Ternyata,
sampai saat ini masih banyak komunitas relawan yang belum paham tentang mengapa
dan bagaimana sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana (SRPB) Jawa
Timur muncul dengan segala kiprahnya. Belum banyak yang tahu bahwa kemunculannya
itu karena adanya kebijakan dari BPBD Provinsi Jawa Timur.
Banyak
versi yang dikatakan oleh berbagai kalangan tentang keberadaan SRPB Jatim
dengan segala aktivitasnya. Diantaranya, pembentukan SRPB itu diharapkan bisa
merangkul berbagai komunitas/organisasi relawan dalam kegiatan bareng untuk
meningkatkan kapasitas relawan, dan memudahkan koordinasi antara relawan dengan
BPBD.
Dengan
demikian keberadaan SRPB akan memudahkan BPBD dalam melakukan pembinaan, dan
mobilisasi dalam sebuah kegiatan yang berhubungan dengan upaya pengurangan
risiko bencana, maupun dalam aksi penanggulangan bencana di semua fase.
Itulah
salah satu kebijakan yang dilontarkan oleh Kalaksa BPBD Provinsi Jawa Timur,
waktu itu. Termasuk kebijakan yang “mengharuskan”
Mas Lukman dengan lembaganya membantu proses kelahiran SRPB, sejak awal perencanaan
sampai terpilihnya kepengurusan dalam sebuah kongres, dengan segala programnya. Jelaslah bahwa terbentuknya SRPB itu berdasar kebijakan BPBD,
bukan keinginan sekelompok relawan.
Waktu itu, kongres yang diselenggarakan di Hotel Regent Park, Kota Malang. Dihadiri oleh banyak perwakilan dari berbagai komuitas/organisasi relawan yang ada di Jawa timur (data komunitas/organisasi relawan didapat dari BPBD Provinsi Jawa Timur). Mereka datang dari berbagai daerah dengan modal semangat untuk saling merapat, bukan saling menghujat, apalagi saling mengambil manfaat.
Fasilitas
yang didapat peserta hanyalah konsumsi dan tidur gratis di Hotel. Itu saja, tidak ada
yang lain. Namun mereka semua bahagia, karena bisa berkumpul bersama, bersemuka
untuk berbagi cerita.
Untuk
memelihara semangat peserta sepulang dari kongres, pengurus mengambil langkah cepat menggelar
pertemuan rutin, bertempat dimana saja untuk segera membuat kegiatan, diantaranya program ‘jagong bareng’ yang diberi nama “Arisan
Ilmu Nol Rupiah” (AINR). Kegiatan ini sebagai upaya mempererat tali silaturahmi
yang telah terjalin saat kongres di Hotel Regent Park.
Di awal pelaksanaan AINR, tidak ada bahasan khusus. Saat itu yang penting bisa
berkumpul, ngobrol bareng tukar pengalaman untuk kemudian mencoba menata agenda
AIRN yang lebih bermakna. Dari situlah kemudian muncul nara sumber dari
berbagai kalangan yang berkenan berbagi ilmu yang terkait dengan kebencanaan,
secara gratisan.
Semangat
gotong royong pun terbentuk. Utamanya menyangkut pengadaan konsumsi. Termasuk
dalam hal pengadaan baju seragam secara urunan. Semua dilakukan secara transparan tanpa
paksaan. Artinya semua “penikmat”
kegiatan AINR tetap bergembira walau tidak mengenakan baju seragam SRPB dan
tidak ikut urunan beli konsumsi.
Melihat
aktivitas SRPB yang menarik itu, maka BPBD pun berkenan ikut mendukung dan
membersamai relawan yang sedang belajar menikmati proses berorganisasi lewat
SRPB, yang lahir atas sebuah kebijakan dari BPBD Provinsi Jawa Timur, bukan dari relawan yang punya ambisi tertentu.
Bahkan,
beberapa pejabatnya berkenan menghadiri acara AINR dengan membawa konsumsi
sendiri yang bisa dinikmati oleh seluruh peserta. Hebatnya lagi, mereka juga mau
menjadi nara sumber gratisan. Bahkan tidak jarang memberi fasilitas yang
menyenangkan bagi relawan.
Atas nama
kebijakan pula, SRPB sering difasilitasi dalam melaksanakan programnya. Diantaranya seperti program sertifikasi relawan oleh LSP-PB. Beberapa pengurus juga dilibatkan
dalam pelaksanaan program BPBD, serta difasilitasi untuk mengikuti kegiatan
BPBD di luar provinsi. Sekali lagi, semua itu karena kebijakan (mungkin juga
karena kedekatan yang telah dibangun).
Kini, usia
SRPB sudah masuk tahun ke lima. Berbarengan dengan datangnya wabah covid-19,
semua mulai berubah. tiada gading yang tak retak. Pelan-pelan mulai terkuak
rasa ketidak adilan. Tanpa sadar, seiring semangat perubahan, semua mulai
berulah dengan segala resistensinya, juga egonya yang tak mau salah, apalagi
saling mengalah, sehingga terlontar segala sumpah serapah. Jadi ingat kata
pepatah lama, “Klemben-klemben, roti-roti”.
