpali
terkait dengan usulan cerdas dari peserta yang baru pertama ikut arisan
ilmu, bahwa kebijakan daerah masih
sering belum ‘konek’ dengan masalah
penanggulangan bencana. Mereka masih sibuk mengerjakan program-program ‘populer’ yang bisa segera menyerap
anggaran. Sementara program yang berupaya menyiapkan masyarakat tangguh bencana
masih sedikit (belum menjadi prioritas).
“Ketika pimpinan tidak
mau mengagendakan kegiatan pra bencana, maka yang terjadi adalah tidak adanya
program yang mengarah ke upaya pendidikan mitigasi dan kesiapsiagaan masyarakat
menghadapi bencana. Sementara kegiatan simulasi atau gladi lapang sering kali
hanya untuk memenuhi seremonial saja, jarang dilakukan di tempat yang
berpotensi terjadi bencana,” Ujarnya sambil tersenyum penuh arti.
Pensiunan karyawan
BPBD Provinsi Jawa timur ini juga
mengatakan bahwa, menurut UU nomor 24 tahun 2007, operasi bencana harus
dipimpin oleh unsur birokrasi atau orang lain yang ditunjuk oleh birokrat. Sementara,
masih menurut pria berambut putih ini, kalau dulu, sebelum ada UU
Penanggulangan Bencana, siapa saja yang datang ke lokasi bencana lebih dulu,
dialah yang menjadi pemimpin. Sekarang, siapapun yang datang lebih dulu boleh
melakukan kegiatan penanggulangan bencana, namun tidak boleh memimpin.
Kegiatan yang diikuti
oleh 60 peserta ini sebagai upaya SRPB JATIM untuk menjelaskan tentang manfaat
relawan mengikuti sertifikasi. diantaranya membantu relawan meyakinkan kepada
orang lain/institusi bahwa dirinya kompeten dalam bekerja untuk menghasilkan produk/jasa,
membantu memastikan dan memelihara kompetensi untuk meningkatkan rasa percaya
diri, membantu dalam memenuhi persyaratan regulasi, dan membantu pengakuan
kompetensi lintas sektor dan lintas Negara.
Dengan demikian, ke
depan diharapkan relawan memahami tentang
proses sertifikasi yang agak panjang karena harus terukur, objektif,
tertelusur, diterima (acceptable), dan dapat dipertanggungjawabkan
(accountable). Disamping itu relawan yang berminat mengikuti sertifikasi
haruslah memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk dapat ikut serta dalam
proses sertifikasi melalui uji kompetensi.
Di
penghujung acara, atas kemurahan hati pejabat BPBD Provinsi Jawa Timur, semua
peserta yang datang bergembira, mendapat bingkisan berupa makanan siap saji
khas bencana, yang dikemas dengan warna orange. Ada nasi goreng, nasi rawon, bubur
kacang ijo, dan banyak lagi jenisnya. Mereka senang karena tidak semua relawan
berkesempatan menikmatinya.
Oleh panitia,
diharapkan makanan kemasan tersebut segera ‘dieksekusi’
agar tidak kedaluwarsa. Kecuali jika makanan yang diproduksi oleh BNPB itu
akan dijadikan ‘pajangan’ dirumahnya
untuk kenang-kenangan, dipamerkan kepada tetangga dan handai taulan sebagai
relawan yang diperhatikan oleh BPBD. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/ selasa
wage-011019].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar