Berbagai komunitas relawan penanggulangan bencana pun cukup
keteter membagi waktu, tenaga dan sarpras pendukungnya. Belum kering keringat
lelah penanganan banjir bandang Kota Batu. Sudah harus bergerak kembali
manakala Gunung Semeru menggeliat membawa petaka yang diluar dugaan.
Banjir Banyuwangi, Jember, dan Lamongan, juga minta
perhatian. Paling tidak relawan setempat (potensi SAR lokal) sudah bergerak
mencoba menjinakkan banjir dengan segala dampaknya. Alhamdulillah, semua bisa
di atasi oleh mereka sendiri tanpa harus memobilisasi potensi dari berbagai
lokasi di luar dirinya.
Inilah salah satu bukti bahwa daerah semakin berdaya dan
tangguh melakukan pengurangan risiko bencana secara mandiri. Tinggal bagaimana
mendampingi semangat mereka. Misalnya, melalui program ‘Sapa Destana’,
yang baru dilakukan FPRB Jawa Timur dan membawa dampak yang menggembirakan.
Dalam dua peristiwa bencana yang baru saja terjadi, FPRB
Jawa Timur menginisiasi berdirinya Pos Bersama (POSMA), yang dikelola
bersama-sama relawan dari berbagai komunitas dan lintas sektor. Posma ini
menempati sebuah ruangan (bisa rumah, bisa juga tenda komando) yang digunakan
untuk pendataan relawan yang datang ke lokasi, dalam rangka tertib
administrasi.
Posma juga menerima donasi dan titipan bantuan dari
berbagai pihak (bahkan jika perlu Posma juga mencari bantuan melalui
jejaringnya), untuk kemudian disalurkan kepada mereka sesuai kebutuhan. Ini penting
untuk menghindari penumpukan bantuan.
Disamping itu Posma juga berfungsi sebagai tempat
koordinasi mengatur strategi, untuk merancang aksi. Melakukan pedataan jumlah
warga terdampak yang ada disekitar Posma, mendata kelompok rentan, memberi
usulan operasi kepada pihak terkait, berkenaan dengan penertiban para "wisatawan bencana", penghadangan/penjarahan bantuan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, serta mencegah terjadinya pencurian oleh oknum yang berbaju relawan, dan membuat laporan kegiatan rutin yang
dikirimkan ke Pos Komando (pusdalops).
Mengapa menggunakan istilah Posma, tidak Posko. Hal ini
menurut mBah Dharmo, sebagai upaya edukasi kepada semua komunitas relawan yang
terlibat dalam operasi penanggulangan bencana agar patuh pada aturan. Termasuk aturan
penggunaan istilah Pos Komando.
Dalam Perka BNPB nomor 14 tahun 2010, tentang Pedoman
Pembentukan Pos Komando Tanggap Darurat Bencana, disebutkan bahwa Pos
Komando Tanggap Darurat Bencana adalah institusi yang berfungsi sebagai pusat
komando operasi tanggap darurat bencana, untuk mengkoordinasikan, mengendalikan,
memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tanggap darurat bencana.
Kemudian disebutkan pula bahwa Pos
Komando Lapangan Tanggap Darurat Bencana merupakan institusi yang bertugas
melakukan penanganan tanggap darurat bencana secara langsung di lokasi bencana.
Ada pula Pos Pendukung Tanggap Darurat Bencana, yaitu pos yang membantu kelancaran akses dan
mobilisasi/distribusi bantuan tanggap darurat bencana.
Jika mengacu pada istilah Posko yang ada di dalam Perka tersebut,
pertanyaannya kemudian, bagaimana dengan tenda yang didirikan oleh berbagai
komunitas yang ditulisi Posko anu, Posko itu, Posko genk, dan Posko lainnya
yang terlihat keren, gagah, bersih, ramai dan menyenangkan itu?.
Termasuk penggunaan istilah trauma healing yang
seharusnya diganti dengan layanan psikososial. Namun karena istilah trauma
healing sudah lama dipakai dan sangat ‘familier’ di kalangan relawan,
maka perlu waktu untuk menggantikannya dengan istilah layanan psikososial. Mungkin,
inilah yang dikatakan Sekjen FPRB Jatim, bahwa penggunaan Posma itu sebagai upaya
edukasi penyadaran penggunaan istilah dalam kebencanaan.
Harapannya tentu, seluruh anggota kemunitas relawan yang
tergabung dalam rumah besar Forum PRB Jawa Timur bisa memulai menggunakan
istilah Posma, mengganti istilah Posko yang selama ini digunakan. Termasuk mengganti
istilah trauma healing dengan program layanan psikososial. Wallaho a’lam. Salam
tangguh [eBas/SabtuPon-18122021]
Pekerjaan Rumah bagi pengurus FPRB diberbagai tingkatan. untuk mensosialisasikan penggunaan istilah posko yg benar.
BalasHapuspernah ada yg bilang bahwa posko itu hanya ada satu yang di komandani oleh dansat posko dalam SKPDB. sedang pos lainnya bernama pos pendamping, pos pembantu (itu kalau tidak salah).
pertanyaannya adalah, beranikan eorang relawan mengingatkan sesama relawannya terkait dengan penggunaan istilah yang salah itu ?.
apalagi yg akan diingatkan itu komunitas relawan yang kuat dari segi dana, sarpras, pengarug, jumlah anggota dan kuat secara politis ?
BPBD/BNPB saja belum tentu berani tegas menegur. paling2 beraninya "pinjam tangan". ....
inilah sebuah pembelajaran bagi kita semua
He he he......
BalasHapusAyo merasakan sebagai pengungsi juga merangkab sebagai pengelola pengungsi dulu deh,
Salam33