Jumat, 24 Desember 2021

SEMUA ITU ADA KARENA ADANYA KEBIJAKAN

Ternyata, sampai saat ini masih banyak komunitas relawan yang belum paham tentang mengapa dan bagaimana sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana (SRPB) Jawa Timur muncul dengan segala kiprahnya. Belum banyak yang tahu bahwa kemunculannya itu karena adanya kebijakan dari BPBD Provinsi Jawa Timur.

Banyak versi yang dikatakan oleh berbagai kalangan tentang keberadaan SRPB Jatim dengan segala aktivitasnya. Diantaranya, pembentukan SRPB itu diharapkan bisa merangkul berbagai komunitas/organisasi relawan dalam kegiatan bareng untuk meningkatkan kapasitas relawan, dan memudahkan koordinasi antara relawan dengan BPBD.  

Dengan demikian keberadaan SRPB akan memudahkan BPBD dalam melakukan pembinaan, dan mobilisasi dalam sebuah kegiatan yang berhubungan dengan upaya pengurangan risiko bencana, maupun dalam aksi penanggulangan bencana di semua fase.

Itulah salah satu kebijakan yang dilontarkan oleh Kalaksa BPBD Provinsi Jawa Timur, waktu itu. Termasuk kebijakan yang “mengharuskan” Mas Lukman dengan lembaganya membantu proses kelahiran SRPB, sejak awal perencanaan sampai terpilihnya kepengurusan dalam sebuah kongres, dengan segala programnya. Jelaslah bahwa terbentuknya SRPB itu berdasar kebijakan BPBD, bukan keinginan sekelompok relawan.

Waktu itu, kongres yang diselenggarakan di Hotel Regent Park, Kota Malang. Dihadiri oleh banyak perwakilan dari berbagai komuitas/organisasi relawan yang ada di Jawa timur (data komunitas/organisasi relawan didapat dari BPBD Provinsi Jawa Timur). Mereka datang dari berbagai daerah dengan modal semangat untuk saling merapat, bukan saling menghujat, apalagi saling mengambil manfaat. 

Fasilitas yang didapat peserta hanyalah konsumsi dan tidur gratis di Hotel. Itu saja, tidak ada yang lain. Namun mereka semua bahagia, karena bisa berkumpul bersama, bersemuka untuk berbagi cerita.

Untuk memelihara semangat peserta sepulang dari kongres, pengurus mengambil langkah cepat menggelar pertemuan rutin, bertempat dimana saja untuk segera membuat kegiatan, diantaranya program  ‘jagong bareng’ yang diberi nama “Arisan Ilmu Nol Rupiah” (AINR). Kegiatan ini sebagai upaya mempererat tali silaturahmi yang telah terjalin saat kongres di Hotel Regent Park.

Di awal pelaksanaan AINR, tidak ada bahasan khusus. Saat itu yang penting bisa berkumpul, ngobrol bareng tukar pengalaman untuk kemudian mencoba menata agenda AIRN yang lebih bermakna. Dari situlah kemudian muncul nara sumber dari berbagai kalangan yang berkenan berbagi ilmu yang terkait dengan kebencanaan, secara gratisan.

Semangat gotong royong pun terbentuk. Utamanya menyangkut pengadaan konsumsi. Termasuk dalam hal pengadaan baju seragam secara urunan. Semua dilakukan secara transparan tanpa paksaan. Artinya semua “penikmat” kegiatan AINR tetap bergembira walau tidak mengenakan baju seragam SRPB dan tidak ikut urunan beli konsumsi.

Melihat aktivitas SRPB yang menarik itu, maka BPBD pun berkenan ikut mendukung dan membersamai relawan yang sedang belajar menikmati proses berorganisasi lewat SRPB, yang lahir atas sebuah kebijakan dari BPBD Provinsi Jawa Timur, bukan dari relawan yang punya ambisi tertentu.

Bahkan, beberapa pejabatnya berkenan menghadiri acara AINR dengan membawa konsumsi sendiri yang bisa dinikmati oleh seluruh peserta. Hebatnya lagi, mereka juga mau menjadi nara sumber gratisan. Bahkan tidak jarang memberi fasilitas yang menyenangkan bagi relawan.

Atas nama kebijakan pula, SRPB sering difasilitasi dalam melaksanakan programnya. Diantaranya seperti program sertifikasi relawan oleh LSP-PB. Beberapa pengurus juga dilibatkan dalam pelaksanaan program BPBD, serta difasilitasi untuk mengikuti kegiatan BPBD di luar provinsi. Sekali lagi, semua itu karena kebijakan (mungkin juga karena kedekatan yang telah dibangun).

Kini, usia SRPB sudah masuk tahun ke lima. Berbarengan dengan datangnya wabah covid-19, semua mulai berubah. tiada gading yang tak retak. Pelan-pelan mulai terkuak rasa ketidak adilan. Tanpa sadar, seiring semangat perubahan, semua mulai berulah dengan segala resistensinya, juga egonya yang tak mau salah, apalagi saling mengalah, sehingga terlontar segala sumpah serapah. Jadi ingat kata pepatah lama, “Klemben-klemben, roti-roti”.

Ya, ketika semua berubah, mulailah muncul suara untuk berbenah agar tidak salah kaprah. Artinya, ada yang menghimbau agar SRPB melebur diri ke dalam “rumah besar” yang diberi mandat oleh UU 24 tahun 2007 dan PP 21 tahun 2008. Mengingat relawan adalah bagian dari unsur masyarakat yang merupakan salah satu elemen pentahelix.

Di “rumah besar” itulah semua elemen pentahelix membangun sinergi, menyusun aksi yang saling menguatkan tanpa melemahkan, saling merangkul tanpa memukul, saling peduli tanpa membully, membangun kerjasama bukan berlomba mencari nama. Saling menghargai kapasitas tanpa upaya menindas. Ya, di “rumah besar” itulah semua elemen saling belajar, bukan saling menghajar sampai ambyar.

Nah, dari pada bersitegang berkepanjangan dengan saling sindir yang terkadang keluar dari konteks dan menyerang pribadi. Sebaiknya dikembalikan saja kepada si pembuat kebijakan. Artinya cabut dengan tegas semua kebijakan mengenai keberadaan SRPB, maka semua akan  beres. Termasuk mencabut segala atribut yang ada di BPBD Provinsi Jawa Timur, yang kala itu bisa terpasang karena kebijakan.

Pertanyaannya kemudian, seandainya kebijakan mencabut hak hidup SRPB Jawa Timur benar-benar dilakukan, apakah secara otomatis semua relawan dari berbagai komunitas/organisasi akan eksodus ke “rumah besar” ?.

Sebuah pertanyaan yang tidak mudah menjawabnya, karena banyak faktor yang ikut memengaruhi. Apalagi jika masalahnya sampai ke urusan hati yang tersakiti, urusan rasa yang teraniaya, dan kepentingan lain yang ikut bermain. Pasti akan panjang urusannya. Ya, itulah manusia, tempat bersemayamnya sikap emosional dan rasional, yang konon gampang-gampang susah mengelolanya.

Namun, yang jelas, diakui atau tidak, bahwa keberadaan SRPB yang masih seumur jagung itu pernah terlibat dalam mewarnai perjalanan berbagai pihak berkiprah dalam kerja-kerja kemanusiaan dengan segala suka dukanya. bersama-sama mengukir cerita penuh canda tawa, riang gembira.

Tidak ada salahnya jika keberadaan SRPB dicatat dalam sejarah perjalanan hidup para relawan yang pernah ikut meramaikannya, yang pernah simpati namun kini antipati, yang dulu bersusah payah ikut menghidupi, kini berbalik memaki dengan segala versi pribadi.

Di masa pandemi covid-19 yang semakin melandai ini, keberadaan SRPB tidak semarak seperti dulu. Personilnya masih waspada terhadap kemungkinan lahirnya varian baru covid-19. Kegiatan ikonik AINR pun belum berani digelar kembali, baik daring maupun luring.

Namun, beberapa personil tetap dilibatkan oleh BPBD dalam melaksanakan programnya. Itu artinya, ditengah keterpurukan dan hujatan, SRPB masih dipercaya karena kinerjanya. Atas nama kerja-kerja kemanusiaan, SRPB tetap diberi peran oleh BPBD secara signifikan berdasar kemampuan.

Ada masukan bijak, agar ada pihak yang berkenan memfasilitasi sebuah pertemuan, seperti sarasehan multipihak, untuk membangun kesepahaman, dan mendudukkan peran masing-masing di dalam “rumah besar” yang bermartabat, agar program yang dicanangkan  membawa manfaat bagi semua pihak.

Berat memang, bahkan tidak mungkin terjadi. Karena diperlukan rasa legowo bagi semua pihak untuk membangun panggung bersama yang saling memberdayakan, sesuai konsep saling asah saling asih dan saling asuh di antara aktornya. Mimpi ini layak dibangun oleh semua pihak. Walau entah kapan bisa terwujud. Salam Tangguh Salam Kemanusiaan. [eBas/JumatWageMalamNatal-24122021]   

 

 

 

 

 

 

 

 

3 komentar:

  1. di akui atawa tidak SRPB pernah ada dengan segala kisahnya.
    keberadaannya pun membawa manfaat bagi banyak pihak. baik itu pihak BNPB, BPBD, organisasi/komunitas yang sejalan dan relawan yang aktif di dalamnya.
    diakui atawa tidak
    SRPB pernah singgah di hati untuk bersama meningkatkan kapasitas, wawasan dan paseduluran diantara relawan dalam arti luas.

    BalasHapus
  2. Ning
    Selamat kepada Ning yg dipasrahi menjadi panitia rakor SRPB 2021, yg katanya akan diselenggarakan di sebuah Hotel di Kota Batu (konon masih dicarikan oleh BPBD Prov Jatim). tapi ternyata bergeser ke Hotel yg ada di Kota Malang. Alasannya, tempatnya strategis, mudah dijangkau, dan dekat dgn pusat keramaian.