Ya, ketika
semua berubah, mulailah muncul suara untuk berbenah agar tidak salah kaprah. Artinya,
ada yang menghimbau agar SRPB melebur diri ke dalam “rumah besar” yang
diberi mandat oleh UU 24 tahun 2007 dan PP 21 tahun 2008. Mengingat relawan
adalah bagian dari unsur masyarakat yang merupakan salah satu elemen
pentahelix.
Di “rumah
besar” itulah semua elemen pentahelix membangun sinergi, menyusun aksi yang
saling menguatkan tanpa melemahkan, saling merangkul tanpa memukul, saling
peduli tanpa membully, membangun kerjasama bukan berlomba mencari nama. Saling menghargai
kapasitas tanpa upaya menindas. Ya, di “rumah besar” itulah semua elemen
saling belajar, bukan saling menghajar sampai ambyar.
Nah, dari
pada bersitegang berkepanjangan dengan saling sindir yang terkadang keluar dari
konteks dan menyerang pribadi. Sebaiknya dikembalikan saja kepada si pembuat kebijakan.
Artinya cabut dengan tegas semua kebijakan mengenai keberadaan SRPB, maka semua
akan beres. Termasuk mencabut segala
atribut yang ada di BPBD Provinsi Jawa Timur, yang kala itu bisa terpasang
karena kebijakan.
Pertanyaannya
kemudian, seandainya kebijakan mencabut hak hidup SRPB Jawa Timur benar-benar
dilakukan, apakah secara otomatis semua relawan dari berbagai
komunitas/organisasi akan eksodus ke “rumah besar” ?.
Sebuah
pertanyaan yang tidak mudah menjawabnya, karena banyak faktor yang ikut memengaruhi.
Apalagi jika masalahnya sampai ke urusan hati yang tersakiti, urusan rasa yang
teraniaya, dan kepentingan lain yang ikut bermain. Pasti akan panjang
urusannya. Ya, itulah manusia, tempat bersemayamnya sikap emosional dan
rasional, yang konon gampang-gampang susah mengelolanya.
Namun,
yang jelas, diakui atau tidak, bahwa keberadaan SRPB yang masih seumur jagung
itu pernah terlibat dalam mewarnai perjalanan berbagai pihak berkiprah dalam kerja-kerja
kemanusiaan dengan segala suka dukanya. bersama-sama mengukir cerita penuh canda tawa, riang gembira.
Tidak ada
salahnya jika keberadaan SRPB dicatat dalam sejarah perjalanan hidup para
relawan yang pernah ikut meramaikannya, yang pernah simpati namun kini antipati,
yang dulu bersusah payah ikut menghidupi, kini berbalik memaki dengan segala
versi pribadi.
Di masa
pandemi covid-19 yang semakin melandai ini, keberadaan SRPB tidak semarak
seperti dulu. Personilnya masih waspada terhadap kemungkinan lahirnya varian
baru covid-19. Kegiatan ikonik AINR pun belum berani digelar kembali, baik daring
maupun luring.
Namun, beberapa
personil tetap dilibatkan oleh BPBD dalam melaksanakan programnya. Itu artinya,
ditengah keterpurukan dan hujatan, SRPB masih dipercaya karena kinerjanya. Atas
nama kerja-kerja kemanusiaan, SRPB tetap diberi peran oleh BPBD secara signifikan berdasar kemampuan.
Ada masukan
bijak, agar ada pihak yang berkenan memfasilitasi sebuah pertemuan, seperti
sarasehan multipihak, untuk membangun kesepahaman, dan mendudukkan peran
masing-masing di dalam “rumah besar” yang bermartabat, agar program yang
dicanangkan membawa manfaat bagi semua pihak.
Berat memang,
bahkan tidak mungkin terjadi. Karena diperlukan rasa legowo bagi semua pihak
untuk membangun panggung bersama yang saling memberdayakan, sesuai konsep
saling asah saling asih dan saling asuh di antara aktornya. Mimpi ini layak
dibangun oleh semua pihak. Walau entah kapan bisa terwujud. Salam Tangguh Salam
Kemanusiaan. [eBas/JumatWageMalamNatal-24122021]
di akui atawa tidak SRPB pernah ada dengan segala kisahnya.
BalasHapuskeberadaannya pun membawa manfaat bagi banyak pihak. baik itu pihak BNPB, BPBD, organisasi/komunitas yang sejalan dan relawan yang aktif di dalamnya.
diakui atawa tidak
SRPB pernah singgah di hati untuk bersama meningkatkan kapasitas, wawasan dan paseduluran diantara relawan dalam arti luas.
Ning
BalasHapusSelamat kepada Ning yg dipasrahi menjadi panitia rakor SRPB 2021, yg katanya akan diselenggarakan di sebuah Hotel di Kota Batu (konon masih dicarikan oleh BPBD Prov Jatim). tapi ternyata bergeser ke Hotel yg ada di Kota Malang. Alasannya, tempatnya strategis, mudah dijangkau, dan dekat dgn pusat keramaian.
Mohon maaf sebelumnya jika sampai saat ini saya semakin tidak aktif mengikuti kegiatan SRPB. Ya, sejak wabah covid-19 mengobrak abrik tatanan kehidupan di Indonesia (juga di dunia), maka ruang gerak kita semua dibatasi oleh ‘social distanscing’ dgn protokol kesehatan. Katanya sih prokes yg ditindak lanjuti dgn penerapan PPKM skala Mikro itu sbg upaya pengurangan laju sebaran covid-19 yg makan banyak korban jiwa.
Disisi lain, mengingat usia saya yg semakin menua, ternyata juga diiringi dgn datangnya penyakit. Seperti encok, pegel linu, masuk angin. Shg istri saya menyuruh mengurangi kegiatan diluar. Ya, demi stabilitas rumah tangga maka saya terpaksa menuruti emaknya anak-anak. Mohon Ning memakluminya.
Apalagi dgn dinamika yang berkembang, maka sudah waktunya generasi milenial tampil menggerakkan roda organisasi dgn handal. Sekali lagi mohon Ning bisa memahami. Kami yg tua ini percaya anggota muda sudah bisa berkarya bersama-sama dengan ceria.
Kembali ke rencana rakor SRPB 2021. Dgn dipasrahinya Ning menjadi panitia. Harapan saya semoga segera ‘menyingsingkan lengan baju’ bergerak utk segera menyiapkan ‘ubo rampe’ rakor. Menentukan siapa saja yg duduk di kepanitiaan dgn segala agendanya, demi SRPB yg lebih baik dan bermanfaat bagi relawan jawa timur.
Harapan saya lagi, semoga Ning, bisa melaksanakan rakor ini dgn gayanya sendiri tanpa terlalu diintervensi oleh pihak internal, apalagi eksternal. Shg nanti panitia bisa berkreasi dgn pengalaman yg dimiliki.
Ini penting agar tdk muncul anggapan bahwa yg kerja hanya itu-itu saja orangnya. Panitia yg dilibatkan hanya itu-itu saja dan yg diundang juga hanya itu-itu saja. (seperti beberapa waktu lalu muncul grundelan seperti itu).
Ya, bagaimana tdk hanya itu-itu saja orangnya, karena yg cepat merespon dan mau bekerja ya hanya itu-itu saja orangnya, sementara lainnya agak slow respon karena kesibukan hidupnya. (itulah kenyataannya).
Kemudian yg perlu diingat oleh Ning, bahwa saat ini di luaran sana telah terjadi ‘keretakan dan kerenggangan’ antar anggota SRPB. Banyak beredar issue-isue yg saling menjatuhkan, saling menyalahkan, dan saling maido. Salah satunya, menurut saya karena miskomunikasi antar personal, kurangnya komunikasi tatap muka dan kurangnya transparansi disemua lini, dan tentunya kurang sering ngopi bareng. Shg issue-isue yg cenderung hoax itu menjadi menarik ketika ditambah bumbu subyektivitas berbasis kepentingan.
Kemudian ada lagi yg lebih membuat ‘mak Jleb hati dan harga diri’ adalah cara “bertegur sapa” di whatsapp yg harusnya lebih bijak. Jika itu masalah pribadi ya mbok yao di japri saja, bukan dietrek-etrek di grup, sehingga ada yg mundur alon-alon nggowo nelongso. Dari hati yg terluka itulah kemudian muncul wacana KLB.
Utk itulah kiranya perlu ada komunikasi yg efektif antar anggota grup utk saling menguatkan dlm rangka memperkuat paseduluran sesuai dgn jargon SRPB, Bersatu Bersinergi untuk Peduli. Mari bersama memperbaiki cara ‘bertutur sapa’ di medsos.
Tentu bingget’e ati itu tdk mudah terhapus oleh kata maaf belaka. Shg Ning hrs berbuat ekstra hati-hati dan sabar menghadapi rasa ketidak puasan selama ini.
Ya, benar sebuah tugas berat. Karena hrs bisa ‘ngobati’ yg terlanjur sakit hati. Hrs mampu merangkul hati yg mulai gundah akan situasi, utk kemudian memotivasi utk mengikuti rakor dgn semangat tdk kendor.
Semoga rakor yg digelar dimasa pandemi ini bisa menghasilkan program bersama dalam hubungannya dgn peningkatan kapasitas relawan.
Selamat bekerja.
Jumat pahing, 12Maret2021
eB
Kegiatan Arisan Ilmu Nol Rupiah yg menjadi ikon SRB JATIM merupakan upaya meningkatkan kapasitas dan media silaturahmi relawan dari berbagai komunitas, ternyata banyak membawa manfaat.
BalasHapusterbukti konsep Arisan Ilmu Nol Rupiah banyak diadopsi oleh banyak pihak di berbagai daerah dengan nama lain yang sesuai selera si pengadaosi.
dan itu sah2 saja dalam rangka kebermanfaatan untuk semua pegiat kerelawanan.
semoga semua pihak yang mengadopsi konsep Arisan Ilmu bisa mengembangkan dengan lebih baik sesuai dengan kemampuan dan kepentingannya