    Mohon maaf sebelumnya jika sampai saat ini saya semakin tidak aktif mengikuti kegiatan SRPB. Ya, sejak wabah covid-19 mengobrak abrik tatanan kehidupan di Indonesia (juga di dunia), maka ruang gerak kita semua dibatasi oleh ‘social distanscing’ dgn protokol kesehatan. Katanya sih prokes yg ditindak lanjuti dgn penerapan PPKM skala Mikro itu sbg upaya pengurangan laju sebaran covid-19 yg makan banyak korban jiwa.

    Disisi lain, mengingat usia saya yg semakin menua, ternyata juga diiringi dgn datangnya penyakit. Seperti encok, pegel linu, masuk angin. Shg istri saya menyuruh mengurangi kegiatan diluar. Ya, demi stabilitas rumah tangga maka saya terpaksa menuruti emaknya anak-anak. Mohon Ning memakluminya.

    Apalagi dgn dinamika yang berkembang, maka sudah waktunya generasi milenial tampil menggerakkan roda organisasi dgn handal. Sekali lagi mohon Ning bisa memahami. Kami yg tua ini percaya anggota muda sudah bisa berkarya bersama-sama dengan ceria.

    Kembali ke rencana rakor SRPB 2021. Dgn dipasrahinya Ning menjadi panitia. Harapan saya semoga segera ‘menyingsingkan lengan baju’ bergerak utk segera menyiapkan ‘ubo rampe’ rakor. Menentukan siapa saja yg duduk di kepanitiaan dgn segala agendanya, demi SRPB yg lebih baik dan bermanfaat bagi relawan jawa timur.

    Harapan saya lagi, semoga Ning, bisa melaksanakan rakor ini dgn gayanya sendiri tanpa terlalu diintervensi oleh pihak internal, apalagi eksternal. Shg nanti panitia bisa berkreasi dgn pengalaman yg dimiliki.

    Ini penting agar tdk muncul anggapan bahwa yg kerja hanya itu-itu saja orangnya. Panitia yg dilibatkan hanya itu-itu saja dan yg diundang juga hanya itu-itu saja. (seperti beberapa waktu lalu muncul grundelan seperti itu).

    Ya, bagaimana tdk hanya itu-itu saja orangnya, karena yg cepat merespon dan mau bekerja ya hanya itu-itu saja orangnya, sementara lainnya agak slow respon karena kesibukan hidupnya. (itulah kenyataannya).

    Kemudian yg perlu diingat oleh Ning, bahwa saat ini di luaran sana telah terjadi ‘keretakan dan kerenggangan’ antar anggota SRPB. Banyak beredar issue-isue yg saling menjatuhkan, saling menyalahkan, dan saling maido. Salah satunya, menurut saya karena miskomunikasi antar personal, kurangnya komunikasi tatap muka dan kurangnya transparansi disemua lini, dan tentunya kurang sering ngopi bareng. Shg issue-isue yg cenderung hoax itu menjadi menarik ketika ditambah bumbu subyektivitas berbasis kepentingan.

    Kemudian ada lagi yg lebih membuat ‘mak Jleb hati dan harga diri’ adalah cara “bertegur sapa” di whatsapp yg harusnya lebih bijak. Jika itu masalah pribadi ya mbok yao di japri saja, bukan dietrek-etrek di grup, sehingga ada yg mundur alon-alon nggowo nelongso. Dari hati yg terluka itulah kemudian muncul wacana KLB.

    Utk itulah kiranya perlu ada komunikasi yg efektif antar anggota grup utk saling menguatkan dlm rangka memperkuat paseduluran sesuai dgn jargon SRPB, Bersatu Bersinergi untuk Peduli. Mari bersama memperbaiki cara ‘bertutur sapa’ di medsos.

    Tentu bingget’e ati itu tdk mudah terhapus oleh kata maaf belaka. Shg Ning hrs berbuat ekstra hati-hati dan sabar menghadapi rasa ketidak puasan selama ini.

    Ya, benar sebuah tugas berat. Karena hrs bisa ‘ngobati’ yg terlanjur sakit hati. Hrs mampu merangkul hati yg mulai gundah akan situasi, utk kemudian memotivasi utk mengikuti rakor dgn semangat tdk kendor.

    Semoga rakor yg digelar dimasa pandemi ini bisa menghasilkan program bersama dalam hubungannya dgn peningkatan kapasitas relawan.

    Selamat bekerja.
    Jumat pahing, 12Maret2021
    eB







    BalasHapus
  3. Kegiatan Arisan Ilmu Nol Rupiah yg menjadi ikon SRB JATIM merupakan upaya meningkatkan kapasitas dan media silaturahmi relawan dari berbagai komunitas, ternyata banyak membawa manfaat.
    terbukti konsep Arisan Ilmu Nol Rupiah banyak diadopsi oleh banyak pihak di berbagai daerah dengan nama lain yang sesuai selera si pengadaosi.
    dan itu sah2 saja dalam rangka kebermanfaatan untuk semua pegiat kerelawanan.
    semoga semua pihak yang mengadopsi konsep Arisan Ilmu bisa mengembangkan dengan lebih baik sesuai dengan kemampuan dan kepentingannya

    BalasHapus